Hening. Mereka semua menjaga jarak, menatap satu sama lain penuh curiga. Siapa impostornya? Orang-orang tersisa... sulit di percaya semua.
"Saya crewmate. Kalau gak percaya, kalian bisa ke medbay dan liat riwayat scan badan di sana," ucap Aksa berharap agar mereka mau percaya padanya.
"Oke, gue percaya," kata Galaksi. Tidak ada salahnya kan? Aksa terlihat baik-baik saja tuh.
"Gue sama Kak Nares aja, ya," pinta Tama memelas.
Nares meliriknya dingin. "Gak usah ngikutin gue."
"Tama sama gue aja yuk," ajak Yetfa menyadari kalau Tama ingin memaksa ikut dengan Nares.
Nares butuh waktu sendiri, jadi biarkan saja, daripada bertengkar lalu saling menyakiti hati. Ya... walaupun dia harus di temani agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan.
Dalam diam, Asahi mengamati gerak-gerik Yetfa. Dia mengernyit, di saku celana Yetfa, ada sapu tangan berwarna biru dan... berdarah?
"Task kalian apa?" Tanya Aksa.
"Laboratory," jawab Tama lesu.
"Oh, sama kayak gue, Tam. Mau bareng?" Tawar Galaksi bersemangat.
"Ya udah deh.."
"Gue scan badan di medbay terus ambil sampel," jawab Nares datar.
Galaksi menjentikkan jarinya. "Lo crewmate."
"Gak usah ngomong sama gue."
Galaksi diam, kenapa Nares jadi seram begini. Apa Nares masih marah padanya? Masih nanya kamu Galaksi...
"Gue di electrical," jawab Asahi beberapa saat kemudian.
"Gue sama kayak Tama dan Galaksi," kata Yetfa menyahut.
"Kok... banyak?"
"Maksudnya?"
"Emang satu task bisa dikerjain banyak orang?" Tanya Aksa bingung.
"Bisa aja... kan?"
Nares mendecih. "Gak usah ngobrol, waktu kita terbatas."
Tama mengernyit tak suka. "Lo kenapa jadi begini sih, Kak? Gue tau lo marah, dan kita gak minta lo tunggu kita disini."
"Ck, bego."
Astagfirullah...
•••
Tama berlari secepat mungkin. Dia harus memeriksa cctv dan mengamati mereka semua. Dia tahu letak ruangannya setelah diberitahu Asahi malam tadi.
Dalam hati dia menertawai kepolosan Asahi yang mau saja memberi tahu ruangan penting kepadanya.
Masa bodo dengan task, masa bodo dengan Galaksi dan Yetfa yang ia tinggal, masa bodo dengan kemarahan Nares, dia harus melihat cctv sekarang juga.
Tama tidak tahu kalau ada yang mengikutinya sambil sesekali bersembunyi agar tidak ketahuan.
Dia Aksa.
Berbekal sebungkus mie lidi pedas, dia berlari dengan langkah kecil mengejar Tama. Untuk apa mie lidi itu? Bubuk cabainya dia pakai jika ada bahaya, kan bisa tuh menyerang mata.
"Kak Genta udah, Kak Gendra juga udah..."
Gumaman Tama terdengar. Beruntung lokasi mereka sepi, suara sekecil apapun pasti terdengar. Dan lagi, hanya mereka berdua di sana.
"Tadi gue liat dia keluar dari ventilasi..."
Klontang!
Oh tidak, Aksa tak sengaja menendang obeng di lantai. Cepat-cepat dia bersembunyi ke balik dinding, mulutnya berkomat-kamit membaca doa agar tidak ketahuan.
Duh, kenapa bisa ada obeng disitu sih?
Sekarang Aksa merutuki dirinya. Sial, tak jauh di depannya ada ventilasi. Kalau impostornya keluar dari sana, bagaimana?
Impostornya ngap, dia tinggal ngep.
"Huft, kayaknya dia udah pergi," gumamnya keluar dari persembunyian karena tak mendengar suara apapun lagi.
Dia mengamati sekitar, tak jauh didepannya, ada ventilasi yang terbuka.
Oh tidak... jangan-jangan...
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
"Kak Aksa, makasih udah ngikutin sampai sini."
Suara terdengar dari belakang, di susul tikaman benda tajam di punggungnya.
•••
Asahi bersenandung di sepanjang lorong, berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa. Apa yang dia lakukan? Dia mengikuti Galaksi dan Yetfa setelah cukup lama berkeliling di lorong.
Dapat dia lihat dua orang di depannya tengah mencari sesuatu. Biar Asahi tebak, pasti mereka mencari Tama. Anak itu kan bersama mereka berdua sebelumnya.
"Kak Yetfa, menurut lo siapa Impostor terakhirnya?" Tanya Galaksi gelisah.
"Hmm, siapa ya...?"
Glek!
Galaksi menelan salivanya kasar. Sepertinya dia mengambil keputusan yang salah, kenapa dia tidak ikut Aksa saja ya.
