Chapter 8 - 7. jadian

Sampai di kost ku, tiba tiba wira ikut masuk juga.

"Eh... mau ngapain?" tanyaku menahan nya yg ikut mengikuti ku.

"Masuk lah. Kenapa? Nggak boleh?" tanya nya santai.

"Bukan nya kamu mau pergi sama kak Jen tadi?" tanyaku balik, dan bermaksud mengingatkan nya akan rencana mereka tadi.

"Males. Mending nemenin kamu di kost," jawab nya sambil ngeloyor masuk ke dalam dan langsung naik ke lantai atas. Aku hanya geleng geleng kepala melihat nya.

Sampai di atas, segera kubuka pintu dengan kunci yg disimpan di tas ku.

"Nay, cie, Kenalin dong," ledek Kinar, tetangga kost ku.

"Hehehe... Nggak boleh. Nanti kamu naksir." Aku lantas menarik wira masuk ke kost ku dan langsung menutup pintu kamar. Wira hanya senyum senyum saja sejak tadi.

"Kenapa?" tanyaku sambil meletakkan tas dan membuka sepatu.

"Kamu posesif juga, ya," ucapnya sambil menahan tawa.

"Posesif? Maksud nya?" tanyaku bingung.

"Mmm.. Aku suka kalau kamu lagi cemburu sama aku, kayak tadi. Bikin gemes," kata nya sambil mencubit kedua pipiku.

Kubalas dia, dengan mencubit perut nya bertubi tubi.

Dia tidak mau kalah, lalu menahan tanganku, sambil mengucapkan sebuah kalimat yang membuatku terpaku. "aku sayang kamu, Nay," katanya lembut.

Aku lalu terdiam sambil tersenyum, dan melepaskan tangan ku. Setelahnya segera pergi ke dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Sepertinya aku butuh asupan kafein sekarang. Wira juga menyukai kopi.

Setelah kopi sudah jadi, aku memanggil Wira yang ternyata sedang menatapku sejak tadi. Aku lantas mengambil cangkir kopi milikku dan berdiri menghadap ke jendela.

Tiba tiba ada tangan wira melingkar di pinggangku sampai ke perut.

"Aku sayang kamu, Nay," ucapnya lagi berbisik di telingaku.

Hatiku berdesir tidak karuan, wajah bahkan seluruh tubuh ku terasa hangat.

"Nay?" panggilnya lagi.

"Hm.."

"Mulai hari ini, aku bakal jagain kamu. Aku gak akan biarin kamu terluka walau se senti pun,"katanya lagi.

Aku lalu berbalik agar dapat berhadapan dengan nya.

"Kak." dia lalu meletakan jari telunjuk nya di bibir ku.

"Kalau lagi berduaan gini, panggil aku wira aja. Nggak usah pakai kak. Ngerti?"

Aku pun mengangguk.

Wira menaikan dagu ku, lalu mendekatkan wajah nya dekat sekali ke wajahku.

Cupp.

Dia melumat bibirku lembut. Tidak ada nafsu dan emosi di sana. Yang kurasakan justru kerinduan yg amat sangat.

Sampai akhirnya momen ini rusak oleh suara dering telepon milikku. Kami saling melepas ciuman, dengan senyum tipis dan sorot mata dalam.

Aku pergi mengambil telepon genggam yg tadi diletakkan di meja belajarku. Melihat nama yang tertera di sana, aku langsung paham siapa yang menghubungi ku.

"Iya, Ran," jawabku tanpa basa basi

"Kamu di mana, Nay?"

"Di kost nih. Kenapa?"

"Kamu sama Wira, ya?"

"Iya, kenapa sih?"

"Gak apa apa. Ntar malem nginep rumahku ya, Nay. Aku sendirian di rumah nih," rengek nya manja.

"Papahmu ke mana?" tanyaku sambil memperhatikan wira yg sedang mengamati setiap detil kamarku.

"Ada urusan di luar kota, baliknya besok malem. Bisa ya, please," pinta nya sedikit memohon.

"Iya, nanti malem aku ke sana deh. Ya udah, sampai ketemu nanti ya Ran. Bye." panggilan telpon dimatikan, aku pun berjalan ke Wira.

"Eum, nanti aku disuruh nginep di rumah Rani," tutur ku agak ragu.

"Terus?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alis nya.

"Nggak apa apa, kan?"

"Ya nggak apa apa dong. Rumah Rani, kan? Bukan temen cowok inih."

"Iya, tapi ... Anterin," kataku manja.

"Iya sayang, nggak usah diminta juga bakal aku anterin."

Kami lalu menonton film di kamar kost ku. Aku bersandar di dada Wira yang bidang, tangan nya melingkar ke pinggangku. Sesekali dia mengecup pucuk kepalaku dengan lembut sambil memainkan anak rambutku.

"Ra ...," panggilku lalu menatap nya.

"Hmm? kenapa sayang?" sahut nya masih fokus pada layar tv di hadapan kami.

Rasanya jantungku selalu merasa berhenti jika Wira memanggilku sayang.

"Hubungan kita ini ... Gimana?" tanyaku ragu.

Dia diam lalu membalikkan tubuhku berhadapan dengannya.

"Maksud kamu?"

"Mmm ... kita ini pacaran?"

"Kamu mau nya apa?"

"Kok 'kamu mau nya apa'?"

