Daisy tengah duduk di tepian ranjangnya di dalam sebuah kamar sempit. Ia tampak menghela napas sampai beberapa kali. Memang benar bahwasanya ada kerisauan yang mengganggu hatinya saat ini. Mengingat sosok Ameera yang selama lebih dari enam tahun menjadi teman sekaligus rekan kerja, tetapi tiba-tiba saja Daisy berpisah dengan wanita itu.
Sebenarnya, Daisy adalah tipikal yang mudah berbaur. Gadis bertubuh gempal itu memiliki aura penuh keceriaan. Tak peduli sekeras apa pun hidup yang ia jalani, yang namanya senyuman tak pernah kendur di bibir tipisnya. Namun, karakter yang sepanjang waktu selalu melekat pada dirinya harus redup tatkala seseorang merampas sahabat berharganya.
Daisy menghela napas. "Ameera apa kabarmu di sana? Kau baik-baik saja, 'kan?" gumamnya setelah itu. "Kenapa tidak memberi kabar padaku sama sekali? Apa kau tahu bahwa aku sangat mengkhawatirkanmu, Nona Cantik?"
Bulit bening mendadak jatuh dari netra hitam yang terbalut kelopak sipit milik Daisy. Kerinduannya terhadap Ameera memang sudah tidak terbendung lagi. Padahal baru dua minggu setelah pernikahan Ameera dan Axton digelar, yang artinya menjadi waktu perpisahan antara dirinya dengan sahabatnya itu. Namun, tetap saja Daisy merasa ada banyak perubahan yang terjadi sejak Ameera mengundurkan diri sebagai pelayan di rumah serta klub malam milik ibu dari Ameera sendiri.
"Ameera biasanya kau memintaku merapikan rambut indahmu, tapi sekarang? Kau mungkin sudah diurus oleh orang lain. Aku berharap mafia itu berbuat baik jika pada dirimu, Ameera. Uh ... seharusnya kau menuruti ucapanku saja agar melamar menjadi model atau artis besar," ucap Daisy sembari mengusap air matanya yang sempat menodai kedua pipi tembamnya.
Sebagai sosok yang sering dinilai kurang cantik dan menarik, mendapatkan teman secantik Ameera menjadi kebanggaan tersendiri bagi Daisy. Rasanya lebih senang, alih-alih iri. Ia bak berteman dengan seorang dewi, dan itu sangat berkesan. Sayangnya, Ameera sudah pergi dan telah menjadi istri dari sosok pria yang tidak sembarangan.
Tepat ketika Daisy hendak merebahkan diri, pintu kamarnya itu justru terdengar tengah diketuk oleh seseorang. Reflek, dahi Daisy berkerut samar, sementara hatinya mulai mempertanyakan. Siapa gerangan yang bertamu di kamar sempitnya malam-malam seperti ini? Apakah kepala pelayan yang akan memberinya tugas tambahan? Ah, tentu saja tidak mau! Daisy menolak lembur di malam-malam begini. Sungguh!
Rasa hati ingin mengabaikan, tetapi ketakutan Daisy akan bayangan kemarahan dari pihak tamu membuatnya langsung bangkit dan membatalkan rencananya untuk segera terlelap. Lantas, ia berjalan menuju keberadaan pintu kamar itu dengan penuh kehati-hatian. Setibanya di tempat tujuan, Daisy berangsur membuka benda yang terbuat dari kayu tersebut dengan gerakan pelan-pelan.
"Ny-nyonya?!" Daisy terpekik, juga tersentak saat mendapati sosok Catarina berdiri tegak setelah ia membuka pintu tersebut. Karena segan dan takut, Daisy langsung menundukkan kepalanya dengan posisi tubuh agak melengkung layaknya sikap para pelayan pada umumnya ketika berhadapan dengan sang majikan. "Se-selamat malam, Nyonya."
