"Kak Reno." Reyna menatap bingung saat membuka pintu yang tadi di ketuk, ternyata yang bertamu ke rumahnya itu adalah si cowok menyebalkan?
"Gue.." Reno menjawab sambil memikirkan kata yang tepat untuk di lontarkan.
"Kenapa ada di sini? Atau..., Kakak, emang sengaja main kemari?" tanya Reyna lagi.
Reno gelagapan, dia menghembuskan napas halus. "Besok lo kerja."
Reyna tertawa heran, "Tapi besok aku kuliah, Kak."
"Bisa pulangnya." walau berkunjung juga tetap saja seniornya itu menyebalkan, nada bicaranya tidak berubah sama sekali. Reyna jadi menyesal membukakan pintu tadi, jika tahu Reno yang datang mungkin saja Reyna abaikan, malas melihat wajah datar dari seniornya itu.
"Yaudah, besok aku kerja. Sekalian juga mau resign, Kak."
"Ga boleh."
Reyna tertegun, dia jelas kaget. "Kenapa emangnya?"
Reno yang baru sadar hampir saja tergugup, "Citra, bisa nangis darah kalau lo keluar."
Reyna mengulum bibir, "Kak Citra..., atau, Kak Reno?"
Cowok itu bergeming, lebih tepatnya Reno sampai gelagapan menerima jawaban dari Reyna. "Kenapa lo nuduh gue?"
"Aku ga nuduh, tapi itu yang aku rasain. Sikap, Kakak, tiba-tiba aja berubah. Ada apa?"
Reno menjilat bibir bawahnya. "Kalo gue yang nagis darah, emang bisa buat lo stay?"
Reyna tersenyum simpul, "Bukannya selama ini, Kak Reno, ga suka aku ada di tempat kerja? Ya, karena aku selalu dumel."
"Alasan utama bukan dari gue." Reyna mengerutkan dahi, dia merasa heran kenapa Reno masih bisa mengelak?
"Jangan pikir aku ga tau soal kemarin lusa." Reyna mulai mengintimidasi, Reno terdengar menghela napas kasar lewat mulutnya.
"Lo liat?"
Reyna mengangguk, "Iya." dia memalingkan pandangan ke arah jalanan. "Kak Reno, untuk apa malam itu ngintai aku?" dia tidak ingin melihat wajah senior di depannya, rasanya terasa aneh dan membuat Reyna sedikit takut.
"Cowok lo patut di curigai."
Reyna tersentak dan menatap Reno cepat, "Maksud, Kak Reno? Siapa?"
"Cowok yang ngobrol."
Kenapa, sih? Reno selalu saja membuat Reyna harus berpikir keras? Bukan kah selain dengan Cipto juga Reyna pernah mengobrol dengan karyawan cowok di tempat kerjanya. Tertuju untuk siapa? Reyna bahkan tidak memiliki pacar.
"Kemarin anterin lo."
Reyna menatap malas, "Maksudnya, Kak Mario?" tanyanya yang di jawab dengan dehaman saja, Reno menyilangkan kedua tangannya di depan perut. "Kak Mario, hanya kakak tingkat kelas. Bukan pacar aku. Kak Reno, jangan salah sebut atau bilang dia cowokku."
Reno tersenyum miring, "Apa lo ga ngerasain?"
Reyna harus bagaimana lagi untuk mendapati? Dia benar-benar tidak mengerti maksud dari Reno. "Kak Reno, maaf. Tapi kalau semisal kedatangan Kakak ke sini untuk bertanya hal yang tidak penting, lebih baik pulang aja." dia bukannya tega mengusir Reno, tetapi Reyna sudah mengantuk karena lelah.
Reno mendengus halus, "Reyna, lo jangan pernah mikir dia bisa bahagiain lo." setelah itu dia membalikkan badannya dan melenggang pergi tanpa kata pamit.
Reyna menggeleng heran, "Ada, ya. Orang yang harus selalu bisa di ngertikan, padahal maksudnya ga jelas banget. Gimana orang mau ngerti?"
*****
Saat siang setelah pulang dari kampus, Reyna pergi ke toko roti yang di antar oleh Mario. Cowok itu memaksa sehingga Reyna yang tidak bisa melakukan apapun lagi akhirnya menerima saja, Reyna menjadi tahu bagaimana sikap asli dari Kakak kelasnya itu yang jadi cowok pemaksa. Membuat Reyna semakin merasa tidak enak hati terus.
