Chereads / My First Love Has Amnesia / Chapter 6 - Asisten Baru Untuk Rafael

Chapter 6 - Asisten Baru Untuk Rafael

"Raf, Mama punya kabar untukmu nih. Dan Mama yakin… kamu pasti akan sangat senang mendengarnya."

Rafael langsung melirik sang Ibu saat mendengar hal itu. Namun masih saja dengan ekspresi yang datar di wajahnya.

"Apa itu, Ma?"

"Dalam beberapa hari… kamu akan kedatangan seorang asisten yang akan membantu kamu dalam segala hal. Baik itu tentang keseharian kamu, maupun soal kerjaan. Karena menurut Mama udah saatnya kamu mulai melibatkan diri lagi dengan perusahaan. Walaupun kamu belum sepenuhnya berkonstribusi, namun bukankah hal itu akan membantu pemulihan kamu juga?"

Rafael mengernyitkan dahinya. "Tapi bukankah aku sudah punya asisten? Om Wilson?"

"Kamu akan punya dua asisten. Pak Wilson akan tetap mengawasi sebagian besar kegiatan kamu, namun mulai dari sekarang yang akan mendampingi kamu adalah si asisten baru ini. Pokoknya dia akan membantu kamu dalam keseharian kamu."

Entahlah. Rafael tetap saja merasa tak bersemangat. Apalah guna semua itu kalau untuk mengenali dirinya sendiri saja masih tidak bisa.

"Tapi apa maksud Mama kalau aku akan mulai terlibat dengan pekerjaan. Kan Mama dan Papa sendiri yang bilang kalau sebaiknya aku tidak terlibat dengan hal itu dulu. Selain akan menambah beban pikiranku, hal itu juga berisiko untuk rahasia kita. Mama bilang akan gawat kalau sampai orang luar tahu kalau sekarang aku lupa ingatan?"

"Memang. Tapi Mama dan Papa sudah memikirkan solusi dari itu." Bertha tetap menjawab setiap pertanyaan itu dengan tenang. "Mengenai kerjaan, kan kamu sudah bisa mulai beradaptasi lagi dengan kerjaan walaupun masih terbatas? Menurut Mama kamu sudah bisa mulai melihat progres perusahaan sambil mengawasi kerjaannya Gino. Lalu mengenai orang-orang… kamu nggak perlu berpura-pura kenal atau ramah dengan mereka. Karena nyatanya kamu juga terkenal angkuh dan tak mau terlibat dengan karyawan kamu… sehingga kamu nggak perlu memikirkan cara bersikap di depan mereka. Apapun itu… semua itu akan diurus oleh asisten kamu. Dialah yang akan pasang badan buat kamu."

Lagi-lagi Rafael tak mengeluarkan reaksi yang signifikan. Dia hanya terdiam sambil memikirkan semua itu. Masih banyak keraguan dan kejanggalan di hatinya, namun karena Bertha tampak yakin dengan hal itu sepertinya ini bukan masalah. Dia hanya perlu mempercayakan hal ini kepada kedua orang tuanya itu.

"Tapi emangnya siapa asisten itu? Bagaimana Mama sampai menemukannya."

"Mengenai jelasnya kamu bisa lihat saja nanti. Yang jelas… dia adalah orang yang akan sangat membantu kamu ke depannya. Mama yakin dengan dampingan darinya… kamu mungkin akan dapat segera pulih dan kembali seperti dirimu yang semula."

***

Luna menyeka air matanya begitu memasuki toilet yang berada di ruang inap ayahnya. Lantas segera mencuci wajahnya dengan air dari westafel.

Jadi baru saja Luna telah membicarakan semua ini dengan kedua orang tuanya. Sesuai dengan saran Bertha, dia memberitahukan tentang pekerjaan palsu yang mengharuskannya pindah ke luar kota. Dia bahkan juga menunjukkan surat yang ditunjukkan Bertha tadi sebagai bukti.

Haru menyelimuti kedua orang tuanya. Di satu sisi mereka bahagia karena memiliki jalan keluar dari masalah keuangan yang mereka hadapi, namun di sisi lain mereka juga sedih karena harus berpisah. Sehingga itu sebabnya tadi terjadi momen yang cukup mengharukan di antara mereka bertiga.

'Maafkan aku Pak, Buk. Maaf karena aku telah berbohong. Tapi aku janji kalau nanti akan membawa kabar baik bagi kita semua. Aku akan memenuhi misi dari Bu Bertha, lalu membawa pulang uang yang lebih banyak untuk kita. Pada saat itu aku akan mengakui semua kebohongan ini dan minta maaf pada kalian berdua.'

Luna lalu memandang pantulan dirinya di cermin. Tekad terlihat di kedua matanya.

