Jessica langsung ngomel-ngomel begitu putra bungsunya sudah pulang dari kantor, masih perkara tentang tolong menantunya yang baru mengalami kecelakaan, tapi anaknya malah tidak memberitahukannya sama sekali.
Revan hanya diam saja mendapatkan omelan dari mamanya, berdasarkan dari pengalamannya adalah wanita kalau lagi ngomel tidak bisa dibantah omongannya, jadi cukup diam dan dengarkan.
"Aku lupa kasih tau," ujar Revan sembari meletakkan tas kerjanya di atas sofa.
"Kamu itu masih muda sayang, kenapa sering sekali lupa, sih?" keluh Jessica.
"Yang namanya lupa itu manusiawi, tidak bisa direncanakan dan tidak bisa request terlebih dahulu," ujar Revan membuat Jessica menggelengkan kepalanya.
"Lalu kenapa kamu tidak menunggu dia di rumah sakit? Seharusnya sebagai calon suami yang baik, kamu temani dia di saat-saat seperti ini," nasihat Jessica.
"Bukannya mama yang nyuruh aku pulang?" protes Revan membuat Jessica mengernyitkan alisnya.
"Kapan?"
"Sewaktu aku masih di rumah sakit, Mama telfon dan nanyain aku kenapa pulang terlambat? Habis itu aku langsung pulang," terang Revan membuat Jessica menepuk jidatnya.
"Ya seharusnya kamu itu bilang kalau kamu lagi menemani calon istri kamu di rumah sakit, jadi mama tidak akan menyuruh kamu buru-buru untuk pulang," tegur Jessica.
"Tapi mama tidak bertanya aku ada di rumah sakit atau tidak? Makanya aku tidak bilang apa-apa," elak Revan membuat Jessica menahan emosinya, berbicara dengan anak bungsunya memang membutuhkan kesabaran yang ekstra.
"Aihh kamu tuh benar-benar pengen tak hih, lain kali jangan seperti itu lagi." Jessica saking gemasnya ingin mencekik anaknya sendiri.
"Ya namanya juga lupa mau bagaimana, lagi? Sudah belum ngomelnya?" tanya Revan.
"Memangnya kenapa?" heran Jessica.
"Ya kalau ngomelnya sudah selesai, aku mau ke kamar, aku capek, pengen mandi." Revan beranjak dari tempat duduknya kemudian naik ke lantai dua.
"Aiss selalu saja kalau diomelin jawabannya tetap datar," gerutu Jessica.
Revan menghela nafas beratnya begitu sudah sampai di dalam kamar, padahal baru pulang tapi udah kena omelan. Bukannya disambut atau disuruh makan malam terlebih dahulu, tapi mamanya malah langsung merembet ke mana-mana.
"Kenapa sih, Mama kayaknya sayang banget sama itu cewek? Padahal juga bukan siapa-siapa, belum tentu juga bakalan jadi bagian dari keluarga ini," gumam Revan sembari melonggarkan dasinya, kemudian ia bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, yang terasa lengket setelah seharian beraktivitas.
Keesokan harinya Jessica sudah memasakkan makanan yang spesial untuk calon menantunya, namun ia tidak bisa mengantarkan ke sana dan akhirnya menyuruh putra bungsunya untuk mengantar ke rumahnya Ratu.
"Kenapa harus aku sih yang ngantar ke sana?" keluh Revan sembari mengaduk-ngaduk makanannya.
"Lah kenapa? Kamu itu harus memulai membiasakan sering-sering datang ke sana, bagaimanapun juga nantinya mereka akan menjadi keluarga kita juga. Ini mama sudah pagi-pagi memasak untuk calon istri kamu, selagi masih hangat kamu anterin ke sana sekarang. Eh tapi kamu habiskan dulu makanan kamu, supaya nanti di kantor kamu enggak kelaparan lagi," nasihat Jessica pada anak bungsunya.
"Oya, kakak kamu mana?" tanya Jessica yang belum melihat putra sulungnya keluar dari kamar.
"Mungkin masih tidur," ujar Revan.
"Buruan abisin makanannya," tegur Jessica.
"Iya."
"Nanti bawa makanannya hati-hati jangan sampai tumpah," nasihat Jessica membuat Revan menghembuskan nafasnya.
"Aku berangkat dulu," pamit Revan setelah mencium pipi kanan dan pipi kiri mamanya, ia masuk ke dalam mobil dan duduk di bagian tengah. Selalu ada supirnya yang mengantarnya ke mana-mana, mamanya terkadang memperbolehkan untuk mengendarai sendiri dan terkadang tidak.