"Hmm... Denger ya Nayla sayang. Aku sayang sama kamu, dan buat aku nggak perlu ada ucapan kita pacaran atau apa pun itu. Asal kamu tau, kalau aku sayang sama kamu dan aku tau kamu sayang sama aku, bagiku itu udah lebih dari cukup. Tapi kalau kamu mau kejelasan soal hubungan kita ... Oke, gimana kalau kita resmiin aja. Kalau kita hari ini pacaran. Deal?" tanyanya sambil menunjukan jari kelingking padaku. Lalu aku kaitan jari kelingking ku dan mengucapkan "deal," sambil tersenyum.

Kami lalu berpelukan.

"Aku sayang kamu, Nay."

"Aku juga sayang kamu, Wira."

Wira mendaratkan bibir nya di keningku.

"Oh iya, yuk anterin ke rumah Rani. Jangan sampai kemalaman. Kasihan dia nungguin," kataku.

Wira memutar bola mata nya pertanda dia sebal. "Ya udah, yuk," katanya pasrah.

Setelah berganti baju, nami lalu pergi ke rumah Rani naik motor Wira.

Sampai di depan rumah Rani, kulihat dia sudah ada di teras. Mondar mandir. Entah kenapa.

"Ran? kenapa?" tanyaku, lalu mendekat ke dia.

Rani lalu langsung memelukku erat.wira yg awalnya mau langsung pulang, akhirnya turun dari motornya karena melihat Rani menangis di pelukanku. Aku menatap Wira yang juga sedang memperhatikan kami.

"Ada apa, Ran? Cerita sama aku," kataku lembut sambil kubelai punggungnya.

"Aku takut, Nay... Di dalem... ada..," katanya terbata bata sambil menunjuk ke rumah nya.

"Di dalem ada apa??" tanyaku penasaran.

"Ada hantu," ucapnya pelan.

Aku menatap Wira, dia tanpa dikomando lalu masuk ke dalam. Kami pun akhirnya mengikutinya.

Wira mengamati seluruh ruangan di rumah Rani denga seksama.

Lalu dia berjalan ke halaman belakang rumah Rani.

Terdiam sambil menatap ke halaman belakang lalu menunduk dan kembali menatap tajam ke arah yg sama.

Agak lama dia diam. Sampai akhirnya dia menghembuskan nafas terakhir. Eh salah... nafas panjang maksudnya. Lalu menoleh ke arah kami yg berdiri di belakang nya.

"Udah gak apa apa," ucapnya.

"Yakin?" tanyaku.

Dia mengangguk pelan.

"Beneran kak wira? Nggak bakal muncul lagi, kan?" tanya Rani masih dilanda ketakutan.

"Yakin... Aku jamin," kata Wira.

"Syukur deh." Rani bernafas lebih tenang sekarang.

Kriiiinnnggg!!

Telfon rumah Rani berdering.

Rani segera berlari menuju gagang telfon yg ada di ruang tengah.

Setelah Rani pergi, wira meraih tanganku lalu menarik ku mendekat.

"Kamu hati hati ya sayang di sini. Kalau ada apa apa langsung telfon aku. oke?" pintanya.

"Iya sayang. pasti," ucapku.

Kali ini aku sudah tidak sungkan lagi, karena hubungan ku dengan wira sudah jelas.

"Ya udah, aku balik dulu," katanya sambil melihat jam tangan nya.

"Kamu mau pulang?" tanyaku.

"Mmm. Iya. Kenapa?"

"Mmmm.. Nggak apa apa kok," kataku sambil menunduk.

"Kenapa? kangen ya? Belum aku tinggal udah kangen aja," gurau nya sambil mencolek hidungku.

"Kamu ... Bisa aja. ya udah, hati hati ya . nanti kabarin aku kalau udah sampai rumah, biar aku gak kepikiran."

Dia senyum. lalu mengecup keningku lembut.

"I love you so much," ucapnya berbisik di telinga ku.

"I love you so much too," ucapku.

Lalu aku mengantarkan Wira sampai ke teras rumah Rani.

Setelah wira pergi, aku dan Rani langsung naik ke kamar Rani yg ada di lantai atas.

"Nay, kalian udah jadian?"

"Mmm...udah," kataku malu malu.

"Kamu yakin, Nay?"

"Kenapa gak yakin? dia baik banget sama aku, selalu melindungi aku dan yg jelas aku nyaman ada di deket dia, Ran.."

"Hmmm... Ya udah, asal kamu bahagia nay... aku ikut seneng," kata Rani.

Lalu dia memelukku erat.

"Selamet ya, semoga kalian langgeng."

"Aamiin."

Tak terasa malam sudah larut.

Setelah menelfon wira, aku mulai bersiap untuk tidur.

Rani sudah terlelap dari tadi.

Aku tersenyum jika melihat nya tidur. wajah nya lucu.

Perlahan aku pun mulai mengantuk.

Dan dalam keadaan setengah sadar, aku merasakan ada seseorang yg menyelimuti ku lalu mengecup keningku.

"Good night sweet heart." suara yg sangat familiar.

Sepertinya wira, apakah aku terlalu merindukan nya? Sampai sampai aku memimpikan wira sekarang.

"Good night my prince.. Do not leave me," ucapku pelan.

"Never... I promise."

Lalu aku makin masuk ke alam mimpi.