Setelah berdebat cukup lama dengan Alingga, akhirnya Alira menerima tawaran Alingga untuk mengantarnya pulang ke rumah. Padahal jarak cafe dengan rumah Alira sangat dekat. Tapi Alingga memaksa Alira untuk pulang bersamanya.
Tepat saat Alira akan menaiki motor Alingga, hujan mulai turun. Alingga yang membawa jas hujan segera menyuruh Alira untuk memakainya. Sedangkan Alingga hanya menggunakan jaket denimnya sepanjang mengantar Alira pulang.
"Ngeyel sih jadi orang. Jadi basah, kan?" Alira menatap tubuh Alingga yang basah kuyup.
"Bisa masuk angin tau, Al"
"Nggak papa. Yang penting bukan lo yang masuk angin," sahut Alingga namun sepertinya tidak didengar jelas oleh Alira.
Suara hujan lebih mendominasi dari suara lainnya. Tadi saat di cafe hujannya belum begitu deras. Tapi sampai di rumah Alira, air hujannya sudah hampir setinggi betis.
"Gue pulang dulu, Al" pamit Alingga hendak memakai helmnya.
"Masih hujan deres. Yakin mau pulang sekarang?" tanya Alira. Lebih tepatnya Alira merasa khawatir jika Alingga pulang di saat kondisi hujan deras seperti ini.
"Kenapa? Takut gue sakit karena kehujanan? Atau mau ikut gue pulang?" Alingga tersenyum miring di depan Alira.
"Ih, Al! Serius bisa nggak?" kesal Alira karena Alingga justru menganggapnya bercanda.
"Gue juga serius kali," balas Alingga. "Muka lo nggak bisa bohong kalo lo khawatir gue pulang sekarang. Iya, kan?"
Alira berdecak kesal. Ia tampak memalingkan wajahnya karena malu. Menyesal juga karena sudah mengkhawatirkan manusia semacam Alingga.
"Ciee yang mukanya merah ciee," Alingga menoel-noel pipi Alira sambil terkekeh pelan.
"Ish! Apaan sih, Al!" Alira menyingkirkan tangan Alingga dari pipinya.
"Pulang sana! Ganggu banget."
"Idih ngusir. Tadi aja khawatir gitu," kekeh Alingga.
"Udah sana lo pulang. Gausah balik ke sini lagi," Alira mendorong tubuh Alingga untuk mendekat ke motor cowok tersebut.
"Alira!"
Suara tersebut membuat Alira terdiam di tempatnya. Kenapa ada suara mama di rumah?
"Alira kamu habis dari …" Aryani yang baru saja keluar dari rumah terlihat kaget melihat Alira pulang dengan seorang laki-laki asing.
"Sore tante," Alingga menunduk sopan di depan Aryani.
"Sore," balas Aryani lalu berdiri di samping Alira. "Temannya Alira?"
"Iya tante," jawab Alingga.
Aryani mengangguk paham. "Tumben sekali Alira bawa pulang cowok. Biasanya yang main ke sini cuma Gea sama temen cewek yang lain."
"Hehehe. Tadi Alira nggak sengaja ketemu dia di jalan, Ma" Alira melirik tajam ke arah Alingga supaya mengikuti sandiwaranya.
"Iya bener kata Alira, Tan" kata Alingga. "Tadi kita nggak sengaja ketemu di jalan, terus Alingga nawarin tebengan buat Alira."
"Oohh begitu. Nama kamu siapa, Nak? Maaf ya tante lancang tanya-tanya seperti ini. Sekedar pengin tau saja siapa-siapa temennya Alira," ujar Aryani pada Alingga.
"Saya Alingga, Tan" jawab Alingga memperkenalkan diri.
"Alingga kenapa bajunya basah kuyup? Nggak bawa jas hujan?" tanya Aryani melihat kondisi baju yang saat ini dipakai Alingga.
"Emm, jas hujannya Alingga dipakai sama Alira, Ma" ujar Alira pelan sambil memperlihatkan jas hujan yang ia pegang.
"Ya ampun. Jadi baju Alingga basah kayak gini gara-gara Alira?" Aryani melirik tajam ke arah putrinya.
"Bukan, Tan. Alingga sendiri yang nyuruh Alira buat pakai jas hujannya. Kasihan kalau Aliranya masuk angin," jawab Alingga tulus.
Aryani kembali melirik putrinya. Membuat Alira tersenyum penuh arti.
"Tante minta maaf ya jadi merepotkan Nak Alingga. Harusnya Nak Alingga itu mengkhawatirkan kesehatan Nak Alingga dulu, bukan malah memikirkan kesehatan orang lain," Aryani berujar dengan nada bersalah.
"Nggak papa, Tante. Alingga udah biasa ujan-ujanan," balas Alingga.
"Oh ya. Kenapa Alingga tidak kamu suruh masuk ke rumah? Kasihan loh kalau kelamaan di luar," tanya Aryani pada Alira.
"Nggak perlu, Tante. Saya langsung pulang aja," kata Alingga sebelum Alira menjawab pertanyaan mamanya.
"Iya bener, Ma. Alingga udah mau pulang, jadi nggak perlu disuruh masuk ke rumah," ujar Alira.
"Heh, nggak boleh kayak gitu. Alingga, kan, sudah mengantar kamu pulang, kamu ajak dong dia ngobrol di dalam. Lagi pula sekarang masih hujan deras," tutur Aryani membuat Alira bingung.