"Kita mau kemana dulu, Den?" tanya sang supir.
"Ke rumah cewek nyebelin," ujar Revan membuat sang supir terkekeh.
"Oh maksudnya ke rumah calon istri, Aden?" godanya membuat Revan memutar bola matanya dengan malas.
"Jangan membicarakan hal itu, nanti bisa merusak mood," tegur Revan dengan ekspresi datarnya.
"Ah iya maaf, Den." Sang supir suka sekali iseng, tapi ia tahu majikannya yang satu ini tidak pernah benar-benar bisa marah.
Begitu sudah sampai di pekarangan rumahnya Ratu, seseorang yang membawa bekal makanan ragu untuk keluar dari mobil. Lebih tepatnya Revan malas, kalau harus bertemu dengan Ratu.
"Tolong antarkan makanan ini ke dalam," pinta Revan membuat sang supir mengerutkan keningnya.
"Loh, saya pikir aden yang mau mengantarkan makanan ini ke dalam? Saya tidak berani mengantarkan makanan ini, nanti bisa-bisa saya diinterogasi sama nyonya dan dimarahin. Memangnya Aden tidak mau bertemu dulu dengan calon istri?" goda sang supir.
"Aihh tunggu di sini." Revan tidak punya pilihan lain selain mengantarkannya sendiri.
TING TONG TING TONG!!
CEKLEKKK!!
"Revan? Haii kamu kenapa pagi-pagi sudah sampai di sini, sayang?" tanya Nia yang begitu bahagia melihat kedatangan calon menantunya.
"Saya disuruh mengantarkan ini sama, Mama. Revan menyodorkan bingkisan makanan tersebut.
"Wahh terima kasih banyak, kenapa sampai repot-repot seperti ini? Ayok masuk dulu," ajak Nia namun Revan buru-buru menggelengkan kepalanya.
"Saya harus segera berangkat ke kantor, karena ini sudah terlambat," tolak Revan membuat Nia terkekeh.
"Tidak papa kalau kamu terlambat sekali saja, lagian perusahaan itu kan milih kamu sendiri jadi tidak masalah. Ayok masuk dulu, kamu harus ketemu dulu sama calon istri kamu," ujar Nia kemudian menggandeng lengan calon menantunya menuju kamar putrinya.
"Tapi saya tidak pernah terlambat sebelumnya," celetuk Revan membuat Nia bangga karena calon menantunya begitu disiplin dalam pekerjaan.
"Sudah tidak papa, mandi biar tante yang ngomong sama mama kamu," ujar Nia kemudian membuka pintu kamar anaknya.
CEKLEKK!!
"Sayang, coba kamu lihat siapa yang pagi-pagi datang bertamu? Tamu spesial untuk kamu."
Ratu yang tadinya fokus kepada handphone, terpaksa menolehkan kepalanya untuk melihat siapa tamu yang dimaksud mamanya.
"Si manusia es? Ngapain di sini?" gumam Ratu.
"Pangeran kamu datang ke sini, sembari membawakan makanan untuk kamu. Katanya ini masakan dari calon mertua kamu, kalau begitu mama ambilkan piring dulu supaya kami bisa makan," pamit Nia kemudian keluar kamar berjalan menuju dapur, menyisakan Revan yang berdiri tegap di samping ranjang.
"Itu makanan dari mana kamu?" tanya Ratu.
"Iya."
"Terus kalau dari kamu apa?" tanya Ratu.
"Maksudnya?"
"Ya itu kan makanan dari mama kamu, masa kamu datang ke sini enggak bawa apapun?" protes Ratu membuat Revan kebingungan.
"Memangnya aku harus bawa apa?" heran Revan.
"Ya bawain aku coklat kek, bunga kek, atau apa gitu yang biasa cowok berikan kepada wanitanya?" jelas Ratu sembari mendengus kesal.
"Tapi kamu tidak memintanya?" ujar Revan membuat Ratu semakin badmood.
"Ya masa aku harus minta dulu baru kamu mau memberikannya untukku?" kesal Ratu sembari bersedekap di depan dada.
"Mana aku tahu, kalau kamu tidak minta," elak Revan yang masih tetap berdiri di posisinya.
"CK dasar cowok tidak romantis," cibir Ratu.
JANGAN LUPA TINGGALKAN
VOTE DAN COMENT NYA YAAA
TERIMAKASIH!!