Chereads / I DON'T BELIEVE MY DESTINY 1 / Chapter 17 - Persahabatan

Chapter 17 - Persahabatan

" Gress, cepat lah bangun..., kau harus berkerjakan?" Teriak Verlita kepada Gress yang masih tergeletak nyenyak di kasur empuk nya

" Hm..., aku benar-benar masih mengantuk"

" Gress..., kau tidak mau kehilangan pekerjaan yang sudah setengah mati kau dapatkan kan?"

" Verlita.. apa sebaik nya aku menjadi peramal jalanan saja? Ini lebih mudah di bandingkan bekerja dengan susah payah" Gress duduk di atas ranjang nya dengan mata tertutup dan masih memeluk guling

" Berikan aku gayung" Tentu saja Verlita tidak berbicara kepada Gress, alih-alih berbicara kepada Gress yang masih setengah sadar, ia memilih berbicara kepada teman tak telihat nya. Verlita melebarkan tangan sebelah kanan nya dan membuka lebar telapak tangan nya dan seketika itu juga, tepat di telapak tangan nya yang terbuka gayung itu perlahan turun ke telapak tangan nya, Verlita menatap Gress sambil menaikan sebelah alis nya.., tangan nya mengengam erat gayung tersebut dan mengayunkan nya dengan cepat dan kuat.

BRUAKKK.....

" AKHHHH....." Teriak Gress pada saat gayung itu tepat mengenai kepala nya dengan kuat, ia mengosok-gosokan kepala nya dengan sangat cepat sambil menatap tajam ke Verlita

" Jangan bercanda !!!! apa kau sudah benar-benar bangun sekarang? Dan pergi lah mandi"

" Kau tau.. ini sangat menyakit kan" Gress segera mengambil pakaian nya dan segera menuju kamar mandi sambil mengerutu kecil tidak jelas apa yang ia gerutu kan

" Dengan begitu, kau baru sadar.., jangan bicara yang aneh jika kau belum benar-benar sadar apa yang kau katakan, jangan pernah berpikir karena aku tidak tau penderitaan mu , maka aku berteriak kepada mu, aku tau...rasa nya. Kalau bukan aku yang menghabiskan uang ayah ku, maka nenek sihir itu yang akan menghabiskan nya, karena itu... aku tetap bergantung kepada keuangan ayah ku"

" Owh.. maafkan aku" Jelas Gress dalam kamar mandi, terkadang ia ingin sekali menyerah dan mengunakan kekuatan yang ia punya untuk mendapatkan uang, tentu nya lebih mudah dan cepat. Terutama embel-embel Sen sebagai keluarga peramal yang terkenal,namun ia harus berjuang untuk lepas dari embel-embel yang menghancurkan diri nya, ia harus membuktikan.. ia bisa tanpa embel-embel keluarga nya. " Terimakasih" Lanjut Gress.. yang menyadari.. jika dia tidak boleh menyerah sekarang, dan ia juga menyadari jika jalan yang ia lalui.. pasti nya tak kan mudah dan sangat berat.

" Verlita...., Gress" Teriak Teo di depan pagar rumah Verlita yang masih tertutup rapat , serta para satpam yang memandang penuh kecurigaan terhadap Teo.

" Hei anak muda" Kata seorang satpam yang membuka jendela kecil dari balik pos nya, memandang Teo dari atas sampai kebawah yang dibalas cengiran oleh Teo, setelah puas menditeksi Teo " Kau tidak lihat jarak antara pagar ini hingga kerumah utama?" Menunjuk jarak berdiri Teo kearah rumah tinggi nan kokoh itu, berkisaran 200 meter, mengisyaratkan jika suara nya tidak akan terdengar sampai ke posisi Verlita berada

" Aku tahu kok pak" Masih dengan cengiran khas nya, yang dibalas oleh kerutan dahi oleh semua satpam yang lagi berjaga

