Pras telah mendapatkan kabar jika Melody sudah menerima kado darinya. Tak banyak yang ia harapkan dari anaknya, cukup Melody menerima saja, itu membuatnya senang.
"Papa, kasih anak itu banyak banget! Aku ini dianggap apa?" Bella yang baru saja pulang dari pertemuannya dengan para sosialita, protes kepadanya.
"Datang itu salam, cium tangan suami, bukan mengomel. SIni duduk, saya mau bicara sama kamu," titah Pras kepada istrinya.
"Apaan sih, galak banget." Bella merajuk. Ia duduk di samping suaminya dan siap mendengar apa yang akan disampaikan suaminya.
"Kamu gak lupa dengan kesepakatan kita waktu itu?" tanya Pras kepada Bella.
"Perjanjian itu ya? Ingat, kenapa?" Bella penasaran dengan apa yang akan diputuskan suaminya mengenai pembagian harta untuk Melody.
"Iya, kamu jangan ganggu anakku. Bagianmu sudah kuberikan dengan jelas dan sesuai porsi, untuk Mel juga sudah kusiapkan. Berhubung dia sudah menikah jadi dipercepat prosesnya." Pras memberikan draft surat peralihan hartanya untuk Melody untuk dibaca Bella.
"Mel gak butuh warisan dari Papa, dia dinikahi orang kaya, kurang kaya apa Kayana Group, Pa!" Bella tidak terima dengan keputusan Prasetyo.
"Ini bukan perkara kaya atau tidak suaminya, tapi kepada tanggung jawabku yang sudah sangat terlambat ku jalankan kepada anakku," jawab tegas Pras.
"Oke, tapi aku minta yang di Banjarmasin buatku, gimana?" tawar Bella yang meminta lebih.
"Ambil, tapi jangan ganggu hak anakku." Keputusan Pras memang sudah bulat. Di awal pernikahannya dengan Pras pun, ia sudah mengerti jika saat ini akan tiba, ia harus rela berbagi dengan Melody.
"Baiklah, tapi aku belikan tas keluaran terbaru, yang ini, Papa." Bella dengan nada manjanya mulai beraksi jika sudah menginginkan sesuatu.
"Kayaknya baru minggu lalu beli sepatu, sekarang tas?" tanya Pras menatapnya tidak suka.
"Kan beda, boleh ya?" Bella yang beda usia dengannya hampir dua belas tahun sering memakai cara seperti ini untuk mengelabui Pras jika sudah menginginkan sesuatu.
"Untuk dua bulan kedepan, ini yang terakhir. Bella, jika kamu berani melanggar aturan dariku, kamu tahu akibatnya bukan?" Pras memperingatkan istrinya sekali lagi.
"Tahu, Papa." Bella bergelayut manja di pelukan suaminya.
"Makan diluar, mau?" ajak Pras kepada istrinya.
"Mau, Pa," jawab Bella antusias.
"Ganti baju sana, kita makan seafood biasanya," ucap Pras memintanya bersiap.
Pras dan Bella sepakat makan malam di luar, walaupun bukan di restoran mewah tapi keduanya sudah langganan di tempat tersebut. Kedatangan keduanya disambut langsung oleh pemiliknya yang sudah mengenal Pras sejak ia mengawali karirnya di ibukota.
"Pangsit goreng seafood pedas dua, kasih jus apel dua." Menu favorit keduanya sejak pacaran hingga menikah.
Sementara itu, di rumah utama Devina sudah menyiapkan makan malam untuk dua menantu dan anaknya, ia sendiri memilih mengajak Santi makan di luar
"Biar mereka bicara tanpa ada kita," ucap Devina kepada Santi.
"Iya Jeng, ini kita mau kemana?" Santi memperhatikan jalanan ibukota yang tidak pernah tidur.
"Kita kulineran, saya kangen makan seafood. Langganan saya udah lama," kata Devina. Bayangan menikmati pangsit goreng pedas dengan asap mengepul sudah berada dalam angan-angannya.
"Boleh, sepertinya enak." Santi memang jarang makan di luar, hidup berjauhan dengan anaknya membuatnya jarang menghabiskan waktu di luar rumah. Memasuki sebuah kedai seafood di deretan ruko, Devina dan Santi berjalan beriringan.
"Hallo Bu Dev, sudah lama kita tidak jumpa, ayo mau pesan apa?" pemilik kedai tersebut menyapa Devina dan mengajaknya duduk di salah satu meja kosong.
