Mario menghampiri Sari dan Desty yang sedang mengobrol di gazebo kampus nya. Dia tersenyum ramah dan bertanya, "Kalian ga bareng sama, Reyna?"
Dua cewek itu menggeleng dua kali, "Engga, Kak. Katanya dia kerja dulu, ambil masuk siang." jelasnya.
Apa itu sebabnya Reyna tidak ada di halte. Biasanya Mario memang sering kali melihat cewek itu menunggu angkutan yang akan mengangkutnya ke suatu tujuan, sebelum saatnya Mario yang memaksa untuk ikut dengannya.
"Oh, gitu. Yaudah, makasih." dia melongos pergi, Mario sepertinya akan menemui Reyna di toko roti. Beruntung stok di rumahnya sudah habis, jadi tidak ada masalah kan kalau dia beralasan walau tujuannya memang ingin bertemu dengan cewek itu?
Mario tidak pernah sekali pun dekat dengan seorang gadis, selama ini dia terlalu bergulat dengan urusan pembelajarannya yang menumpuk di otak. Tidak heran juga semisal dia menjadi kebanggaan dari setiap sekolah yang dia langkahi.
"Mario." panggilan itu membuat Mario tidak jadi membuka pintu mobil, dia menoleh dan tersenyum.
"Iya, Kir."
Dia tersenyum, "Kamu mau pulang?" tanyanya.
"Eheum. Emangnya kenapa? Sopir kamu belum jemput ke sini 'kah?"
Dia mengangguk pelan. "Iya, tadi telfon aku katanya ada masalah sama mobilnya."
Mario hanya mengangguk paham.
"Aku nyamperin kamu karena mau..., ijin numpang. Tapi ga pa-pa kalo ga boleh juga."
Mario bingung, dia sedikit mengelus leher belakangnya. "Aduh. Gimana ya, Kirana. Aku soalnya mau mampir dulu ke tempat lain, bukannya ga mau anterin kamu."
Cewek itu sedikit meringis, "Iya. Aku ngerti. Maaf, ya."
"Bener kamu ga pa-pa?" Mario sebenarnya tidak tega melihat satu teman kelasnya itu, tapi kalau dia bersedia mengantarkannya, apa Reyna tidak akan segera pulang? Mengingat cewek itu akan masuk kuliah siang, Mario tidak punya banyak waktu untuk bertemu jika dia mampir bahkan mengantarkan Kirana.
"Aku naik taksi aja kalau begitu. Makasih sebelumnya. Aku duluan ya, Mario."
"Eh, tunggu." cowok itu mencegah segera, "aku anterin kalau gitu."
********
Reyna merasa tegang sekaligus takut dan was-was. Pasalnya Reno yang mengantarkannya pulang dan menunggu untuk mengantar ke kampus, apa cowok itu sudah gila? Reyna bahkan tidak bisa melontarkan kata hanya karena dia takut menyinggung atau salah dalam ucapannya nanti.
Bukan kah Reno tidak bisa dekat dengan orang baru? Sekali pun cowok itu mengenal lama, pasti dia tetap sama. Acuh tak acuh.
Dari pulangnya Reyna sampai rumah pun, Reno tidak ada satu patah kata yang di lontarkan. Reyna yang memang tidak nyaman dan lebih sering banyak omong merasa kesal, dia tidak mau di antar ke kampusnya jika saja bisa menolak.
Walau begitu Reno termasuk anak pemaksa selain menyebalkan bagi Reyna.karena Reno juga tidak suka ribet. Untuk Reno sendiri Reyna itu sudah termasuk cewek yang super ribet. Dia menunggu Reyna yang lama berganti bajunya untuk pergi ke kampus. Mulut memang diam, namun hatinya sudah menyumpah serapah cewek itu sejak lima belas menit yang lalu.
Apa Reyna mandi dulu? Atau berdandan?
"Nak Reno," Dini yang duduk di seberang sofa Reno memanggil, "kalau sudah lelah menunggu, tidak pa-pa. Reyna, biar saya yang antarkan." beruntung Dini tidak pergi ke butiknya, dia sengaja tidak masuk karena khawatir pada puterinya.
Trauma dengan kejadian itu, Dini tidak akan pernah meninggalkan Reyna sendiri.