"Hai, Kak Citra." Reyna menyapa saat seniornya berada di kasir.
"Eh, Reyna." balasnya semringah. "Kamu kapan ke sini?" tanyanya.
Reyna tersenyum, "Baru aja, Kak."
"Sama dia?" tunjuk Citra pada cowok di samping Reyna, cewek itu mengangguk, "Iya." Citra hanya mengangguk sekali. Dia melayani kembali saat ada orang yang akan bayar belanjaannya.
"Kakak, mau belanja juga sekalian?" tanya Reyna pada Mario.
Cowok itu sempat berpkir, "Kamu pulang jam berapa?"
"Eum, kayaknya malam. Emangnya kenapa?"
"Biar nanti aku jemput."
Reyna menolak cepat, "Engga usah, Kak. Aku biasa pulang sendiri, kok. Kak Mario, ga perlu balik lagi ke sini."
"Ga terima penolakan."
Lagi-lagi ancaman itu yang Reyna dengar, Mario ternyata memang berbeda dari pemikiran Reyna yang mengarahkan jika cowok itu kalem selain baik. Soal hal itu memang tidak perlu di pertanyakan lagi, namun sikap lain dari Mario pun Reyna belum mengetahui lagi.
Apakah lebih dari pemaksa?
Tetapi jika di lihat dari segi wajah ataupun karakter, Mario bukan lah orang yang bisa membuat terluka. Roman yang ramah dan baik ke semua orang, Reyna sudah menaruh percaya itu terhadap kakak kelasnya.
"Yaudah, deh. Terserah, Kakak." Reyna bisa pasrah saja, toh Mario yang melakukannya sendiri, bukan keinginan atau pun paksaan dari Reyna.
"Kak Citra, aku ke belakang dulu, ya." pamit Reyna, namun lengan kanannya di tahan oleh Mario. "Reyna, kamu telfon aku langsung kalau udah mau pulang, ya." pintanya yang di angguki.
________
Baru saja Reyna keluar dari toko roti mobil putih yang di kenalnya berhenti di depannya sekarang. Padahal Reyna sama sekali tidak ada menghubungi Mario, tapi cowok itu benar menjemput Reyna.
"Hai, Reyna. Kamu sudah pulang, kan? Ayok." Reyna mengulum bibir, apa tidak apa-apa jika satu mobil berdua dengan laki-laki? Walau kenal, tetapi Reyna belum terlalu dekat.
"Kak Mario, kok ke sini.., hehe, aku ga hubungin padahal." Reyna menjawab seolah mengulur waktu, berharap ada orang lain juga yang belum pulang dari tokonya. Mungkin agar Reyna bisa mengalihkan dan menolak niat baik Mario.
"Aku nunggu, sih. Tapi berhubung kamu ga ada telfon ga ada salahnya kalau aku coba datang, taunya udah keluar 'kan."
Reyna tersenyum canggung, dia menggaruk kepala belakangnya yang terasa gatal. Sambil memikirkan alasan apa yang bisa dia keluarkan, Reyna sungguh bingung.Citra dan Cipto juga sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu, jadi apa tinggal hanya Reyna?
"Ayok, masuk. Kenapa bengong? Apa ada yang ketinggalan?" Tanya Mario yang melihat gerak gerik Reyna.
"Hehe, eum..., engga ada, kok. Tapi kayaknya aku kebelet pipis." cicit Reyna.
"Oh, kamu mau ke toilet? Yaudah, aku nunggu di sini, ya." Mario bahkan tidak menaruh curiga kalau Reyna sedang berbohong.
"Iya, Kak. Bentar, ya."
Buru-buru Reyna pergi ke toilet sembari berpikir apakah boleh dia pergi di waktu yang lumayan malam ini. Jujur saja Reyna takut, dia sudah berpikir yang macam-macam saat ini. Dia tidak pernah di antar malam seperti ini oleh cowok, bagaimana bisa Reyna tenang? Dia mengingat saat salah satu temannya justru mendapat musibah, Reyna tidak akan pernah bisa untuk lupa.
"Gue anterin." Reyna terkejut saat tangannya di cekal sesaat, dia pikir ada hantu ternyata pelakunya.., Reno.
"Kak Reno, ngagetin aja!"
"Gue tau kalo lo ga mau bareng dia."
Masalah Reyna kini ada dua, jadi kapan Reyna bisa pulang?
Reno menarik pergelangan tangan Reyna dan mendekati Mario yang sedikit tersentak, "Reyna, balik sama gue."