Kalau kalian bertanya apakah Asahi yang membunuh Evan? Maka jawabannya, iya.
Tapi, mengapa dia mengancam Gendra? Sebelumnya Gendra pernah berkata kalau dia kurang srek jadi impostor. Bisa jadi kan Gendra berkhianat dan justru membantu crewmate? Dan saat itu Gendra belum tahu kalau Asahi adalah impostor.
Lalu, siapa kah yang membunuh Aksa? Jawabannya adalah Asahi sendiri.
Loh, bukannya Asahi mengikuti Yetfa dan Galaksi? Itu setelahnya, sebelumnya dia berkeliling di lorong mengikuti Aksa yang rupanya sedang mengikuti Tama.
Rencananya berjalan dengan mulus, sudah ia duga kalau Tama akan ke ruang cctv untuk mengamati semua orang. Kalau dia kesana, otomatis ada yang mengikuti untuk memastikan apakah Tama impostor atau bukan.
Tama percaya pada Asahi, dan Tama mengira Asahi diancam oleh si impostor. Namun dugaannya salah total.
Lalu, tentang Yoshi dan Mashiho yang marah pada Asahi bukan karena dia yang tidak mau jujur tentang siapa impostornya, tapi karena dialah impostor itu.
Soal essay yang dimaksud Aksa? Itu kertas dari dosen yang rupanya terlipat rapi di saku jaketnya, dia berbohong saja dan bilang kalau itu adalah task. Untung Aksa langsung percaya.
Lalu, apa maksud dari [biru] yang Genta bilang?
Aku yakin beberapa atau bahkan semua dari kalian pernah memikirkan nama orang ini. Siapakah dia?
•••
"Semuanya di larang keluar!" Perintah Nares berapi-api. "Kita liat si impostor berani bunuh orang disini atau enggak. Dengan begitu, crewmate bisa tau dan menang dengan cara vote dia."
"Tapi kan kita harus ngerjain task!" Seru Galaksi tak terima.
"Persetan dengan task, gue gak bakal ketipu lagi sama impostornya. Gue muak, dua adik gue mati disini!" Bentak Nares disertai umpatan kasar.
Yetfa jadi takut kalau Nares sudah begini, mana dia termasuk yang termuda sekarang.
"Terus sekarang kita harus apa? Kalau impostornya gak jalanin tugas?" Tanya Asahi datar.
"Ya gak apa-apa, bakal langsung ketahuan kok," jawab Nares disertai senyum penuh arti.
"Gimana caranya? Kalau impostornya gak bunuh orang, otomatis kita gak bakal tau siapa dia," heran Yetfa.
"Kalau lo teliti, lo pasti tau siapa impostornya."
Galaksi memicingkan matanya begitu melihat Nares menatap Asahi. "Maksud lo... Kak Asahi impostornya?"
"Kalau memang dia?"
"Gak mungkin, gue gak percaya."
Yetfa setuju. "Gak ada bukti yang mengarah ke dia, sekarang cuma lo yang patut dicurigai, Kak Nares."
"Gue setuju, bisa aja dia bersikap sok baik biar gak ada yang tuduh dia," nyinyir Galaksi.
Haha, dasar. Mereka tidak tahu saja kalau Asahi menertawakan mereka dalam hati, seharusnya mereka peka terhadap sesuatu dari dirinya.
"Ya... itu sih tergantung kalian. Gue jamin kalian bakal nyesel kalau gak vote Asahi," ucap Nares serius, mendadak aura berubah mencekam.
Nares tidak main-main dengan ucapannya.
"Gak, gue gak percaya." Galaksi menggeleng tegas. "Baju dia bersih, gak ada noda darah sedikit pun. Kalau dia impostor, pasti banyak darah korban di bajunya."
"Gak ada noda darah lo bilang?"
Nares tersenyum miring seraya mendekat ke Asahi, menunjuk badannya yang tertutup rapat dengan jaket. "Buka jaket lo, Asahi."
Deg!
Benar juga, sejak kematian Evan, Asahi tidak melepas jaketnya barang sedetikpun!
"Baju gue kena cipratan darahnya Bara," dusta Asahi sedatar-datarnya, sengaja tidak ada emosi dalam nada suaranya.
"Oh ya? Coba liat," paksa Nares.