Catarina menghela napas, lalu menyerahkan sebuah ponsel untuk Daisy. "Kau merindukan Ameera, bukan?" tanyanya.
Mata Daisy mengerjap detik itu juga. Walau sungkan, ia tetap menganggukkan kepala. "Benar, Nyonya, saya sedang merindukannya."
"Kalau begitu ... hubungi dia." Catarina semakin menyodorkan ponsel itu pada Daisy.
"Mm ...." Perlahan, Daisy mengangkat tangan lalu hendak meraih benda pintar yang diberikan oleh sang majikan.
Namun ... tiba-tiba saja, Catarina menarik pemberiannya lagi, sebelum Daisy benar-benar berhasil menggapainya. "Ada beberapa syarat yang perlu kau turuti, Daisy."
"Sy-syarat?" tanya Daisy terheran-heran, sebab untuk terhubung dengan Ameera saja, harus diiringi oleh beberapa syarat. "Lantas, syarat apa yang Nyonya maksud?"
"Kau masih memiliki adik yang perlu kau beri makan, bukan?"
Daisy menelan saliva. Getir, tetapi ia tetap menganggukkan kepala. "Benar, Nyonya."
"Lindungi adikmu dengan sebaik mungkin, Daisy. Jagalah dia dari bahaya apa pun. Dan salah satu cara yang bisa kau lakukan adalah ... menghubungi Ameera. Bujuklah Ameera agar dia tetap bertahan sebagai istri Tuan Axton tanpa memberontak. Tekan dia agar menerima takdir itu, lalu putuskan hubungan persahabatanmu dengannya, agar dia merasa bahwa dirinya hanya memiliki Tuan Axton seorang."
Daisy tercengang berkat syarat yang diajukan oleh Catarina. Ternyata tidak hanya demi dapat terhubung dengan Ameera, melainkan ada maksud lain dan majikannya itu sampai melibatkan adik satu-satunya. Sepertinya Catarina tahu betul seberapa dekat Daisy dengan Ameera, serta hanya Daisy-lah yang bisa membuat Ameera terpengaruh. Sehingga, wanita paruh baya itu menginginkan jasa Daisy malam ini dengan memberikan ancaman secara halus dengan mengaitkan adik pelayannya tersebut.
Sungguh! Daisy tidak bisa melakukannya. Ia pasti akan kehilangan sahabat yang paling ia sayangi. Namun, di sisi lain, Daisy juga harus melindungi adiknya atau bahkan keluarganya yang lain.
***
Ameera berlari dengan cepat untuk menuju ruang tengah dari mansion tersebut setelah pelayan pribadinya mengatakan bahwa Daisy sedang menelepon. Dan ternyata ponsel yang dihubungi oleh Daisy adalah ponsel milik Justin, kaki tangan terbaik dari Axton Axelcen, yang membuat Ameera langsung berdiri kaku dan ragu-ragu.
"Ambil saja, Nona," ucap Justin ketika Ameera tidak segera merampas ponsel itu dari tangannya.
Sungkan, Ameera mengangguk. Detik berikutnya, ia lantas meraih ponsel itu dari telapak tangan pria pemilik netra biru tersebut.
"Halo, Daisy!" pekik Ameera sesaat setelah menempelkan ponsel di daun telinganya. "Kau? Kau apa kabar?"
"Ameera, dengarkan aku!" ucap Daisy tanpa basa-basi. "Bertahanlah di tempat itu. Jadilah istri yang baik untuk Tuan Axton. Kau tahu, bukan, dia sangat kaya? Jangan pernah melakukan satu pun kesalahan dan layani dia dengan baik!"
Dahi Ameera mengernyit. "A-apa maksudmu, Daisy? Mengapa tiba-tiba?"
"Maksudku jangan pernah berharap untuk bisa terbebas dari tempat itu dan jangan libatkan aku. Kau tahu, hidupku semakin susah jika kau terus membuat masalah dengan Tuan Axton. Kau adalah kau, aku adalah aku. Kita tidak memiliki hubungan apa pun, selain mantan rekan kerja, Ameera."
