Weekend kali ini berbeda bagi Melody, sejak jumat siang, Panji mengingatkan dirinya untuk pulang lebih awal. Karena, perjalanan ke Bandung akan mereka lakukan malam ini juga.
"Baiklah, aku pulang lebih awal, apa ada yang perlu dibawa lagi?" tanya Melody. Entah sejak kapan ia mulai luwes berbicara dengan Panji yang terkesan kaku seperti kawat besi.
"Bawa cinta yang banyak untukku saja," jawab Panji sambil tergelak. Ia menertawakan dirinya sendiri yang mulai berani menggombal. Hal yang pantang ia lakukan kepada wanita manapun termasuk dengan istrinya, Felishia.
"Bahkan seorang Panji, pemilik Kayana Group yang tersohor bisa berbuat konyol ketika jatuh cinta," ucap Joni yang bergidik ngeri melihat tingkah atasannya. Ia membereskan bekas makan siangnya dengan Panji sebelum melanjutkan pekerjaannya.
"Wajarlah, kau kan tahu, pernikahanku dengan Felishia berdasarkan perhitungan laba dan rugi. Jangan samakan dengan melody yang berdasarkan hati dan perasaan." Panji membela diri. Ia tidak terima ejekan asisten pribadinya.
"Tapi ada cinta diantara kalian, bukan hanya perhitungan laba dan rugi, Pak. Tolong jangan lupakan masa-masa indah pernikahan kalian," ucap Joni mengingatkan Panji yang menatapnya kesal.
Joni berpamitan setelah mengantar Panji ke rumahnya, pria itu tidak mengikuti Panji ke Bandung karena harus menjalani meeting dadakan di hari Sabtu dengan divisi marketing perusahaan. Berpamitan dengan Devina, Panji yang sudah berpenampilan lebih santai mencium punggung tangan wanita yang melahirkannya.
"Cepat kenalin, mama juga ingin tahu wanita itu seperti apa," ucap Devina kepada Panji sebelum pria itu masuk ke mobilnya.
"Sabar dulu, Ma. Panji harus memastikan dulu kalau yang bersangkutan mau jadi istri," jawabnya kepada sang Mama yang sudah tidak sabar.
Melody sudah tampil manis, mengenakan midi dress bermotif bunga dan flat shoes polos berwarna nude membuat penampilannya anggun khas Melody seperti biasa.
"Tas nya biar dibawa sopir, kamu mau makan malam dimana?" tanya Panji yang tanpa basa-basi sudah menggandeng tangannya masuk ke dalam mobil. Ia menjemput Melody yang sudah menunggunya di lobby apartemen.
"Apa saja, aku tidak sedang diet," ucap Melody malu-malu.
"Ternyata semua wanita sama saja, selalu meributkan soal timbangan," jawab Panji menggelengkan kepala tak percaya.
"Ya, begitulah dunia kami, kaum hawa yang menyukai keindahan," sahut Melody tak mau kalah.
Makan malam keduanya tidak di tempat mewah, Melody mengajaknya makan malam di kedai nasi goreng langganannya tak jauh dari apartemen.
"Enak juga, lain kali ajak aku makan di tempat favoritmu lainnya," komentar Panji setelah menghabiskan satu piring nasi goreng seafood.
"Boleh, ada beberapa tempat makan enak di Bandung, tapi bukan restoran besar, gimana?" Melody sedang duduk santai tanpa risih di tempat itu. Padahal ia mengajak salah satu pengusaha kaya di negeri ini. Melody tampak biasa saja dan tidak berlebihan. Hal yang membuat seorang Panji semakin penasaran terhadap wanita sederhana yang sudah menerobos pertahanan hatinya.
"Tidak masalah, ayo." Panji meraih jemari tangan Melody seolah enggan ditinggalkan.
Setelah membayar makanannya, mereka melanjutkan perjalanan menuju Bandung. Kota dengan sejuta keindahan yang cukup terjangkau dari Jakarta. Ibukota provinsi Jawa Barat yang menawarkan keindahan alam dan wisata kuliner yang menggiurkan.
"Mau kopi? tanya Panji melepas keheningan. Melody yang sudah mulai mengantuk pun hanya mengangguk tanda setuju.