"Iya, kasih dua porsi sapo tahu sama pangsit goreng seperti biasa," kata Devina memesan menu favoritnya.
"Rame Jeng, sering kesini?" tanya santi memperhatikan sekitarnya.
"Jarang, biasanya nitip Panji kalau ke rumah," jawab Devina. Ia bersyukur memiliki besan yang tidak banyak tingkah seperti Bertha, ibunda Feli, walaupun memang ia orang baik, namun kadang sebagai orang tua Devina kurang setuju dengan campur tangan Bertha yang berlebihan terhadap rumah tangga anaknya.
"Apa orang tua Feli benar-benar tidak keberatan dengan keberadaan Melody?" tanya Santi yang masih mengkhawatirkan posisi anaknya.
"Tenang Jeng, besok kita bertemu Bertha, Mamanya Feli. Kebetulan besok jadwal kami bertemu, kalau Jeng nanyain Papanya Feli, beliau sudah meninggal satu tahun setelah Papanya Panji.
"Jadi, mereka dijodohkan? Apa seperti itu?" tanya Santi ingin tahu.
"Kurang lebih seperti itu, namun mereka sudah diberi waktu untuk saling mengenal dan beradaptasi satu sama lain. Jeng tidak perlu khawatir, kita para ibu harus bisa mengayomi anak-anak walaupun Melody istri kedua, tapi saya jamin dia tidak akan terlantar dan diperlakukan baik," ucap Devina menenangkan Santi.
"Aku hanya minta anakku disayangi, dia sudah kehilangan kasih sayang ayahnya. Jadi kuharap Panji bisa menyayanginya dengan baik," kata Santi penuh harap.
"Selalu, kami menyayanginya," jawab Devina yakin.
Sementara itu, Pras dan Bella sudah selesai makan, keduanya hendak keluar dari tempat itu. Namun, pandangan Bella mengarah pada Santi yang sedang berbincang dengan Devina.
"Pa, lihat itu siapa?" Bella tak akan melewatkan kesempatan jika bertemu dengan Santi ataupun Melody untuk memprovokasi.
"Jangan macam-macam, aku tidak mau bermasalah dengan Panji. Kamu ingat siapa suami Mel," kata Pras mengingatkan.
"Apa kabar, Jeng Santi. Selamat yah, sudah berhasil mendidik anak kesayanganmu jadi pelakor, sebentar lagi ibunya, mau pengusaha mana?" ledek Bella kepada Santi, ia menghampiri meja Santi dan Devina.
"Jaga mulutmu, Bella Nafisya! Saya tidak terima anak mantu saya dan ibunya kamu hina!" Devina murka kepada Bella yang nekat menghina Melody dan Santi di hadapannya. Pras yang kecewa istrinya tidak menurut, akhirnya mau tak mau menghampiri meja Devina untuk meminta maaf.
"Ayo pulang! Mohon maaf atas ucapan istri saya Bu Devina, Bu Santi, saya meminta maaf sekali lagi atas nama istri saya," kata Pras dengan wajah memerah menahan amarah sekaligus malu.
"Tolong jangan sampai istrimu mengganggu anakku," kata Santi tegas kepada Pras.
"Dia anakku juga, tolong maafkan Bella." Pras meraih pergelangan tangan Bella dan menggenggamnya kuat.
"Bawa dia pergi sebelum saya berubah pikiran," ucap Devina kepada Pras.
"Baik, Bu. Terima kasih, kami permisi," pamit Pras kepada keduanya.
Sampai di parkiran, Pras meluapkan kemarahannya terhadap Bella. Ia tak menyangka bahwa istrinya bisa melakukan tindakan konyol seperti itu.
"Sudah kubilang, jangan mendekat jika kamu tidak bisa menjaga lisanmu!" Pras memaksanya masuk ke dalam mobil karena kesal.
"Sakit, Pa!" Bella merintih kesakitan karena pergelangan tangannya memerah.
"Bisakah kamu tidak membuat masalah! Jangan sampai aku berbuat lebih kasar lagi, Bella." Pras berusaha menahan emosinya.
"Aku hanya tidak suka dengannya, Pa." Bella berusaha membela diri.
"Tidak suka bukan berarti kamu bisa mengganggunya, jangan terulang lagi, mengerti!" Pras berkata dengan nada tinggi.