'Mari lakukan ini Aluna. Ayo kita ke rumah Abraham itu, lalu melakukan segala cara untuk memicu kembali ingatan Rafael dengan masa lalu yang kalian punya. Hanya dengan begitu kamu bisa kembali kepada kedua orang tua kamu dengan kepala yang tegak.'

***

"A-Apa, Tante? Bagaimana mungkin Tante melakukan hal seperti itu?"

Serra tampak terkejut. Dia menatap tak percaya Bertha yang baru saja memberitahukan kabar yang begitu mengejutkan dan bahkan terkesan tak masuk akal.

Karena bagaimana tidak? Ibu dari tunangannya itu tiba-tiba berkata kalau dia akan mendatangkan cinta pertama Rafael dulu ke rumah ini. Di mana kemudian gadis itu ditugaskan untuk membantu Rafael mendapatkan ingatannya kembali, dengan cara memancingnya dengan cerita masa lalu mereka dulu. Bukankah itu gila?

"Serra, dengarkan dulu. Tante tahu kamu terkejut dengan hal ini. Tante juga mengerti kalau kamu tak terima. Namun… sepertinya hanya inilah cara yang kita punya untuk membuat Rafael bisa sembuh."

"Bagaimana mungkin hanya ini satu-satunya cara?" Serra masih saja tak terima. "Aku yakin pasti ada cara lain – yang pastinya lebih masuk akal – daripada hal ini, Tante. Kita hanya perlu terus berusaha dan bersabar, sehingga aku yakin pasti Rafael akan kembali sembuh. Aku bahkan bersedia untuk mendampinginya."

"Iya, Tante tahu. Tante juga percaya sama kamu. Namun masalahnya… keadaan tidak bisa menunggu selama itu. Terutama masalah karier dan perusahaannya Rafael. Dia tidak bisa meninggalkan itu lebih lama, terutama karena perusahaannya terus sedang berkembang seperti sekarang." Bertha selalu sangat berapi-api kalau sudah membicakan soal hal-hal berbau materi. Dia memang sangat menganggap penting hal itu. "Empat bulan lamanya dia pergi, keadaannya mulai kacau. Para pesaing dan kolega mulai mempertanyakannya, seakan mereka menyadari kalau ada yang tidak beres dengan rehat panjang yang dia lakukan. Selain itu juga… Tante bukannya mau berburuk sangka. Namun Tante nggak bisa lama-lama mempercayakan perusahaan pada Gino. Bukannya Tante takut dia akan berkhianat, namun Tante meragukan kemampuannya untuk memimpin. Tante takut hal buruk terjadi di saat Rafael tak bisa mempertahankannya."

"Tapi tetap saja…."

Apa masuk akal hal ini? Kalau mendatangkan seorang cinta pertama berarti mereka akan mengungkit kisah mereka di masa lalu. Yang benar saja, mana mungkin Serra rela. Apalagi saat menyadari bahwa sang tunangan kini bahkan tak mengingatnya sama sekali. Bagaimana kalau hatinya malah ikut terpengaruh di dalam prosesnya nanti.

Tidak bisa.

"Serra, Tante tahu ketakutan kamu. Tante pun saat bilang begini juga nggak enak sama kamu. Tapi masalahnya… Tante benar-benar nggak memiliki cara yang lain." Bertha semakin membujuknya. Dia mendekati sang calon menantu, lalu menggenggam kedua jemarinya. "Lagipula ini memang hanya tentang pekerjaan – tak lebih sama sekali. Tante bahkan sudah menulis hal itu di dalam kontrak, kalau gadis itu tak boleh mengharapkan atau melakukan hal lebih pada Rafael. Dia telah menyetujuinya agar mendapatkan uang. Jadi kamu nggak perlu khawatir, ini nggak akan mempengaruhi hubungan kalian. Bahkan Tante juga melakukan ini agar kalian bisa segera menikah seperti yang direncanakan."

Entahlah. Serra benar-benar masih tak yakin. Ia tak percaya hati bisa diatur semudah itu hanya karena materi, terutama dari sudut pandang Rafael. Dia mungkin benar-benar akan tergoda dalam proses tersebut, kan? Mengingat bagi semua orang… cinta pertama selalu memiliki tempat yang spesial.

"Oh ya, Tante juga terangkan kalau gadis itu tidak akan memperkenalkan dirinya sebagai cinta pertama pada Rafael secara langsung. Cara memancing ingatan pun akan dilakukan secara diam-diam. Jadi kamu benar-benar nggak perlu khawatir. Pada akhirnya ini hanya soal ingatan. Mereka tidak akan pernah terlibat dalam keadaan ataupun hubungan yang perlu kamu takutkan."

***