Chereads / Pasangan Beda Usia / Chapter 34 - Bab 32

Chapter 34 - Bab 32

Sementara Marlon sibuk membongkar isi lemari Belle hanya diam mengawas, tidak tertarik sedikit pun mencari gaun terbaik untuk hasil maksimal di dalam pemotretan keluarga besar Exietera. Di saat Marlon sudah menemukan kemeja pilihannya, gadis itu tetap masa bodoh. Ah, entahlah! Rasanya Belle tidak minat melakukan apa-apa. Panggilan William saja sejak tadi dia abaikan, anaknya itu menjadi lebih cerewet setelah pindah.

Apalagi mereka tidak mempekerjakan pembantu, kesibukan Belle bertambah dua kali lipat semenjak tinggal di kota. Faktanya berada di gubuk lebih santai daripada hidup di singgasana megah. Melebarkan selimut, Belle bergelung manja saat kepalanya sedikit pusing. Membenahi mansion versi kerajaan ternyata sangat melelahkan. Untung saja paman Marlon tidak begitu rewel, kalau tidak dia pasti akan kewalahan.

"Apa kau sakit?" tanya Marlon sambil memeriksa dahi Belle, dia khawatir.

"Nggh, tidak, aku hanya kelelahan."

"Kau tampak tak bersemangat, Bell, aku panggilkan dokter ya, tentu kita bisa batalkan pemotretan jika kau ..."

"Tidak, Paman, sungguh aku tak apa. Kau urus saja pakaianmu juga anak kita, aku bisa melakukannya sepuluh kali lebih cepat dari kalian berdua."

Meski ragu akhirnya Marlon setuju dengan saran Belle, dia menyiapkan semua secepat mungkin ditambah mengurus pakaian William. Ketika hampir selesai Marlon pun melapor kepada Belle yang setengah tertidur. Menyampaikan bahwa mereka siap.

Menegakkan badan di hadapan Belle, Marlon memberikan hormat, dan berkata dengan tegas. "Lapor sayang! Kita sudah siap, sekarang giliranmu."

Dengan ogah-ogahan Belle bangkit, di depan cermin dia membenahi rambut sebentar lalu menggelungnya tinggi. Mengambil lipbalm di ujung meja, dia menyapukan sedikit pada bibir agar tampak lembap. Belle berbalik dengan senyum lebar, tidak begitu mencolok memang, bahkan dia hanya mengenakan daster keunguan karena malas mengganti baju. Ketika paman Marlon melongo tak percaya, William sudah menarik-narik tangan Belle menuju garasi. Tidak sabar. Di mana lelaki itu membuntuti sebelum sempat berkomentar atau mendesis.

Menyalahi penampilan istrinya yang seperti hedak perang di dapur, tetapi menatap keantusiasan anak mereka membuat paman Marlon mengalah. Tidak keberatan asal gembira. Maka dari itu Marlon membiarkan. Mungkin Belle sedang mencoba tampil beda. Atau bila perlu dirinya dan William harus buka kemeja saat pemotretan berlangsung. Pasti sangat kompak.

"Mom, William mau nikah."

"Iya Sayang, nanti yaa."

"William mau sekarang Mom, kayak Ayah Liam, huhuhu."

Astaga! Dari tadi Belle sudah pusing, ditambah mendengar tangis William rasanya kepala seperti ingin pecah. Di kursi kemudi paman Marlon menoleh sekilas, lalu menggenggam tangannya seolah memberi kenyamanan. Selagi William merengek tidak jelas, tangan Belle terus membelai pipi sang anak. Hingga mobil mendarat di halaman studio, bertemu dengan dokter Liam yang kebetulan juga baru datang. Si kecil langsung lonjak-lonjak di dalam gendongan lelaki itu, sedang Marlon dan Belle mendahului keduanya.

"Nanti kami menyusul," tutur dokter Liam sambil membawa William ke arah gerobak penjual es lolipop.

"Ambil saja!" balas Belle dengan cuek, mendengar itu Marlon pun terkekeh.

Tak lama dokter Liam datang, mereka langsung atur formasi, Gloe maupun Rose tidak aneh lagi melihat tampilan Belle. Keduanya cukup memaklumi, Miller juga demikian. Di depan dokter muda itu mengarahkan kamera dengan cermat, mencari sisi angel yang pas.