"Ga pa-pa, Tante." jawaban singkat dari Reno membuat Dini tersenyum manis, dia pikir cowok di depannya itu memang cocok untuk Reyna. Apa mungkin mereka bisa dekat? Mengingat Reyna yang Dini tahu sangat tidak menyukai Reno, bisa saja cewek itu luluh dengan sikap cowok yang sedang mendekatinya.
"Maaf, ya. Reyna, tidak biasanya lama berdandan seperti ini. Tante, ijin dulu melihat dia kalau gitu. Kamu tunggu sebentar, ya." pamit Dini yang hanya di angguki kepala Reno tanda iya. Akan tetapi baru saja Dini berdiri dari duduknya Reyna keluar dari kamarnya dan menghampiri dengan tatapan bingung.
"Loh. Kak Reno, kenapa masih di sini?" tanyanya heran.
"Kamu kelamaan di kamar. Ngapain aja emang? Nak Reno, sudah menunggu kamu dua puluh menit loh, sayang."Dini merasa gemas, Reyna pasti sengaja mengulur waktu agar Reno kesal dan akhirnya pulang karena jenuh menunggunya.
Cewek itu tertawa kecil sambil membenarkan rambutnya yang menghalang, "Maaf, ya. Reyna, tadi ketiduran..., hehehe."
Reno berusaha menahan emosi, dia menatap datar seperti biasa. Tidak ada raut yang Reyna harapkan, cowok itu walau seperti es batu tetapi punya rasa sabar yang lumayan, ya?
"Berangkat?"
Reyna sungguh ingin kembali ke kamar dengan alasan sakit perut jika boleh, namun rasa kasihan yang masih melekat di tubuhnya tidak bisa menjauh. Reno menyebalkan, sangat sangat membuat Reyna ingin melemparkan orang itu ke dalam laut terdalam. Tetapi selalu tidak bisa. Sering memerintah Reyna, tapi cewek itu memaklumi karena Reno memang senior dan orang terpercaya di toko. Mau bagaimana lagi, sudah nasib Reyna kalau semisal cowok itu akan terus dekat sampai Bos mereka melepaskan dan melarang Reno seperti yang di perintahkannya.
"Yasudah. Kalian berdua hati-hati. Nak Reno, tolong jaga puteri saya." Dini sedikit memohon, "saya sudah sangat percaya pada, Nak Reno."
Mendengar ucapan Dini sedikit membuat Reno meringis, bahkan kalau boleh dia memilih..., Reno ogah menunggu sampai harus mengantarkan ke semua tempat yang menjadi tujuan Reyna. Cewek itu sudah cukup menjadi beban hidupnya untuk sekarang, entah sampai kapan.
"Mama, sendiri di rumah ga pa-pa emang?"
Dini tersenyum sambil mengelus rambut puterinya lembut, "Ga pa-pa, sayang. Mama, akan memastikan kamu berangkat dulu, setelah itu sepertinya mau melihat butik sebentar."
"Tante, saya pamit." cowok itu sedikit menunduk, senyuman Dini semakin mengembang sambil mengangguk.
"Reyna, berangkat dulu ya, Ma." dia mencium kedua pipi Dini sebelum berangkat, melangkah cepat mengejar Reno yang lebih dulu pergi ke luar. Sepertinya memang Reno sudah sangat jengkel dengan Reyna. Atau memang watak Reno saja yang tidak bisa berubah dalam keadaan apapun?
Memang sopan pergi dengan pamit terlebih dahulu, tapi apa dia tidak tahu cara untuk tersenyum walau sedikit? Setidaknya dengan senyum terlihat lebih manis selain santun. Beruntung Dini bisa mengerti dan malah jatuh hati. Reyna sampai tidak habis pikir dengan pemikiran sang Mama yang terlihat manis di depan Reno.
Reyna sepertinya harus membuat Reno lebih ilfi lagi, tapi dengan cara apa yang bisa membuat cowok itu menjauh darinya? Alasan apa yang bisa membuat Reno tidak lagi mau menjadi pengawalnya? Reyna sudah seperti puteri kerajaan saja yang harus di kawal kemana pun. Sudah tahu Reyna ini risih dan tidak perlu mengabulkan ucapan sang Bos.
Reyna bisa menaiki angkot di tengah jalan jika Reno tidak ingin di buat jengkel olehnya.
"Lo..., nyusahin gue!"