Yunki langsung melirik sekitar.
"Hanya mimpi," batin Yunki sambil melirik jam dinding.
"Jam 03.00," ucap Yunki lalu bangun dari tidurnya dan mengambil minum di meja samping ranjang.
Selesai minum Yunki kembali rebahan.
"Yura, apa kamu bahagia di sana?" tanya Yunki sambil menatap foto pernikahan mereka yang ada di dinding depan.
Tiba-tiba Yunki meneteskan air matanya.
"Yura bahagia di sana, aku akan bahagiakan anak-anak kita sampai kapanpun dan aku akan selalu mencintai kamu," batin Yunki perlahan-lahan tertidur lagi.
Jam 07.00 Yunki sudah bangun dan bergegas mandi, lalu membuat sarapan sendiri dan siap-siap untuk pergi ke suatu tempat.
"Selesai," ucap Yunki lalu mengemudi ke suatu tempat.
Sampai di sebuah Toko.
"Saya mau bunga itu," ucap Yunki sambil menunjuk bunga itu dan mengambil dompet di sakunya.
"Ini Tuan, ada lagi?" tanya pelayan.
"Tidak," singkat Yunki sambil memberikan blackcard nya.
Pelayan itu mengangguk dan mengambil blackcard nya. Selesai beli bunga, Yunki pergi ke.
"Hai sayang," ucap Yunki dengan mata berkaca-kaca.
"Terima kasih semalam sudah hadir di dalam mimpi aku walaupun kamu tiba-tiba mengilang begitu saja," ucap Yunki lagi sambil menatap foto Yura.
Yunki menyimpan bunga tadi di samping foto dan abu Yura. Hari ini Yunki ke rumah abu Yura.
"Lain kali kalau datang ke dalam mimpi jangan mengilang begitu saja ya," ucap Yunki yang menahan tangis.
"Bagaimana di sana? nyaman kan? Tuhan pasti berikan tempat yang terindah dan nyaman untuk kamu." Yunki masih bicara dengan foto Yura.
Yunki mengusap-usap tempat abu dan foto mendiang istrinya itu, Yura.
"Sayang, hari ini aku mau ke suatu tempat loh, mau ikut tidak? kalau mau dandan yg cantik ya," ucap Yunki yang meneteskan air matanya, ia tidak kuat menahan semua itu.
Sejam Yunki bicara dengan foto dan abu Yura lalu ia melangkah pergi ke suatu tempat.
"Semoga semua akan baik-baik saja," batin Yunki.
Yunki sampai di suatu tempat itu, ia berada di sebuah rumah dan sudah duduk di sebuah sofa.
"Wah coba lihat siapa yang datang," ucap seorang lelaki.
"Hallo," sapa Yunki lalu bangun dari duduknya sambil membungkuk pada lelaki itu.
Lelaki itu tersenyum dan membalas membungkuk lalu menepuk pelan bahu Yunki dan duduk di sampingnya.
"Bagaimana kerjaan, lancar?" tanya lelaki itu.
"Lancar ayah," jawab Yunki sambil menatapnya.
"Kemana saja baru ke sini," ucap seorang wanita yang datang ke ruangan.
"Hallo," sapa Yunki lalu bangun dari duduknya dan membungkuk sopan padanya.
"Sehat selalu Yunki" ucap wanita itu sambil mengusap punggung Yunki dan duduk di sebelah lelaki tadi.
"Saya kesini langsung pada intinya saja," ucap Yunki yang tidak mau basa-basi.
"Ya silahkan," ucap lelaki itu.
"Saya ingin mengabulkan keinginannya," tegas Yunki.
Tuan dan Nyonya Bagaskara terkejut lalu mereka saling bertatapan satu sama lain.
Hari ini Yunki ada di rumah keluarga Bagaskara, keluarga mendiang istrinya, Yura.
"Kamu serius?" tanya seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan, lalu berkata. "Terpaksa atau tulus kabulkan keinginannya?" tanya wanita itu dengan sedikit sinis.
"Begini mirip Yura? mana ada Yura ngomong dengan nada begitu," batin Yunki menatapnya dengan sinis.
"Sopan sedikit dengan calon suami kamu," ucap nyonya Bagaskara lalu menuntun sang anak duduk di sampingnya.
"Maaf," ucapku dengan singkat.
"Saya tulus mengabulkan keinginan Yura dan saya juga ingin anak-anak di urus dengan wanita yang baik dan menyayangi mereka seperti Yura, saya rasa kau seperti Yura, bisa mengurusnya dengan baik," jelas Yunki.
"Entahlah, tapi akan ku coba," ucapku dengan singkat.