"Gue rasa... ada yang di bunuh," kata Yetfa mendongak melihat speaker di sudut atas lorong. "Tapi pengumumannya agak lambat dari sebelumnya, kayaknya biar seru."
Ayolah, pengumuman kematian seseorang bukanlah hal seru. Galaksi jadi curiga kepada Yetfa.
Sebagai crewmate, Galaksi wajib mencurigai semua orang dan mencari tahu siapa Impostor yang tersisa. Iya, dia adalah seorang crewmate.
Kalian pasti sempat menuduhnya sebagai impostor kan? Hayo awokawok. Ciee salah tebak avv.
"Kak Yetfa, tadi lo kemana?" Tanya Galaksi pada akhirnya, masa bodo dengan nyawa.
"Ke toilet doang kok," jawab Yetfa.
"Masa sih?"
"Iya... percaya deh."
"Lo pergi bukan untuk-"
TET... TET.. TET...
"-bunuh orang."
"Arnawama Danadyaksa [dead]."
"Hah? Kak Aksa di-dibunuh? Lo ada disini, berarti impostornya-"
"[LOH, K-KAK NARES YANG BUNUH KAK AKSA?!]"
Belum sempat Galaksi menyelesaikan ucapannya, seruan Tama terdengar begitu keras, berasal dari arah navigation.
•••
Suasana di cafetaria sangat ribut. Tama tak berhenti menyudutkan Nares, dia melihat jelas Nares sedang mencabut pisau di punggung Aksa dan panik karena kepergok olehnya.
Nares sendiri terus menyangkal dengan berbagai alasan, bentakan-bentakan terus terdengar. Dia tak terima dituduh sembarangan.
Kalau sudah begini siapa yang akan menengahi? Aksa sudah tiada, pasti mereka tidak mau mendengar.
"Kak Asa, coba lo lerai mereka," suruh Yetfa mendorong Asahi untuk maju.
"Lo gak liat hidung gue merah karena kejedot dinding?!" Balas Asahi marah.
Tadi Asahi berniat melerai Nares dan Tama, di suruh baik-baik tapi keduanya tidak mendengar. Alhasil Asahi maju dan menarik Nares mundur, tidak tahunya Nares marah dan tak sengaja mendorongnya ke dinding.
"Kalian bisa diem gak sih?! Gue curiga kalian berdua, kalian sama-sama mencurigakan karena gak kelihatan sejak tadi!" Seru Galaksi marah. "Oh ya, tadi lo kemana, Tam? Kenapa main pergi gitu aja?!"
"Gue ngecek cctv!"
"Oke, lo impostornya!"
Nares mendelik. "Jangan ngaco, Tama anak baik-baik!"
Galaksi terkekeh sinis ke Tama. "Lo liat, sepupu lo aja belain lo, lah lo malah nuduh dia. Sepupu yang baik."
"Gue gak tega vote Tama..." cicit Yetfa lalu mengigit kuku ibu jarinya.
"Vote aja lah, gue vote Tama."
"Lo ada masalah apa sih?! Tadi Acio, sekarang Tama, habis itu siapa lagi? Gue?!" Seru Nares tak terima.
"Habisnya dia mencurigakan!"
"Lo gak usah asal vote, lo harusnya belajar dari kejadian Acio!"
"Gak usah bawa-bawa orang yang udah mati, bisa kan?"
"Galaksi, ucapan lo keterlaluan," tegur Yetfa.
"GUE VOTE DIRI SENDIRI AJA DEH!" Teriak Nares keras-keras.
Tama panik. "Kak Nares, lo jangan gila deh."
"Lebih baik gue yang mati, Pratama. Gue ini kakak sepupu lo.."
"TAPI GAK GITU CARANYA!"
TET...
Waktu voting telah selesai, Yetfa menjauh dari Nares dan Tama, takut jika kapak itu mengenai tubuhnya.
"Ini waktu pembuktian..." gumam Galaksi fokus ke depan.
CRASH!
"Pratama Restidalya [was not] An Impostor."
Deg!
"Bangsat! Kenapa bukan gue yang mati?!"
Jangan tanya bagaimana terkejutnya Galaksi setelah mendengar pengumumannya.
Tangis Nares pecah, menunjuk Galaksi dengan murka. "LO IMPOSTORNYA, PASTI LO!"
"Gue bukan impostor!"
"KALIAN BERDUA BISA DIEM GAK?! PIKIRIN PAKAI KEPALA DINGIN!" Teriak Yetfa tersulut emosi.
"Lo impostornya ya?!" Tanya Galaksi ngegas.
"Kenapa jadi gue?! Lo kali impostornya! Lo bermasalah sama Kak Evan, bisa aja lo yang bunuh dia kan?!"
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Saking sibuknya bertengkar, mereka sampai melupakan keberadaan Asahi yang kini tertawa dalam diam. Loh, kenapa tertawa? Jelas, dia tertawa karena di antara mereka bertiga tidak ada yang sadar.
Aktingnya bagus juga ya sampai mereka tidak tahu kalau dia impostornya. Hahaha!