Ratu sangat bahagia karena diajak makan bersama di rumah calon suaminya, walaupun dengan personil yang tidak lengkap tapi dirinya tetap senang sekali.
Revan yang tadinya mau kembali ke kantor tapi tidak diperbolehkan oleh mamanya, selain karena di luar sedang hujan deras takutnya nanti, ketika Ratu minta sesuatu tidak ada yang di mintai tolong.
"Tak bukankah perjanjiannya semalam aku cuma disuruh jemput doang, tidak untuk makan bersama?" protes Revan membuat Ratu memutar bola matanya dengan malas.
"Ya masa cuma di jemput, abis itu ditinggal? Aihh enggak sopan sekali?" kesal Ratu.
"Lebih baik kamu di rumah saja, bukankah Reyno sudah ada di kantor jadi biarkan dia yang menangani pekerjaan kamu," celetuk Jessica.
"Ya tapi kan tetap saja pekerjaan kami berbeda, aku tidak mau menyerahkan pekerjaanku kepada siapapun," ujar Revan membuat sang mama bangga, karena putra bungsunya tidak suka lepas tangan kalau soal pekerjaan.
Ddrttt ddrtt drttt!!!
"Sekertaris Rika"
Is calling...
"Halo, Rika."
"Halo bos, tumben sekali jam segini aja belum sampai di kantor? Apa terjadi sesuatu?"
"Maaf sekali, sepertinya hari ini saya tidak bisa berangkat ke kantor. Ada masalah di rumah yang bikin saya tidak masuk kerja hari ini, nanti kalau ada meeting tolong kamu wakilkan saja dulu. Biasa aja kalau saya sedang ada urusan di luar."
"Baik bos, kalau begitu saya akan mewakili anda. Semoga urusan anda segera selesai, supaya besok bisa kembali masuk bekerja.""
"Pasti, kamu jangan lupa untuk makan siang. Kalau begitu saya tutup dulu teleponnya."
"Baik bos, anda juga jangan lupa makan siang."
Setelah panggilan selesai Revan memasukkan handphonenya ke dalam saku blazernya kembali, tanpa disadarinya ada sepasang mata yang menatap curiga ke arahnya.
"Siapa, Rika? Kenapa kayaknya kamu perhatian banget sama dia?" tanya Ratu sembari bersedekap di depan dada.
"Bukan urusan kamu."
"Bukan urusan aku bagaimana? Aku itu calon istri kamu, jadi aku berhak tahu siapa saja yang menelpon kamu. Lagian kamu tumben sekali perhatian sama perempuan, pakai ingetin jangan lupa makan segala. Orang sama aku aja tidak pernah kayak gitu?" protes Ratu namun tak ditanggapi oleh Revan.
"Terserah kamu."
"Revan, kamu tidak boleh bersikap seperti itu. Jelaskan baik-baik kepada calon istri kamu, siapa wanita yang kamu telepon tadi?" nasihat Jessica.
"Untuk apa aku menjelaskannya?" heran Revan.
"Ya karena aku bertanya, siapa wanita yang bernama Rika tadi? Apa diam-diam kamu berselingkuh di belakang aku? Atau jangan-jangan selama ini kamu sudah punya pacar? Lantas kamu kenapa mau dijodohkan sama aku, kalau kamunya sudah punya pacar?" tuduh Ratu membuat Revan menghembuskan nafas beratnya.
"Kenapa sih kamu ini berisik sekali? Rika, sekretaris aku yang baru. Kalau kamu tidak percaya kamu bisa tanya langsung sama papa, dia yang seenaknya ganti sekertaris aku yang lama," terang Revan membuat Ratu bungkam.
"Sekertaris? Lantas sekretaris kamu yang lama ke mana? Apa mengundurkan diri?" tanya Jessica.
"Dia tidak mengundurkan diri, hanya saja sekretaris aku yang lama sekarang menjadi sekretarisnya papa, makanya aku dicarikan sekretaris baru," jelas Revan membuat Jessica menganggukkan kepalanya.
"Beneran itu cuma sekertaris? Tidak lebih? Tapi kenapa kalian terlihat akrab sekali? Kenapa juga harus ingetin makan?" tuduh Ratu.
"Memangnya kenapa kalau aku ingetin dia makan? Dia seharian ini bakal gantiin kerjaan aku, lantas apa salah kalau aku perhatian mengingatkannya makan siang?" jelas Revan.
"Ya tapi kan tetap saja ada yang aneh, harusnya kamu kayak gitu juga kalau sama aku," protes Ratu.