"Jadi kapan kita langsung ke pernikahan?" tanya tuan Bagaskara seperti tidak sabar menikahkan mereka.
"Secepatnya," sambung Yunki.
"Bulan depan saja," ucap nyonya Bagaskara.
"Minggu depan saja," ucap tuan Bagaskara.
"Ayah itu terlalu cepat," ucap aku yang tidak terima.
"Bukannya lebih cepat lebih baik?" tanya tuan Bagaskara.
"Bener, agar cucu aku di urus kamu dan tidak perlu sama baby sister terus," ucap nyonya Bagaskara.
"Saya terserah keluarga Bagaskara saja," ucap Yunki yang mulai pasrah.
"Ya sudah minggu depan saja," ucap tuan Bagaskara
Dan semuanya hanya menganggukkan kepalanya masing-masing.
"Tapi aku masih kuliah jadi aku belum ada niat buat punya anak," jelas aku tanpa basa-basi.
"Hah?" Yunki agak terkejut mendengar ucapan aku.
"Ya kali saja dirimu mau nambah anak dan aku belum bisa punya anak," ucap aku sambil menggaruk kepala.
"Siapa juga yang mau punya anak dari kau," batin Yunki.
"Pikiran kamu terlalu jauh sayang hehe," ucap nyonya Bagaskara sambil mengusap kepala aku.
"Kalau itu bisa di lakukan setelah menikah dan terserah kalian mau langsung punya anak atau enggak," lanjut tuan Bagaskara.
"Bodoh, aku bicara apaan sih," batin aku sambil menundukkan kepala karena malu.
"Tapi ibu berharap setelah kalian menikah bisa cepat punya anak agar kembar punya adik hehe," goda nyonya Bagaskara sambil menghibur suasana.
"Ya nanti di pikirkan lagi," ucap Yunki.
"Ya Tuhan, semoga setelah nikah, aku tidak punya anak dengannya dan kalau bisa kita tidak melakukan apapun," batin aku yang masih menundukkan kepala.
Sejam kemudian.
"Baiklah kalau begitu saya pamit dan kalau sudah ada tanggal untuk pernikahan kabari saja karena saya siap menikahinya," jelas Yunki.
"Ya nanti kami kabari, jaga kesehatan kamu Yunki dan salam untuk keluarga Pratama," ucap tuan Bagaskara sambil menepuk bahunya.
"Ya, nanti saya sampaikan salamnya," ucap Yunki lalu membungkuk sopan dan melangkah pergi.
Setelah itu, aku juga langsung pergi juga ke kamar. Sampai di kamar, aku rebahan di kasur sambil guling-gulingan.
"Kenapa mulut ini menyebalkan," gerutu aku sambil memukul-mukul pelan bibirku sendiri.
"Apa aku terlalu mesum berbicara seperti itu padanya?," batin aku sambil menatap langit-langit kamar.
"Au ah, terserah dia saja mau mikir apaan," batin aku yang malas memikirkan itu.
***
Yunki sampe di rumah orang tuanya dan langsung ke kamar kembar lalu memberikan susu pada anak kembarnya.
"Tadi kamu ke rumah keluarga Bagaskara?" tanya nyonya Pratama tiba-tiba masuk ke dalam kamar kembar.
"Ya," singkat Yunki tanpa melirik.
"Syukurlah kalau kamu menyetujui keinginan Yura, ibu ikut bahagia," ucap nyonya Pratama sambil mengusap-usap punggung anaknya.
"Mungkin minggu depan kita akan nikah," ucap Yunki.
"Ya lebih cepat lebih baik agar kembar merasakan kasih sayang Yuna dan agar kamu ada yang mengurus juga," lanjut nyonya Pratama.
"Ibu tidak berharap aku cepat punya anak dari pernikahan ku dengan Yuna kan?" tanya Yunki langsung menatap sang ibu.
"Kenapa tanya itu?"
"Tidak apa-apa, aku belum ada niat punya anak lagi," singkat Yunki lalu kembali menatap kembar.
"Ibu terserah kamu saja."
"Mau cepat punya anak ya bagus lagi pula semua yang jalani kamu, ibu dan ayah hanya bisa meliat tanpa harus mencampuri rumah tangga kalian," jelas nyonya Pratama.
"Tapi lebih bagus kembar punya adik," celetuk tuan Pratama yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.
"Tapi Yuna masih kuliah," ucap Yunki tanpa melirik.
"Emang kenapa kalo kuliah? apa di universitas ada larangan orang yang sudah nikah di larang hamil?" tanya tuan Pratama.
Yunki hanya menggelengkan kepalanya.