Keterkejutanku baru saja muncul ketika Samuel menyerang. Dia mematahkan hidung orang pertama dengan bunyi berderak yang memuakkan, lalu mendorong yang kedua ke tanah, menekan pisaunya ke tenggorokan pria itu.
"Sam," kataku tegas sambil memegangi bahunya.
Dia membungkuk, mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu. "Aku harus memotong tenggorokanmu karena menghina adikku. Meminta maaf."
Pria itu melirik teman-temannya. Salah satunya menyusui nyahidung patah , yang lain jelas tidak yakin apakah dia harus ikut campur, mengingat Ayah kami adalah bos ayah mereka.
"Meminta maaf!" Samuel menggeram.
"Maafkan aku," sembur pria itu.