Chereads / Cinta Wanita Simpanan / Chapter 5 - Bertengkar Dengan Papi (2)

Chapter 5 - Bertengkar Dengan Papi (2)

Tatjana mengambil bantal sofa lalu memeluknya. Tatjana berusaha menahan emosi mendengar hujatan Gunawan. "Pi mainnya kurang jauh. Sepertinya papi butuh piknik," sarkas Tatjana menatap tajam Gunawan.

"Bicara soal sopan santun dan tata krama mending Papi ngaca dulu dech. Kalo cermin bisa ngomong mungkin ia ga sudi ngeliat muka papi." Tatjana berdiri mendekati Gunawan dan berbisik di telinga sang papi.

"Anak kurang ajar," maki Gunawan memukul Tatjana.

Tatjana menahan tangan Gunawan."Pi lelaki sejati ga bakal tega mukul perempuan. Papi jangan kurang ajar. Jika tak ada perempuan papi ga bakal lahir ke dunia ini. Jangan biarkan tangan ini memukul perempuan. Perhatikan tindakan yang kita lakukan karena itu akan menjadi kebiasaan . Jika terbiasa main tangan pada wanita karakter papi terbentuk sebagai lelaki kasar dan bisa dibilang banci." Tatjana bicara ketus seraya menghempaskan tangan Gunawan.

Gunawan tertegun mendengar ucapan Tatjana. Ia kehabisan kata-kata membalas ucapan Tatjana. "Jangan berputar - putar. Apa maksud kedatangan kamu kesini?"

"Kasih tahu ga ya?" Tatjana pura - pura berpikir untuk memancing emosi sang papi.

"Papi ga ada waktu buat ladeni kamu kak. Papi sibuk! Kamu sudah mengganggu kami rapat."

Tatjana mengepalkan tangan ingin menonjok Gunawan namun ia menahan diri karena tak mau membuat keributan.

"Oh sibuk ya." Tatjana lagi - lagi menyindir Gunawan."Kalo aku datang kesini langsung bilang sibuk coba kalo Rara yang datang kesini pasti bilang enggak sibuk."

Mata Gunawan memerah serasa ditelanjangi. Omongan Tatjana sudah keterlaluan."Kamu kalo cari ribut disini mending kamu pergi." Gunawan mengibaskan tangan mengusir Tatjana.

"Pak Gunawan yang terhormat. Tanpa anda usir saya akan pergi tapi saya mau kasih peringatan sama Bapak."

Gunawan meradang. Tatjana tak memanggilnya Papi. Jika Tatjana anak laki - laki mungkin Gunawan sudah menghajarnya."Pergi kamu dari sini." Gunawan menunjuk Tatjana.

"Papi aku kecewa sama Papi. Papi lebih membela gundik itu daripada mami." Tatjana menangis."Perempuan itu datang ke rumah melabrak mami. Papi malah diam. Harusnya papi membela mami bukan gundik itu."

"Rara bukan gundik. Jaga ucapan kamu!"

"Bukan gundik tapi pelacur," maki Tatjana kasar. "Aku marah dan kecewa sama papi. Seharusnya papi membela mami bukan gundik itu. Papi sudah menjatuhkan martabat mami sebagai istri. Papi menampar mami karena wanita itu. Gundik itu mukul mami dan papi cuma diam. Dimana moral papi sebagai suami? Bukankah tugas suami untuk melindungi istri?" Tatjana melepaskan amarahnya.

Selama ini Tatjana sabar dan tak melawan Gunawan karena permintaan Irma. Jika Irma tidak melarang mungkin sejak dulu Tatjana melawan Gunawan.

Plakkkk!!!! Gunawan menampar Tatjana. Sikap sang putri sudah keterlaluan. Tatjana menghinanya. Harga dirinya sebagai ayah merasa tercabik karena mulut pedas Tatjana.

Tatjana murka seraya memegang pipinya yang memerah. Ia melirik asbak rokok di atas meja. Ia mengambil asbak dan memukul kepala Gunawan.

Plakkkkk!!!! Serpihan asbak berceceran di lantai. Kepala Gunawan mengeluarkan darah. Kondisi Gunawan sama dengan kondisi Irma ketika dipukul Rara dengan vas bunga

"Kamu," ucap Gunawan terbata-bata menyaksikan perbuatan sang anak. Gunawan terduduk di lantai.

Tatjana berjalan ke arah pintu masuk dan menguncinya. Pertunjukan belum selesai. Tatjana tidak mau ada orang yang masuk ke ruangan ini sebelum ia selesai bicara dengan Gunawan. Selesai mengunci pintu Tatjana mendekati Gunawan yang kesakitan.

"Aku belajar dari papi. Ternyata buah jatuh enggak jauh dari pohonnya. Papi suka mukul dan anarkis. Ternyata sifat jelek papi nurun ke aku. Papi tadi mukul aku, ga masalah dong jika aku mukul balik. Kita impas," ucap Tatjana hiperbola mentertawakan Gunawan.

"Anak kurang ajar. Ini hasil didikan Irma?" Gunawan balik menghina Irma. Menurutnya Irma tidak becus mengurus anak hingga Tatjana bersikap kurang ajar padanya.

"Hello Papi. Soal mendidik anak bukan tugas mami saja. Papi juga berkewajiban mendidik kami. Aku dan papi itu mirip lo. Nakalnya dan kurang ajarnya. Aku pembangkang kayak papi. Jangan salahkan mami. Salahkan diri papi sendiri kenapa ga kasih contoh yang baik buat anak." Tatjana semakin berapi-api menghina Gunawan.

Walau berlebihan tapi itulah cara Tatjana mengekspresikan kemarahannya. Gunawan meringis menahan sakit. Tatjana yang dulu beda dengan sekarang. Tak lagi jadi gadis baik dan penurut.

"Anak kurang ajar. Anak durhaka. Bangsat kamu! Tai," kata Gunawan menyebutkan isi kebun binatang.

"Astagfirullah papi. Nyebut dong pi. Kalo dikasih cobaan itu istigfar bukan maki orang," kata Tatjana lembut menasehati Gunawan. Ia tersenyum manis melihat Gunawan. Tatjana membelai wajah tampan sang ayah. Tatjana bersikap seperti psikopat. Bahagia melihat korbannya kesakitan.

"Kamu kok tega sama papi? Papi kesakitan kamu malah diam. Seharusnya kamu mengobati papi bukan menyiksa papi kayak gini kak," kata Gunawan mengiba.

"Papi bilang aku tega ?" Tanya Tatjana dengan suara keras dan lantang. Suaranya keras bak petir di siang bolong. "Tega mana dengan Papi yang mukul Mami di depan gundik itu?" Tatjana menggoncang tubuh Gunawan.

"Jawab aku pi! Seharus ketika Mami kesakitan dipukul gundik itu papi harus nolong, bukan pergi meninggalkan mami dengan gundik itu. Ini peringatan pertama buat papi. Aku ga segan berbuat nekat. Aku bersumpah atas nama mami akan menghabisi papi. Kalau perlu aku akan menghancurkan karier papi. "