"... yang membawa wanita lain sampai berhari-hari lamanya bahkan tidur bersama dan berpelukan di depan istrinya!"
"Tak cukup itu saja, anak Ayah itu bahkan sama sekali belum mengunjungi kamar istrinya semenjak membawa wanita lain ke rumah. Sebetulnya tak masalah jika itu rumah ayah dan bunda, tapi rumah itu milikku. Haruskah aku menerima maduku di sana?"
"Ayah benar-benar aneh dan ... lucu, ya? Cocok sekali menjadi pelawak!"
Tepat setelah aku selesai mengoceh, Joo datang. Makanya secepat kilat aku kembali ke rumah, menyesal diriku mengapa mau-mau saja saat ayah mengatakan ada yang ingin dibicarakan.
Memang hanya dengan Hendri, Doni atau Caa lah aku bisa nyaman menceritakan segalanya. Dengan yang lainnya? Aku merasa seperti bisa mati kapan saja. Leherku serasa dicekik habis-habisan saat bertemu dengan mereka semua. Benar-benar deh, aku harus membeli apartemen di samping Doni saja.
"Dengan begitu saat ada masalah aku bisa lari menghampirinya," kekehku memulai rencana konyol ini.