" Tuh..." Tunjuk Teo kearah rumah besar itu, terlihat Verlita sedang melambai dari atas balkon lantai 3 rumah nya, yang membuat semua orang lebih terheran-heran kembali, bagaimana suara laki-laki kecil ini dapat terdengar hingga ke lantai tiga " teman ku.. " Lanjut Teo menepuk pundak nya bangga

" Kenapa kau datang pagi sekali? " Tanya Gress, sambil sekali-kali ia menguap

" Ada hal yang harus aku beritahu Gress, penting.." Teo mendekati Gress semakin dekat, hingga ia melupakan keberadaan Verlita di antara mereka, yang hanya menatap mereka berdua semakin dekat sambil mengangguk-anggukan kepala, entah apa yang di anggukan wanita itu

Kenapa jarak kami semakin dekat? Alarm kewaspadaan diri nya mulai berbunyi, jarak ini ... sama sekali membuat nya tidak aman , Gress trus menundukan kepala nya, berusaha menghindari kontak mata antara mereka, jika saja Teo terus maju kehadapan nya.. ia akan dapat menyentuh nya dan membaca segala hal tentang nya

" Berhenti... cukup sampai di situ" Gress mundur beberapa langkah dari Teo " Bicara saja dari jarak segini, kau tidak keberatan kan" Gress tersenyum kepada Teo

Teo diam cukup lama, tersenyum malu-malu sambil mengaruk kepala nya perlahan, ada rasa getaran yang menyenangkan saat memandang Gress tersenyum, suka sangat suka melihat nya.. apa lagi senyum nya

Bletak....

" Bicara yang benar... jangan senyam-senyum tidak jelas seperti itu" Verlita geram dan memukul kepala Teo

" Ah.. iya, aku lupa... aku mau mengingatkan mu. Sekarang sedang ada razia mahasiswa.., sebaik nya jangan pergi dulu ke kelas, untung saja aku dapat bocoran nya dai teman ku yang punya teman dekan, dan punya teman lagi di dalam yang berteman dengan orang-orang penting di dalam nya"

" Dan menurutku , dari persentase kesialan mu, kau pasti akan tertangkap sebagai peserta yang tertangkap" Jawab Verlita sambil kembali mangangukan kepala nya dan terlihat bicara dengan teman-teman kecil nya " Bahkan teman-teman ku mengatakan , kau pasti tertangkap, peluang mu untuk lolos adalah 0.01 persen"

"Apa aku sesial itu?" tidak perlu jawaban yang lama, dengan pasti mereka berdua langsung menganggukan kepala mantap.

*************************************************************************

Jam telah menunjukan pukul delapan malam, namun diri nya masih sibuk berkutat dengan piring-piring kotor , kuali berkerak dan cipratan minyak di mana-mana, ia sibuk membersihkan noda hitam yang menempel di gelas pelanggan, yang mulai berkerak karena terlalu lama di diam kan, walaupun ia di asingkan, tidak pernah ia mencuci begitu banyak nya peralatan makan, sesekali ia menarik nafas dan mengosok sangat kuat agar kontoran tersebut lepas, namun semakin ia mengosok, semakin emosi yang ia rasakan, ia melepaskan gelas itu meletakan nya di wastafel, keuda tangan nya mencengkram erat sisi wastafel karena emosi, ia menatap datar air sabun di depan nya, menarik nafas dalam dan hampir menangis , sementara otak nya berkutat kepada buku-buku yang harus ia baca mala mini juga, karena dalam beberapa hari lagi akan ada ujian di falkutas kedokteran itu.

Ia tidak ingin melewatkan satu pun, di mana semua menjauhi yang di sebut UJIAN, namun ia ingin sekali mengetahui soal-soal ujian yang akan di hadapi para siswa nanti nya, namun ia masih belum selesai juga dalam masalah kotoran yang bertebaran di mana-mana, hingga ia sendiri bingung ingin mengerjakan yang mana dulu.

Kretek... Kretek..

Tek..

