Chereads / My First Love Has Amnesia / Chapter 14 - 12 Juni 2006

Chapter 14 - 12 Juni 2006

"Terlalu ribut. Walau gimanapun aku ingin hidup mandiri, apalagi ini adalah hari pertamaku menjadi lebih dewasa daripada waktu masih SD."

Itulah yang dikatakan oleh Rafael. Berhasil membuat Luna semakin mengernyitkan dahinya.

Anak ini aneh. Kenapa dia sangat berusaha untuk terlihat seperti sudah dewasa? Padahal usia mereka juga baru 13 tahun.

"Tapi kenapa kamu masih mengikutiku?"

Rafael tiba-tiba menghentikan langkahnya. Diliriknya gadis yang jauh lebih mungil darinya itu.

"Aku tadi mangajakmu hanya untuk membiarkan Pak Joko meninggalkanku. Aku nggak beneran ingin jalan denganmu," katanya tak lama kemudian.

Luna sedikit memajukan bibirnya. Garuk-garuk tengkuk dengan gugup.

"Abisnya ini kali pertamaku di sini. Aku juga sendiri seperti dirimu, dan aku kebingungan. Itu sebabnya… bukankah lebih baik kalau kita pergi mencari kelas kita bersama—"

"Tak perlu." Rafael menyahut singkat. "Aku ingin sendiri. Lagipula kenapa pula aku harus harus jalan bersama anak perempuan? Nanti malah digosipkan yang aneh-aneh. Banyak teman SD-ku dulu yang juga bersekolah di sini tahu."

"Kenapa pula kita hatus digosipkan? Kita kan bukan selebritis," kata Luna benar-benar tak habis pusing.

"Kamu hanya nggak tahu saja… kalau aku ini sangat populer. Di sekolahku yang dulu aku ini nggak kalah sama selebritis tahu."

Luna merapatkan bibirnya untuk menahan tawa. Walau pada akhirnya suaranya masih saja terdengar. Sementara itu Rafael memandangnya dengan sedikit dingin. Ekspresi tak suka terlihat di wajahnya.

"Kenapa kamu malah tertawa?"

"Siapa yang tertawa?"

Luna menyahut sambil menggelengkan kepala, namun bibirnya masih berusaha menahan kekehan.

"Jelas kamu lagi tertawa," kata Rafael tak terima. "Kamu mengejekku ya?"

"Ho… abisnya kamu narsis banget tahu nggak? Kenapa bisa-bisanya kamu dengan percaya diri bilang kalau kamu itu selebritis? Benar-benar lucu."

"Asal kamu tahu kalau aku memang sepopuler itu di sekolah lamaku."

Luna mengangkat bahunya.

"Sudahlah. Nggak penting. Lebih baik aku jalan duluan daripada mendengarkan omong kosongmu itu."

"Aku benar-benar tak bercanda tahu. Aku memang sepopuler itu di sekolahku yang lama karena aku ini kaya dan tampan."

"Lihatlah betapa percaya dirinya dirimu. Hahaha lucu sekali."

Pada akhirnya mereka tetap sampai di kelas masing-masing dengan beriringan. Karena Rafael yang tak terima, terus mengejar Luna untuk menjelaskan maksud ucapannya tadi. Namun Luna tak mau mendengarkan semua itu dan hanya terus berjalan. Sehingga membuat pertemuan pertama mereka dipenuhi oleh omelan dari Rafael.

***

12 Juni 2006.

Dear Diary,

Halo… salam kenal namaku Aluna Cantika. Mulai sekarang anggap kita berteman karena aku akan bercerita padamu tentang keseharianku.

Oh ya, hari ini adalah hari pertamaku masih SMP. Sejujurnya terasa sedikit gugup dan menakutkan karena aku tak punya satu teman pun yang juga bersekolah di sana, namun lama-lama mulai menjadi menyenangkan. Aku bahkan dapat melihat Kak Leo yang dari jauh melambaikan tangan saat melihatku.

Tapi omong-omong hari ini ada kejadian lucu. Pagi-pagi sekali saat melewati gerbang, aku melihat ada anak laki-laki yang terus menolak kehadiran sopirnya untuk masuk ke dalam. Anak itu tiba-tiba menarikku lalu memperkenalkanku sebagai temannya kepada Pak sopir itu. Dia bilang kami ini teman satu sekolah, serta sekarang juga ditempatkan di kelas yang sama.

