Sesaat sebelum Luna sampai di tempat Rafael berada, wanita yang bersamanya itu tampak berdiri dari tempat duduknya yang terletak di samping Rafael. Lantas dia pun melenggang ke arah dirinya. Membuat Luna tanpa sadar menelan ludah. Merasa sedikit minder dengan kecantikan dan bentuk tubuhnya.
'Wah, jadi ini calon istrinya Rafael. Cantik sekali. Bu Bertha juga selalu membanggakan tentang dirinya yang terpelajar dan berasal dari keluarga yang berada.' Luna bergumam tanpa sadar.
Hingga akhirnya tak lama kemudian mereka sampai di titik di mana harus berpapasan. Luna memperlambat langkahnya saat pelayan di depannya melakukan hal yang sama terlebih dahulu. Bahkan tanpa sadar ikut sedikit merunduk saat wanita itu membungkukkan badan.
"Langsung saja ke sana ya. Rafael udah menunggu," kata wanita itu kepada pelayan.
Mata mereka bertemu setelah itu. Luna mencoba bersikap sopan dengan tersenyum padanya, namun wanita itu hanya memberikan tatapan datar. Lantas tak lama kemudian malah buang wajah dan melewatinya begitu saja. Berjalan ke arah rumah.
'Dia terlihat tak menyukaiku. Apa dia sebenarnya tahu siapa aku?' Luna bergumam tak nyaman. 'Ya. Bu Bertha mungkin telah memberitahukan padanya. Aku paham mengapa dia terlihat dongkol. Wanita normal mana yang rela melihat calon mertuanya sengaja membawa cinta pertama tunangannya ke rumah? Baginya aku mungkin adalah sebuah ancaman – walau dia tak seharusnya melakukan itu. Aku tidak akan pernah menggoda atau berbuat macam-macam pada Rafael. Kami hanya masa lalu.'
Luna pun memilih menepis pemikiran itu saat mereka semakin mendekati Rafael. Di mana lagi-lagi Luna sibuk mengagumi lagi. Kali ini terpaku pada pria itu.
Apa Rafael setampan ini biasanya? Maksudnya, tentu saja dia selalu terkenal rupawan selain hartawan. Namun… mungkin ini efek karena sudah lama tak bertemu sehingga rasanya pria itu lebih mempesona daripada sebelumnya. Apalagi karena ia memiliki proporsional yang lebih bagus dan berisi layaknya pria dewasa, walaupun masih ada tanda-tanda dia masih lemah karena pengaruh kecelakaan parah yang menimpa dirinya.
"Permisi, Tuan. Ini saya bawakan asisten baru Anda. Seperti yang Anda perintahkan tadi."
Pria itu akhirnya mengangkat wajah dari kertas gambar di tangannya, sehingga untuk pertama kalinya mereka bertukar pandang. Luna menelan ludah tanpa sadar. Merasa gugup dengan kontak mata singkat itu.
'Dia tak mungkin mengingatku, kan? Ya. Tidak mungkin.'
Dengan sorot mata datar seakan tanpa emosi itu, Rafael beralih kembali pada Asisten Rumah Tangga di antara mereka.
"Ya udah sekarang kamu boleh pergi."
Wanita itu mengangguk dengan cepat. "B-Baik, Tuan."
Rasanya ingin sekali Luna menarik tangan wanita itu agar tidak meninggalkannya. Agar dia tetap berada di sini di antara mereka, atau mungkin membawanya turut serta. Karena ternyata keadaannya tidak terlalu nyaman. Dengan sikap pria itu yang lebih dingin daripada es.
Namun apa yang bisa dikata? Pelayan itu tetap pergi sesuai dengan perintah yang diberikan padanya, menyisakan hanya dirinya dan Rafael di pondokan yang terletak di taman belakang rumah mewahnya itu.
Hening.
Itu yang terasa. Karena kini Rafael kembali sibuk dengan gambar di tangannya. Mengabaikan Luna yang berdiri mematung seperti orang bodoh saja di hadapannya.
Selanjutnya bagaimana?
'Perkenalkan diri kamu. Sapa beliau dengan sopan.' Lagi-lagi Luna hampir tersentak begitu mendengar seseorang berbicara di telinganya. 'Oh ya, naikkan sedikit kacamata kamu agar kami bisa melihat wajah Tuan Rafael.'