"Apa?! Tunggu dulu. Apa Axton membuatmu kesulitan, apa dia—"
"Tidak. Tapi kau-lah yang membuatku menjadi seperti ini, Ameera. Kau melibatkanku. Kau cengeng dan aku yang disalahkan. Jika kau memang masih merasa iba padaku, tetap diamlah di tempat itu, jadilah istri yang baik dan jangan membuat kegaduhan, Ameera. Semua orang bisa terlibat karena ulahmu."
"Da-daisy!"
"Kau seharusnya berpikir bahwa suamimu bukan orang sembarangan yang bisa membahayakan orang-orang sekitarmu, Ameera! Jika kau sedikit saja membuat kesalahan. Dan aku benci dilibatkan! Jadi, aku harap kau mulai menjadi istri yang baik sekarang, berhenti membuat aku, ibumu, dan pelayan di rumah ini kerepotan! Kau ... bukan orang penting lagi bagi kami, Ameera. Jadi, tolong ...."
Klik! Bunyi itu terdengar saat Daisy mendadak mematikan panggilan tanpa mengucapkan kata pamit sedikit pun. Sementara Ameera masih tercengang, tidak percaya, dan bingung. Ada apa dengan Daisy? Mengapa wanita yang sempat ingin menjadi pelayan pribadinya tiba-tiba saja bisa berucap sekejam itu? Daisy mengorbankan Ameera, agar dirinya tidak terlibat dengan Axton sang mafia?
Justin menghela napas, dan ketika merasa jengah, ia lantas merampas ponselnya dari tangan Ameera. Setelah itu, ia memperhatikan ekspresi Ameera yang masih linglung. Ia sendiri pun mendengar semua ucapan Daisy, karena jarak keberadaannya dengan Ameera sangat dekat, sehingga suara Daisy yang bervolume penuh di ponsel itu sampai ke telinganya.
"Apa yang dia katakan benar, Nona. Jika Anda membuat sedikit kesalahan, orang lain akan menjadi taruhan. Termasuk kami, bawahan Tuan Axton sendiri. Saat Anda berusaha kabur pun, salah satu bawahan yang saya didik sejak masuk organisasi harus mengalami patah tulang parah karena kemarahan Tuan Axton. Jadi, sebaiknya Anda menjaga sikap, Nona Ameera," ucap Justin. Detik berikutnya ia berlalu dari dekat Ameera dan terutama tempat itu.
Ucapan Justin yang berisi fakta baru, membuat Ameera semakin terpuruk. Sepertinya Axton memang tidak main-main. Mafia gila itu bisa membunuh siapa pun jika hatinya dibuat kesal. Namun, mengapa harus Ameera yang bertanggung jawab atas semuanya. Ameera tidak pernah menginginkan pernikahan itu, sungguh! Meski begitu, justru dirinya yang disalahkan oleh beberapa orang, baik Justin maupun Daisy.
"Hmm ... istriku." Tiba-tiba suara Axton terdengar. Pria itu memang terlihat baru masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Axton?" ucap Ameera sembari menatap nanar ke arah suaminya.
Axton menyeringai. "Penampilanmu buruk sekali, Ameera. Seharusnya kau selalu tampil cantik dan menawan jika akan bertemu denganku. Bukankah ... hanya aku yang kau miliki saat ini?"
Pertanyaan itu! Sebuah pertanyaan yang merujuk pada maksud sindiran. Kini, Ameera paham, sepertinya Axton sudah mengetahui pengkhianatan Daisy barusan. Pria itu mungkin sudah berencana untuk menyingkirkan siapa pun dari sisi Ameera, agar Ameera menganggap bahwa hanya Axton-lah yang ia miliki saat ini. Sungguh, pria yang sangat kejam!
***