"Lain kali saja tante mampirnya. Baju saya juga lagi basah kayak gini, takut mengotori rumah tante," lagi-lagi Alingga sigap menanggapi ucapan Aryani.
"Nah betul juga kata Alingga, Ma. Entar kalo dia masuk ke rumah terus rumah kita jadi kotor, siapa coba yang mau bersihin?" Alira menatap tajam laki-laki di sebelahnya.
"Biar Mama yang bersihin. Udah Alingga masuk ke rumah dulu yuk," ajak Aryani sambil menarik satu tangan Alingga.
"Ada baju di dalam yang bisa dipakai buat Alingga. Sekalian saja Alingga mandi dan ganti baju, biar tidak masuk angin."
"Loh, Ma. Kita, kan, nggak punya baju cowok," kata Alira.
Di rumah hanya ada Alira dan mamanya saja. Keduanya sama-sama perempuan. Jelas tidak ada baju laki-laki di rumahnya.
"Ada bajunya Papa. Kamu lupa?"
"Bajunya Papa mana cocok buat Alingga, Ma. Pasti kegedean."
"Ada banyak baju yang dikasih sama pabrik dan itu semua kekecilan dipake buat Papa. Mama rasa bajunya akan pas kalau dipakai Alingga," tutur Aryani yang tidak lagi bisa disanggah Alira.
"Ayo Nak Alingga masuk ke dalam. Tante siapkan air hangat dulu buat mandi," Aryani lebih dulu masuk ke dalam rumahnya.
"Ish! Kenapa nggak lo tolak aja sih?" kesal Alira.
"Sungkan kali, Al. Nggak baik juga nolak perintah orangtua," balas Alingga.
Alira berdecak kesal. Ia masuk ke dalam rumah sambil menghentak-hentakkan kakinya dengan kasar. Sedangkan Alingga, terlihat berjalan santai di belakang Alira.
Lima belas menit berlalu. Alira sudah selesai mandi dan berganti pakaian. Sekarang ia sedang duduk di depan televisi sambil menonton salah satu serial kartun.
"Masih doyan nonton begituan?"
Suara bariton tersebut membuat Alira menoleh. Melihat tubuh tinggi Alingga yang sedang berdiri dengan satu tangan yang memegang handuk sambil mengeringkan rambut di kepalanya.
"Ganteng banget," batin Alira.
Bahkan saat Alingga hanya mengenakan kaos bertuliskan "Pabrik Tekstil Kotajaya" yang tentu harganya tidak sebanding dengan baju-baju yang biasa dipakai oleh Alingga, namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi ketampanan Alingga.
"Nggak nggak nggak. Kenapa gue jadi muji Alingga?" Alira menggeleng cepat. Mengusir jauh-jauh pikiran aneh di kepalanya.
"Lagi sibuk nggak, Al?" tanya Alingga.
"Mata lo masih waras, kan? Udah tau gue lagi nonton tv masih juga ditanya," balas Alira.
"Bisa diganggu bentar apa nggak?"
"Nggak."
"Bentaran doang, Al"
"Nggak bisa."
"Alira please …."
Pada akhirnya Alira mengalah. Berdiri dari duduknya dan berhadapan dengan Alingga.
"Kok malah duduk?" heran Alira karena melihat Alingga yang justru duduk di atas sofa.
"Yaudah lo aja yang duduk," Alingga kembali berdiri dan memegang kedua pundak Alira lalu menyuruhnya untuk duduk.
"Ini gue suruh gimana sih? Rempong banget," Alira berdecak kesal karena ulah Alingga.
"Ini," Alingga menyerahkan handuk yang tadi ia pakai.
Alira sedikit memiringkan wajahnya. Bingung. Kenapa Alingga memberinya handuk.
"Bantu gue ngeringin rambut. Susah kalo gue sendiri yang ngeringin," ujar Alingga sambil meletakkan handuk di tangan Alira.
"Manja banget," gumam Alira.
"Bukan manja. Cuma nyari yang lebih gampang aja," kekeh Alingga.
Salah besar karena Alira mengijinkan Alingga mampir ke rumahnya. Lihat saja sekarang, Alingga justru menjadikan Alira sebagai babu.
"Gue mana bisa bantu lo kalo tinggi badan lo kayak tiang listrik gini? Lo pikir tangan gue bisa molor kayak karet?" ujar Alira berusaha menolak permintaan Alingga sambil mengalihkan pandangannya ke lain arah.
"Cuma ngeringin rambut masa lo nggak bisa. Harus banget gue yang …."
Alira tidak lagi melanjutkan ucapannya. Tidak tidak. Bukannya Alira tingan ingin melanjutkan ucapannya. Tapi Alira tidak bisa melakukannya.
Saat Alira tidak sengaja menolehkan wajahnya, Alingga tiba-tiba saja membungkukkan badannnya dan membuat wajah Alingga berada tepat di depan wajah Alira.
"Udah bisa, kan, kalo kayak gini?" tanya Alingga menampilkan senyum di wajah tampannya.
Sumpah! Alingga dengan rambut basah sehabis keramas benar-benar menggoyahkan iman. Dan jangan lupakan senyum di wajahnya yang mampu membuat siapa saja terlena karenanya.
"Astaga! Kenapa bisa ada manusia setampan ini?!"
***
22112021 (10.34 WIB)