Karena tak ingin rumit serta anak itu terus berusaha untuk memberi kode padaku, akhirnya kuputuskan untuk membantunya. Aku mengiyakan semua kebohongan itu. Yang akhirnya membuat Pak sopir pun akhirnya menyerah, sehingga akhirnya anak itu mendapatkan keinginannya.

Anak itu aneh. Dia terus berlagak sok dewasa dari cara bicaranya, namun entah kenapa hal itu tidak membuatnya terlihat keren. Bagiku malah dia terdengar seperti orang aneh saat dia bilang kalau dia itu adalah seorang calon pengusaha sukses seperti Ayahnya. Tentu aku bukannya mengejek impiannya, hanya saja menurutku lucu saja karena sangat berapi-api ketika mengatakannya.

Selain itu hal yang lucu lainnya adalah karena pemuda itu sangat narsis. Sejak bicara dengannya, entah berapa kali aku mendengar dirinya membanggakan soal penampilan serta kekayaaan orang tuanya. Dia bahkan mengaku sebagai selebritis di sekolahnya yang lama.

Bukankah itu lucu? Kenapa remaja berusia 13 tahun itu senang sekali membual? Bukankah aneh karena dia menyombongkan dirinya dengan cara sangat yakin begitu? Kutebak dia pasti berasal dari kalangan kaya yang sangat dimanjakan oleh keluarganya. Karena kesan yang muncul dari dirinya benar-benar seperti itu.

Omong-omong dia memiliki nama yang bagus. Rafael Abraham. Dia berasal dari kelas 7A, di mana katanya di sanalah ditempatkan para anak baru paling unggul dan berbakat di antara para siswa yang baru bergabung hari ini. Sementara diriku? Aku harus berpuas diri dengan ditempatkan di kelas 7E.

Tapi walaupun bertengkar, omong-omong tadi sebelum pergi Rafael memberikan permen lollipop rasa mangga kepadanya. Rafael bilang itu adalah caranya untuk mengucapkan terima kasih atas bantuanku yang tadi. Lihat bukan, anak itu sangatlah aneh. Tidak ada yang mengerti jalan pikirannya itu.

***

"Mungkinkah ini akan berhasil?"

Luna langsung menggumamkan itu setelah membaca lembaran paling utama dari buku hariannya. Selesai bernostalgia mengingat kenangan lama, kini dia harus kembali berfokus dengan masa lalu. Dengan cara untuk menyelesaikan misinya terhadap Rafael, agar bisa mendapatkan uang.

"Rafael pernah bilang kalau pertemuan pertama kami cukup berarti dalam progres hubungan kami dulu. Dia bilang kalau perdebatan di antara kami membuatnya sering senyum-senyum sendiri saat mengingatnya. Karena dia bilang aku terlihat sangat lucu dan imut saat menyindirnya."

Sontak pipi Luna jadi sedikit panas. Canggung sekali memikirkan hal itu lagi saat mereka sudah dewasa. Apalagi karena kisah itu sudah lama terlupakan olehnya.

"Tapi mau bagaimana lagi? Aku harus melakukan ini untuk mendapatkan uang tiga ratus juta itu. Hanya itu yang penting sekarang."

Luna menepis pemikiran itu, lantas membuka halaman baru dari agenda miliknya. Ia pun mulai menulis: 'Taktik untuk memancing ingatan pertama Rafael. Satu, membuatnya ingat kembali saat-saat pertemuan pertama kami dulu. Hal-hal yang paling berkaitan: selebritis di SD dan lollipop.'

Luna menganggukkan kepalanya setelah menulis hal itu. Ia merasa puas dan yakin dengan rencananya sejauh ini.

"Walaupun sebenarnya Bu Bertha menyuruhku untuk tidak mulai melakukan misi dulu sebelum Rafael benar-benar percaya denganku, tapi aku akan mulai merancang hal-hal yang akan kulakukan. Sehingga dengan begini… aku tidak akan keteteran nantinya."

Luna memandang kembali daftar yang dia buat. Kembali merasa bangga pada dirinya sendiri.

"Ya. Aku memang tidak tahu kehidupan seperti apa yang telah Rafael alami setelah kami putus sejak 18 tahun yang lalu. Namun yang pasti… waktu bersamaku memang banyak hal-hal berarti yang kami lalui bersama. Walaupun tanpa uang, aku dengan bangga bilang kalau aku pernah membuat pemuda itu bahagia. Sehingga sekarang, saat kejadiannya sudah begini, aku berjanji kenangan denganku dulu akan menyembuhkannya. Aku pasti bisa membuat pikirannya kembali terbuka, sehingga akhirnya kembali mendapatkan ingatannya."

***