Suara itu semakin jelas terdengar, Gress menjadi waspada dan mulai mencari dari mana sumber suara itu berasal, ia menundukan kepala nya dan memperhatikan sumber suara yang berasal dari pintu belakang, tepat terletak di samping wastafel.., maling pikir nya.., ia segera mengambil panci gosong yang berkerak itu untuk berjaga-jaga. Perlahan ganggang pintu itu bergerak dan..

Cekrek...

Pintu itu terbuka perlahan.., hanya ada sebuah tangan yang telihat, Gress menahan nafas nya dalam-dalam dan mulai mengayunkan panci yang ia pegang, pintu terbuka lebar, terlihat sosok laki-laki di depan pintu itu, tanpa menunggu dan melihat siapa lelaki itu, Gress langsung saja melemparkan panci nya ke pada pria tersebut.

" EITTTTS.... " teriak lelaki tersebut menatap panci terbang, dengan cepat ia mengelak nya dengan menjongkok kan tubuh nya, dan panci itu masih terbang menuju seseorang di belakang pria tersebut, aneh nya panci itu sama sekali tidak terjatuh ataupun menyentuh sosok itu, panci itu terbang begitu saja..

" Teo....." Teriak Gress " Apa yang kalian lakukan malam-malam begini?"

" Lebih tepat nya, apa yang kau lakukan Gress? Untung saja aku ini manusia yang beruntung.. bisa hilang ketampanan ku jika panci itu menempel di wajah ku"

" Kau tidak apa-apa Verlita? Dan bagaimana caranya kalian masuk ke sini? Kan terkunci?"

" Ya... aku tidak apa-apa" Menarik panci yang hanya persekian centi dari muka nya, untung saja ada teman-teman nya yang menangkap panci tersebut, kalau tidak... entah bagaimana bentuk muka Verlita selanjut nya. Wajah nya yang rupawan dan sikap nya yang dingin layak nya wanita bangsawan itu akan musnah begitu panci mendarat mulus di wajah nya

" Kami datang untuk membantu.." Verlita melipat lengan baju nya yang cukup panjang

"Youp.., kata teman-teman Verlita kau memerlukan bantuan" Teo memamerkan senyuman khas nya, sambil mengambil kain pel yang berada di belakang pintu belakang.

Gress tidak dapat berkata apa-apa , ia memang memerlukan bantuan , namun ia tidak menyangka teman-teman nya datang membantu dengan senang hati dan tanpa di minta, perasaan terharu , dan rasa syukur menyelimuti diri nya, membuat air mata nya menetes perlahan, setetes , dua tetes, hingga benar-benar terjatuh dengan indah.

" Ya... ya... ya..., apa itu.. jangan menangis, tenang saja.. kami pasti membereskannya , jangan menangis lagi" Cemas Teo sambil mengambil sapu tangan dan memberikan nya kepada Gress

"Bukan karena itu ..." Isak Gress

" Ini pasti gara-gara mu Teo, apa yang kau lakukan pada nya hingga ia menangis?" Tuduh Verlita

" Kesalahan ku? Kesalahan ku adalah... " Kata-kata Teo terputus , ia menatap dalam Gress sambil menelan ludah nya... agar kata-kata selanjut nya tidak terlontar keluar , kesalahan ku adalah mencintai mu..., hampir saja kata-kata itu terlontar dari mulut Teo

Gress mengambil sapu tangan yang di berikan oleh Teo dan mengelap air mata nya " Aku sangat terharu.., terimakasih.. aku punya sahabat yang luar biasa"

Tidak perlu ada kata 'sedarah' untuk menjadi keluarga, dan Gress benar-benar merasakan kehangatan saudara di diri mereka, yang tidak ia dapat kan dari keluarga nya, begitupun Verlita yang merasakan ikatan pertemanan ini melebih apapun, ia tidak lagi merasakan terasingkan, terlihat aneh , ataupun berpura-pura di samping teman-teman nya.

" Ayo kita bersihkan bersama" Senyum Gress, mengawali semua kekacauan di dapur tersebut