"Pak, tolong belikan kopi latte dua, sekalian bapak juga," pinta Panji kepada sopir pribadinya. Ia menyerahkan tiga lembar uang seratus ribuan kepada sopirnya.
"Baik," jawab sopir tersebut sebelum meninggalkan mobil dan menuju sebuah kedai kopi kekinian di rest area itu.
Melody yang tidak mengenakan jaket mulai kedinginan, Panji otomatis mengambilkan jaket miliknya.
"Bajunya tipis jadi kamu kedinginan, dikit lagi kita sampai hotel, kamu langsung istirahat, udah ngantuk banget itu," kata Panji mengajak Melody masuk ke dalam mobil. Sopir pribadi yang mengantarnya hanya mematung memperhatikan interaksi keduanya. Panji yang di matanya adalah pria sedingin gunung es ternyata bisa melakukan hal manis dengan Melody.
"Mbak Melody, biar tas nya dibawakan," ucap sopir pribadi Panji. Ia memang mengagumi Melody yang sopan kepadanya. Tidak seangkuh Felishia, istri Panji.
"Terima kasih, Pak." Melody menyerahkan tasnya untuk dibawa masuk ke kamar hotel sambil menunggu Panji selesai berbincang dengan salah satu petinggi hotel tersebut. Dari interaksi keduanya, Melody dapat mengambil kesimpulan jika Panji berteman dekat dengan pria itu.
"Aku antar ke kamar kamu, sorry kalau nunggu lama," ucap Panji yang menghampiri Melody yang duduk di kursi lobby hotel.
"Udah selesai?" tanya Melody. Ia mengikuti langkah Panji masuk ke dalam lift menuju lantai dimana kamarnya berada.
"Sudah, aku malam ini ada pertemuan di hotel ini, kamu istirahat saja, besok siang kita jalan, oke?" Panji mengantarkan Melody hingga di depan pintu kamarnya.
"Baiklah, terima kasih. Hotel ini cukup mahal bagiku," ucap Melody terkekeh. Ia tak menyangka bisa menginap di tempat ini tanpa mengeluarkan uang.
"Syukurlah, jika kamu suka," ucap Panji sebelum meninggalkan melody di kamarnya.
Melody meletakkan tas nya sebelum membersihkan diri, gelenyar aneh merasuki tubuhnya ketika berdekatan dengan Panji membuatnya berpikir dan tidak banyak bicara. Ia masih mengagumi keindahan interior hotel tempat ia menginap.
"Luar biasa, baru kali ini nginap di hotel mahal," gumam Melody berdecak kagum memandangi suasana kamar yang ia tempati.
Sementara itu, Panji yang baru saja keluar dari lift memegangi dadanya, getaran aneh semakin terasa kala berdekatan dengan Melody membuatnya bertanya-tanya. Apakah ini jatuh cinta yang sebenarnya. Ia menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri. Pertemuan bisnis yang sebenarnya hanya entertainment saja, terpaksa Panji hadiri demi klancaran proyeknya.
Panji bertemu dengan beberapa pejabat pemerintahan daerah untuk membahas kerjasama yang mereka minta, sebuah proyek renovasi rumah sakit daerah di kota Bandung menjadi topik pembicaraannya dengan beberapa orang yang terlibat di dalamnya. Kayana Group memang terdiri dari beberapa bidang usaha termasuk konstruksi, itulah sebabnya pergaulan Panji cukup luas di kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan baik pusat maupun daerah.
Sejenak meninggalkan urusan asmaranya dengan Melody, Panji kembali larut dalam jamuan bisnisnya seperti biasa.
"Apa kabar Pak Panji, senang bisa jumpa lagi dengan anda," ucap salah satu pejabat di instansi daerah pemerintahan kota Bandung.
"Baik Pak, maaf saya datang malam karena ya beginilah kerjaan di Jakarta sedang padat," ucap Panji menjabat tangan pria itu.
"Tidak masalah, asal lancar saja," ucapnya. Mereka duduk dan bergabung dengan tamu lainnya di restoran tersebut. Beberapa petinggi daerah sudah hadir di tempat itu. Panji basa menyebutnya bagi-bagi kue.
Sebuah hal umum yang terjadi dalam suatu proyek, Panji yang merupakan lulusan luar negeri awalnya terkejut namun akhirnya membiasakan diri dengan tradisi tidak tertulis ini.