Gadis itu mengangguk tanpa sadar, lalu menaikkan sedikit kacamatanya yang sempat melorot. Mengarahkan kamera yang tertanam di sana agar lebih fokus pada sang CEO muda.
"Selamat siang, Tuan. Izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Aluna Cantika. Mulai dari hari ini, saya akan menjadi asisten pribadi yang akan melayani Anda."
Luna mengatakan semua itu dengan nada yang setenang mungkin. Lalu sedikit membungkukkan kepalanya kepada pria itu, untuk memberikan hormat padanya.
"Apa ijazah kamu?"
Untuk pertama kalinya Rafael berbicara padanya, walaupun masih dengan tidak menatap kedua matanya.
"S-Saya… saya lulusan manajemen dari Singapore University, Tuan."
Rasanya masih tak terbiasa mengatakan kebohongan. Namun mau bagaimana lagi.
"Pengalaman kerja sebelumnya?"
"Sebelumnya saya menjadi sekretaris Wakil Presiden Direktur dari Gerald Teknikindo, Tuan."
"Gerald Teknikindo?" Rafael sedikit mengernyitkan dahinya. "Perusahaan apa itu?"
"Gerald Teknikondo adalah sebuah perusahaan dalam negeri yang bergerak di bidang manufaktur di bidang otomotif, Tuan. Perusahaan tersebut berpusat di daerah Tanggerang, di mana dulu saya juga ditempatkan di sana."
"Kalau kamu sebelumnya bekerja sebagai asisten dari seorang Wakil Direktur, bukankah itu artinya kamu memiliki posisi yang cukup bagus. Tapi kenapa pada akhirnya kamu keluar dan malah melamar menjadi asisten saya?"
"Saya berhasil menyelesaikan kontrak saya selama tiga tahun di sana, Tuan. Saya sangat menyukai dan menghargai pengalaman saya bekerja di tempat itu, namun saya ingin menantang diri saya lagi untuk mencari tempat lain yang lebih baik dan cocok buat saya. Sehingga itu sebabnya saya ada di sini."
Apa jawaban dan sikap tubuhnya dianggap baik? Luna tak tahu pasti. Namun itulah yang didiktekan oleh operator yang bertugas di telinganya. Dia mencoba untuk mengutarakannya, sambil berusaha memasang sikap tubuh sebaik mungkin.
Namun Rafael malah terdiam setelah itu. Dia hanya sedikit menunduk sambil terus mengerjakan gambarnya yang sebenarnya terlihat amburadul. Karena dari dulu pemuda ini sebenarnya memang tidak berbakat sama sekali di bidang seni. Dia sangatlah payah.
Tapi omong-omong kenapa Rafael bersikap begini setelah mendengar jawabannya ya? Apa artinya? Jangan bilang kalau dia tak puas, lalu kemudian menyuruh Bertha untuk menendang Luna agar segera keluar dari rumah ini?
"Dari mana kamu mendapat tawaran pekerjaan ini?" tanya Rafael lagi setelah beberapa saat.
Hening.
Tak hanya dirinya, namun juga pihak operator. Apakah mereka tak menyangka kalau Rafael akan menanyakan itu? Seharusnya kan sudah, karena ini termasuk hal basic.
Tapi apa yang harus dia jawab? Karena tak mungkin kan Luna berterus terang kalau Bertha menawarkan pekerjaan ini untuk membantu pemulihannya dari amnesia, bukan? Tidak mungkin.
Kalau begitu Luna harus menjawab apa?
"Saya mendapatkan rekomendasi, Tuan."
Luna akhirnya mengatakan sesuatu yang kembali didiktekan oleh pihak operator.
"Anda mungkin tak ingat, tapi Ibu Anda berhubungan baik dengan Wakil Presiden dari Gerald Teknikindo, Tuan. Begitu juga hubungan saya dengan beliau, sehingga penyelesaian kontrak saya sebagai sekretaris beliau berjalan dengan lancar. Jadi ketika Ibu Anda hendak mencari asisten untuk putranya, beliau meminta rekomendasi dari Wakil Presiden tadi. Sayalah yang kemudian beliau rekomendasikan. Itulah alasan kenapa akhirnya saya terpilih dan akhirnya ada di depan Anda seperti ini."
Apa kali ini berhasil? Apa Rafael akan menyukai jawabannya? Semoga saja.
***