"Oke, tahan sebentar ya, mulai kita hitung mundur dari satu, dua, tiga."

Cekrek!

Keluarga yang sempura.

Keesokan harinya ...

Dengan cermat Belle memasang dasi yang paman Marlon kalungkan dari kamar. Menyimpulnya begitu singkat, kemudian balik arah ke meja makan. Menyiapkan sarapan William, bolak balik, sesigap mungkin hanya untuk mengecek masakannya tidak gosong. Beginilah rutinitas di pagi hari Belle, dia ketar ketir mengurus semuanya sampai paman Marlon dan William berangkat. Melelahkan bukan? Tapi gadis itu cukup menikmati, lelahnya terbayar ketika melihat kedua orang yang dia sayangi tersenyum manis.

Saat William sudah beres, Belle berjongkok memakaikan sepatunya, kebetulan siang ini dirinya dituntut hadir di acara tahunan yang megah. Karena paman Marlon ada meeting, jadi Belle datang lebih dulu, sedang beliau akan menyusul saat istirahat.

"Sayang, sebentar ya, Mom siap-siap." Dengan lihai Belle menyapu rambut panjang William hingga klimis, lalu beranjak setelah melirik pamannya.

Hanya mengenakan jumpsuit belang Belle keluar, tanpa bedak apalagi alis berukir, tidak, itu bukanlah tipenya. Ditambah waktu mepet sehingga ibu satu anak itu tidak bisa berleha-leha. Penampilannya cukup sederhana. Di halaman paman Marlon dan William sudah menunggu, wajah mereka pun langsung berseri melihat sosok Belle. Tanpa pikir panjang mereka masuk ke mobil, dan ban melesat cepat di aspal.

Ketiganya memasuki halaman sekolah sesaat acara baru dimulai, kini waktu telah menunjukkan pukul 10 lebih. Di mana seharusnya paman Marlon siap membuka pertemuan, tapi dia masih menyempatkan diri mengantar Belle juga William sampai di tempat acara.

"Aku tinggal ya, istirahat nanti aku usahain datang kalau tidak handle."

Belle mengangguk sekali, lalu meraih tangan kasar paman Marlon, mencium punggungnya dan tersenyum manis.

"Hati-hati di jalan."

Selepas kepergian paman Marlon, Belle menggandeng William mencari tempat duduk. Tepat di barisan depan, bersebelahan dengan seorang wanita muda yang memangku gadis kecil. Di saat wanita itu menoleh, Belle sempat mengerjap melihat uluran tangannya yang sedang menunggu. Tidak hanya cantik ternyata dia juga sangat ramah.

"Barbara," katanya sambil tersenyum ramah, memperkenalkan diri.

"Eum, Belle."

"Senang bertemu denganmu, kuharap kita bisa menikmati acaranya sampai tuntas, ini pertama kalinya aku melihat seorang kakak yang bersedia menemani adiknya menghadiri acara sekolah." Barbara masih tersenyum lebar. Wanita di depannya sangat cantik, bahkan Belle merasa iri dengan keramahannya.

Karena Belle sendiri merasa tak bisa seperti dia, bahkan sudah mengajak bercanda. Masa disangka kakaknya William sih? Aduh, konyol sekali.

"Hahaha, kau bercanda, King William putraku, anak kandungku." Tak ayal tawa Belle pecah, sontak membuat wajah cantik di sebelahnya pias.

"Ah, maaf, aku tak tahu."

"Iya tak apa, kau memang benar sih, aku menikah terlalu muda, hehehe."

Akhirnya Belle mengakui, kedua ibu muda itu pun mulai akrab bercerita mengenai kesibukan masing-masing, juga kegiatan anak mereka yang kini saling tatap mencari tahu. Tanpa ada yang memulai menyapa. Hingga host datang membuka acara. Seluruh tamu langsung fokus ke depan, kecuali Belle sibuk membenahi seragam William.

Kendati bocah itu mendapat formasi sebagai panduan suara, maka setelah William naik ke atas pentas bersama teman-teman lainnya Belle langsung berkeringat dingin. Rasanya campur aduk antara bahagia dan tegang. Tapi perasaan haru lebih mendominasi. Di barisan paling depan Belle memeras tangannya berharap cemas, menatap ke arah William dengan amat bangga.