Chereads / I Love You, My Best Friend / Chapter 28 - Chapter 28 - Hadiah Tak Terduga

Chapter 28 - Chapter 28 - Hadiah Tak Terduga

Dengan halus Mayleen melepaskan tangan Hendrick yang memeluknya dari belakang. Ia menghadap laki-laki itu dengan pandangan lelah. "Aku lelah. Antar aku pulang saja, Hendrick."

Kesedihan terlihat jelas di mata Hendrick. Melihat Mayleen tak memberikan respon padanya membuatnya terluka. Tapi ia tetap mengantarkan Mayleen ke rumahnya.

Mayleen langsung menuju kamarnya setelah ia pergi keluar bersama Hendrick. Ia sama sekali tidak menawarkan Hendrick untuk mampir ke rumahnya. Hanya alasan 'aku ingin tidur' yang ia berikan pada Hendrick. Padahal, ia menangis.

Setelah semuanya yang ia rasakan, mendadak ia merasa takut akan komitmen pada seseorang. Padahal sekarang ia benar-benar sudah mencintai Hendrick. Kerinduannya akan laki-laki itu memuncak, tapi ia tak memiliki keberanian untuk membalas pelukannya tadi atau bahkan mengatakannya.

Hatinya perih. Beberapa kali ia melihat sendiri Hendrick bersama Sera, membuka lukanya kembali menganga. Belum lagi dari pengalaman-pengalaman yang ia rasakan bersama Demico mau pun Steven.

Keinginan untuk melupakan Hendrick selalu ada. Tapi lagi-lagi alam seolah menggagalkannya. Bagaimana pun ia mencoba, pada akhirnya ia akan kembali ke tempat lama.

Bosan dengan kesendiriannya di rumah, Mayleen keluar untuk mencari udara segar. Menyegarkan pikirannya dan menghilangkan jejak tangisan pada wajahnya. Ia tidak ingin membuat dua orang tuanya bertanya perihal apa yang terjadi padanya.

Mayleen mencoba untuk mendatangi rumah Audrey. Walau jauh, ia pikir bukan masalah besar jika ia bisa menganggapnya sebagai jalan-jalan jarak jauh. Tapi sebelumnya ia menghubungi Audrey.

"Kau di rumah?" tanyanya saat sambungan panggilannya dijawab Audrey.

"Yeah. Ada apa, Mayleen?"

"Apa kau keberatan jika aku ke rumahmu?"

"Sangat tidak. Datanglah. Aku akan siapkan snack untuk kita!"

Mayleen tersenyum dan ia pun mematikan panggilannya. Mobilnya melaju pelan sesuai dengan protokol keselamatan dalam berkendara. Memutar musik di mobilnya dengan keras dan menikmati semilir angin yang menerpanya melalui jendela mobil yang terbuka.

Ia sudah mengabari orang tuanya dan kemungkinan mengenai menginap di rumah Audrey. Sementara ia tak ingin diganggu oleh siapapun. Bahkan Ken pun juga ia kabari.

"Oh, tidak, tidak, tidak!" katanya berseru saat ia menyadari air matanya terjatuh. Padahal ia masih mengemudikan mobilnya.

Begitu terasa sepinya dirinya usai semua ini. Suasana lagu yang benar-benar mendukungnya meratapi kesendiriannya. Yang membuatnya menderita adalah perasaannya sendiri. Ketika Demico dan Steven menyakitinya, ia sadar, sebelum mereka, Hendrick sudah melukainya. Tanpa laki-laki itu sadari, tanpa laki-laki itu ketahui.

Bagi Mayleen, belum pernah ia merasa sesakit ini akan cinta. Tapi bagaimana pun, ia menyalahkan dirinya karena semua bermula sejak mereka kembali melakukan seks. Sejak saat itu, semuanya kembali. Perasaan untuk Hendrick yang sudah ia lupakan muncul hingga saat ini.

Ponselnya berdering. Ia melihat nama yang tertera di ponselnya. Hendrick. Tapi Mayleen tak ingin menjawabnya. Jadi ia membiarkan benda pipih miliknya itu berdering di temani lagu yang sedang berputar.

Lalu sesaat kemudian ponselnya berhenti berdering. Tapi tidak saat itu saja. Setelahnya Hendrick menghubunginya terus menerus. Seakan panggilan itu penting. Tapi Mayleen tahu bahwa itu adalah cara Hendrick meminta maaf.

Akhirnya, Mayleen mengecilkan suara lagunya dan menjawab panggilan dari Hendrick.

"Ada apa, Hendrick?" tanyanya kesal.

"Kau di mana? Aku membutuhkanmu."

"Ada apa?" sekali lagi Mayleen bertanya.

Hendrick tampak diam di seberang sana. Namun Mayleen tetap mencoba menahan diri dan siap mendengarkan sesuatu dari Hendrick jika ia diam seperti itu.