Asahi menghela napas panjang, menurunkan resleting nya dan membuka jaketnya. Yetfa dan Galaksi terbelalak, banyak sekali noda darah di pakaian Asahi.
Nares menyeringai. "Udah gue duga, lo impostornya, Asahi."
"Heh Kak, kita semua juga punya noda darah. Cuma karena itu lo bilang dia impostor?" Tanya Galaksi kesal.
Ayolah Galaksi, seharusnya kamu diam saja.
Nares berbalik menghadap Galaksi. "Bara kalah dalam vote, badannya ke belah dua karena kapak. Seharusnya, noda darahnya itu berbentuk horizontal, bukan abstrak begini. Lo harusnya liat cipratan darah Genta di baju Acio, bentuknya horizontal."
"Terus?"
"Ck, Asahi impostornya."
"Tapi Kak Asahi gak ada petunjuk biru kayak yang dibilang Kak Genta..." timpal Yetfa masih belum percaya.
"Bisa aja petunjuk itu untuk ngecoh kita, kan?"
Yetfa merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia tidak memikirkan hal itu sebelumnya? Kalau benar begitu, berarti Asahi...
"Ketahuan juga akhirnya." Asahi buka suara. "Seharusnya orang teliti sekitar dibunuh aja sejak awal."
Srat!
"ARGHH!!!"
Erangan Nares terdengar keras, memegang leher bagian kanannya dimana darah mengucur deras dari sana. Ia seketika tumbang, membuat Galaksi dan Yetfa terpaku di tempat.
Gerakan itu sungguh cepat dan mulus.
"Maaf, tadinya gue mau gorok leher depan lo, tapi karena lo gak hadap gue, jadi ya..." ucap Asahi santai, memutar-mutar pisaunya yang berlumuran darah.
"JADI BENER LO IMPOSTORNYA?! SIAPA AJA YANG LO BUNUH, HAH?!" Teriak Galaksi murka, tak menyangka orang yang dia percaya adalah musuh dalam selimut.
"Kak Evan, Kak Aksa, sama Kak Nares yang otw, hehehe."
Disisi lain, Yetfa berusaha menghentikan pendarahan dari leher Nares yang terbuka lebar dengan sapu tangan, persis seperti apa yang ia lakukan terhadap Yoshi sebelumnya.
"Kak Nares, maaf," lirih Yetfa penuh rasa bersalah.
Nares menggeleng, tersenyum tipis, mengatakan tidak apa-apa. Yetfa ingin menangis, sungguh. Dia menyesal.
"Darimana lo dapet pisau itu?" Tanya Galaksi marah.
"Ada ruangan namanya weapon, sayangnya gak ada yang kesana selain impostor," jawab Asahi penuh kesombongan.
"Lo juga yang bunuh Kak Mashiho?"
"Bukan, itu kerjaannya Genta."
"Lo bener-bener ya..."
Asahi tertawa. "Tugas gue kan memang bunuh orang, jadi gimana lagi? Gue pingin menang."
Tatapan Yetfa berubah sendu. "Gue kecewa sama lo, Kak Asahi."
"[Sama, gue juga kecewa sama dia.]"
Ketiganya tersentak, refleks mendongak ke arah speaker yang baru saja berbunyi. Mereka terkejut, suara siapa itu?
"LO SIAPA?!" Tanya Galaksi lantang.
"[Gue kecewa lo bunuh Kak Nares, Kak Asahi. Lo bunuh orang diluar list nama korban, gue marah, gue benci sama lo.]"
"GUE TANYA SEKALI LAGI, LO SIAPA?!"
"[Oh, ada Galaksi... marah-marah mulu, kekeke.]"
Kedua tangan Galaksi terkepal, dia merasa dipermainkan di sini. "LO YANG BAWA KITA SEMUA KESINI?! JAWAB!"
"[Baru kali ini tebakan lo bener, ya? Hahaha! Lo yakin gak kenalin suara gue? Padahal... gue orang yang paling ganggu pikiran lo.]"
Ketiganya kompak membeku. Tidak... tidak mungkin. Mereka tahu siapa orang itu, tapi jelas-jelas mereka melihatnya terbaring tak bernyawa. Bagaimana mungkin...
"[Yup! Benar sekali! Gue si rambut merah itu, Nalendra Acacio. Surprise~!]"