Jessica hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat perdebatan dua insan di hadapannya. Ada saja hal-hal kecil yang selalu mereka perdebatkan, namun hal tersebut terlihat lucu di matanya. Putra bungsunya yang notabene tidak banyak bicara, kini tidak irit lagi bicara ketika bersama Ratu.
"Revan, setelah ini kamu ajak calon istri kamu untuk melihat di mana kamar kamu," suruh Jessica membuat Revan seketika melebarkan matanya.
"Untuk apa aku ngajakin dia ke kamarku? Aku rasa ini udah kelewat batas," protes Revan.
"Kelewat batas apanya? Bentar lagi loh, hanya tinggal beberapa bulan lagi kalian sudah resmi menjadi suami-istri. Tidak ada masalah kalau dari sekarang, Ratu melihat bagaimana isi di dalam kamar kamu. Lagian mama setelah ini ada urusan di luar, jadi kamu yang harus menemani Ratu di rumah ini," suruh Jessica.
"Padahal mama yang mengundangnya ke sini, tapi kenapa malah mau ditinggal pergi sekarang?" kesal Revan karena tidak mau ditinggal berduaan.
"Mama, lupa banget kalau ada acara. Ini penting sekali dan tidak bisa ditunda,"ujar Jessica.
"Ya sudah kalau mama mau pergi, biar aku anterin aja dia pulang ke rumahnya. Setelah itu aku mau ke kantor." Revan beranjak dari tempat duduknya kemudian mengambil kunci mobilnya.
"Eh kamu mau ke mana? Siapa yang nyuruh kamu nganterin Ratu pulang ke rumah? Kamu tanya dulu sama calon istri kamu, dia mau pulang sekarang atau nanti?" tegur Jessica.
"Tante, kalau aku masih pengen di sini apa boleh? Kebetulan aku lagi males di rumah, tadi bukannya tante nyuruh aku supaya lihat kamarnya, Revan?" ujar Ratu yang sudah sangat penasaran dengan kamar calon suaminya.
"Iya, kamu memang harus melihatnya. Kamu juga akan menjadi penghuni kamar tersebut nantinya. Kalau begitu mama tinggal dulu ya, terima kasih kamu sudah mau menyempatkan untuk mau makan bersama kita." Jessica memeluk calon menantunya terlebih dahulu sebelum ditinggal pergi.
"Justru aku senang banget diundang makan di sini hehe, nanti lain kali aku undang kalian untuk makan di rumahku lagi. Hati-hati di jalan, Tante." Ratu melambaikan tangan kepada calon mertuanya.
"Revan, kamu jagain menantu, Mama. Awas aja kalau sampai dia pulang nangis," tegur Jessica sebelum benar-benar masuk mobil.
Kini hanya tinggal dua insan dengan sifat yang saling bertolak belakang, yang satunya memakai pakaian kantor dengan rapi dan yang satunya lagi masih mengenakan seragam SMA.
"Kamu kenapa malah diem aja di situ? Ayo kita pergi ke kamar kamu, aku udah enggak sabar pengen lihat kayak gimana sih kamar kita nantinya?" ajak Ratu namun tak membuat Revan bergerak, bahkan laki-laki itu hanya diam di tempat.
"Ayo kuantarkan kamu pulang saja," ujar Revan.
"Pulang? Apa kamu tidak lihat kalau di luar itu lagi hujan deras? Bisa-bisanya kamu malah ngajakin aku pulang, aku itu belum mau pulang," kesal Ratu.
"Tapi aku juga tidak mau, kalau kamu harus melihat kamarku," tolak Revan.
"Ya sudah kalau kamu tidak mau itu tidak jadi masalah, aku tinggal melaporkannya saja sama tante Jessica. Semuanya beres hanya dengan satu kali telepon, apa kamu ingin aku melakukannya?" ancam Ratu membuat Revan semakin mendengus kesal.
"Tapi jangan menyentuh barang sedikitpun di kamarku." Revan memperingati Ratu terlebih dahulu, supaya tidak seenaknya ketika sudah ada di dalam kamarnya.
Revan dengan ragu-ragu membuka pintu kamarnya, terlihat gelap karena langit yang mendung dan turun hujan deras. Begitu lampunya sudah dinyalakan, Ratu takjub dengan barang-barang yang ada di dalam kamar tertata begitu rapi pada tempatnya.
"Jangan sentuh barangku." Revan memperingati lagi, saat melihat Ratu hendak menyentuh komputernya.
"Aihh pelit sekali? Kalau aku tidak boleh menyentuh barang sedikitpun di kamar ini, itu berarti aku boleh menyentuh pemiliknya?" tanya Ratu dengan nada menggoda.
JANGAN LUPA TINGGALKAN
VOTE DAN COMENT NYA YAAA
TERIMAKASIH!!