"Mayleen ... Sera hamil."

***

Audrey menatap temannya yang datang-datang sudah menangis dan tak berhenti. Berkali-kali ia mengusap punggung Mayleen dan memberikan air mineral agar ia segera berhenti dan menceritakan apa yang terjadi padanya.

Ia duduk di hadapan Mayleen seraya memakan camilannya. Hingga suara tangisan Mayleen mereda, Audrey siap mendengarkan cerita temannya.

"Hendrick ... " ucap Mayleen menggantungkan ucapannya.

"Ada apa dengannya?"

"Kau tahu, aku tadi ke sini tidak menangis. Tapi, dia tiba-tiba meneleponku ... dan mengatakan bahwa Sera hamil," jelas Mayleen pada Audrey.

Mata Audrey membelalak terkejut. Ia tidak berpikir bahwa Hendrick akan menghamili kekasihnya. Walau pun ia tahu, risiko dari seks adalah hamil, tapi sekali lagi ia tidak berpikir bahwa Hendrick akan menghamilinya.

"Sepertinya ia tidak menyadari akan kehamilan itu," kata Audrey mencoba menghibur Mayleen. Ia tahu hubungan seperti apa antara Mayleen dan Hendrick. Tentu saja ia juga tahu bahwa Mayleen menyukai sahabatnya itu.

Mayleen menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Tapi mendengarnya membuatku semakin sakit, Audrey," kata Mayleen.

Audrey, dengan sikap keibuannya pun memeluk Mayleen. Ia tahu temannya terguncang hebat. Setelah disakiti, lalu semakin disakiti lagi. Alhasil, rasanya perih dan tak ada yang bisa mendeskripsikannya.

"Kau datang untuk bersenang-senang, bukan, sebelum kembali bekerja ke kantor baru?" tanya Audrey.

"Ya. Itulah yang sedang kulakukan."

"Kalau begitu, tinggalkan dulu semua itu. Mereka bukan masalah yang harus kau pikirkan, jadi, gunakan waktumu sebaik mungkin."

***

"Kalau gitu, kita menikah," kata Hendrick setela ia mengatakan pada keluarganya bersama Sera yang hanya diam.

Olive dan Rob hanya diam. Wajah Olive terlihat kecewa dengan apa yang anaknya lakukan terhadap anak orang. Walau tahu bahwa anaknya pasti bertanggung jawab, tapi Olive tidak begitu suka dengan Sera.

"Bagaimana denganmu, Sera? Apa kau mau mengatakan sesuatu? Tentu saja ini juga kesalahanmu, bukan hanya Hendrick," tanya Olive.

"Mom! Aku yang menghamili-"

"Aku bicara padanya, Hendrick. Biarkan dia mengeluarkan gagasannya. Dan tentu saja ini kesalahan kalian berdua, bukan satu pihak saja," potong Olive tegas.

Sera menatap Olive dan Rob bersamaan. Wajahnya menyiratkan ketakutan. Mata dan hidungnya sudah memerah, menahan tangisan.

"Aku tidak ingin menikah. Tapi aku mau anak ini dibesarkan dengan kasih sayang Ibu dan Ayahnya. Aku ... belum siap menikah," kata Sera menjelaskan.

Hendrick terkejut dengan pernyataan Sera. Ia menatap wanita itu dengan pandangan 'apa kau bercanda?' Sera pun membalas tatapan Hendrick. "Itu yang kuinginkan, Hendrick. Aku tidak ingin menikah. Kupikir menikah itu sesuatu yang sangat serius dan sakral. Dan aku belum siap ke arah sana," katanya.

"Jika itu maumu, maka kami akan melakukan yang terbaik. Bagaimana pun, anak yang ada di rahimmu adalah cucu kami," ujar Olive.

Hendrick frustasi. Ia mendadak membanting vas bunga di meja itu. Membuat semua terkejut.

"Hendrick! Jaga sopan santunmu!" teriak Rob bersuara.

"Aku perlu waktu sendiri!" ucap Hendrick lalu keluar rumahnya.

Sera mengejarnya dan menahan tangannya saat mereka di depan rumah. "Hendrick, tunggu!"

"A-aku mencintaimu, Hendrick. Aku ingin kau tetap tinggal, tapi aku bersungguh bahwa aku memang tidak ingin menikah. Aku-"

"Yeah, katakanlah sesuka hatimu. Kau membuatku muak!" seru Hendrick untuk kali pertamanya bersikap kasar pada Sera, lalu pergi dari hadapannya.

"Oh, kau tenang saja. Aku sudah mengatakan lebih dulu pada orang tuamu dan akan bertanggung jawab. Tapi biarkan aku sendiri dulu dan jangan mengganggku!" kata Hendrick sebelum ia benar-benar pergi darinya.