Setelah selesai membersihkan diri Revan bergabung dengan yang lainnya di meja makan, tersangka yang tadi dicari oleh papanya rupanya sudah berada di rumah dan sudah lebih dulu melahap makanannya.
"Ayo makan sama-sama, jangan sampai kamu kurus kering begitu," ujar Reyno setengah menyindir Revan yang memiliki berat badan lebih kurus darinya.
"Kamu dari mana?" tanya Revan sembari mengambil tempat duduk dihadapan kembarannya.
"Tumben sekali kamu perhatian menanyakan aku dari mana? Mimpi apa kamu semalam?" heran Reyno.
"Tapi bener loh kamu ada peningkatan, biasanya kamu tidak pernah menanyakan hal seperti itu?" sahut sang mama yang juga keheranan.
"Bukan aku yang menanyakan kamu, tapi bos besar alias papa," ujar Revan membuat kembarannya mengerutkan keningnya.
"Ada apa papa menanyakan aku?" tanya Reyno.
"Lebih baik kamu tanyakan sendiri padanya, karena aku juga tidak menanyakan hal yang lebih," saran Revan membuat Reyno was-was sendiri.
"Memang kapan papa kamu bertanya seperti itu?" sahut mama.
"Tadi siang," ujar Revan sembari menyiduk nasi kemudian ia taruh di piringnya.
Ddrrtt ddrrt ddrttt!!
Jessica merogoh sakunya begitu merasakan ada getaran, yang mengganggu acara makan malam bersama anak-anaknya.
"Calon Besan"
Is calling...
"Halo, Pak."
"Halo Jes, maaf mengganggu waktu kamu malam-malam begini."
"Ah tidak papa, tidak ada yang mengganggu kok. Ada apa?"
"Emm aku hanya ingin bertanya, apakah Revan sudah pulang ke rumah? Dari tadi aku mencoba menghubungi nomornya tapi tidak diangkat?"
"Iya sudah pulang ke rumah, handphonenya mungkin tertinggal di kamar. Kalau aku boleh tahu ada apa mencarinya?"
"Begini, aku ingin mengajak Revan untuk makan malam bersama di rumahku. Ratu sudah memberitahu lebih awal, tapi kenapa sampai sekarang dia belum datang juga?"
"Benarkah? Kalau begitu aku akan segera menyuruhnya untuk berangkat ke rumah kamu."
"Terima kasih ya, maaf kalau merepotkan."
"Tidak masalah, justru aku senang kalau anak-anak kita jadi semakin dekat, dengan adanya pertemuan-pertemuan seperti ini."
"Iya, saya mikirnya juga demikian. Semoga anak-anak kita bisa cepat akrab sebelum ke jenjang yang lebih serius."
"Baiklah, kalau begitu saya tunggu di rumah. Selamat malam."
"Selamat malam juga."
Jessica melihat anak-anaknya yang lahap menyantap makanannya, tidak enak juga kalau menghentikan Revan untuk makan. Tapi kalau tidak dihentikan, bisa-bisa nanti perutnya kenyang duluan sebelum sampai di rumahnya Ratu.
"Revan, kamu jangan makan banyak-banyak nak," celetuk Jessica membuat putra bungsunya menolehkan kepalanya.
"Aku tidak pernah makan banyak," ujar Revan.
"Bukan seperti itu maksud mama, barusan calon mertua kamu mengingatkan untuk kamu malam ini makan malam di sana. Katanya kamu sudah diberitahu lebih awal, lantas kenapa kamu tidak berangkat ke sana?" tanya Jesicca.
"Untuk apa aku makan di rumah orang? Bukankah lebih baik aku makan di rumah sendiri," ujar Revan.
"Yang kamu maksud itu bukan rumah orang lain, tapi nantinya rumah itu akan menjadi rumah kamu juga. Bapak ingin mengenal lebih dekat sosok kamu, sekarang mereka sudah menunggu kehadiran kamu. Makanya mama bilang kamu jangan makan terlalu banyak, karena nanti kamu di sana pasti akan disuguhkan banyak makanan," terang Jessica membuat Revan menghembuskan nafas beratnya.
"Tapi aku tidak mau pergi ke sana, apalagi kalau cuma sendirian," tolak Revan.
"Kamu bisa ajak kakak kamu untuk pergi ke sana," saran Jessica membuat Reyno menolehkan kepalanya.
"Kenapa jadi aku yang dikorbankan? Aku tidak mau pergi ke mana-mana, aku capek pengen istirahat," tolak Reyno.
"Kamu harus menemani adik kamu, kalau tidak pintu kamar kamu tidak akan pernah mama buka," ancam Jessica sembari menunjukkan kunci kamar anak sulungnya yang sedari tadi dikantonginya.
"Yahh kenapa mama tega sekali, sih? Aku itu capek baru pulang bluar kota, makanya aku ingin istirahat," protes Reyno namun sang mama lagi-lagi tidak ingin dibantah.
"Gara-gara kamu tahu enggak? Kenapa sih aku harus nemenin kamu?" kesal Reyno.
"Aku tidak pernah meminta kamu untuk menemani aku, karena aku juga tidak ingin pergi ke sana." Revan tidak ingin berdebat lagi dengan kembarannya, ia memutuskan untuk menyudahi makanya kemudian pergi ke kamar.
Revan sangat malas kalau harus keluar tapi bukan untuk urusan yang penting, ia terbiasa menghabiskan malam yang di rumah dengan membaca novel atau pun menyelesaikan pekerjaan. Mengenakan celana panjang hitam, kaos berwarna putih, dilengkapi juga dengan jaket kulit berwarna hitam, tak lupa juga Revan memakai kacamatanya.
Anak laki-laki kembar tersebut berangkat menuju ke kediaman calon istri dari Revan, tentunya ditemani pula oleh sopir yang mengantarkan mereka. Pastinya dengan posisi tempat duduk yang agak berjauhan, entah kapan terakhir kali mereka duduk saling mendekat.
"Seharusnya kamu bilang sama mama, kalau kamu itu belum siap menikah. Jadinya tidak harus memaksakan semua kehendak seperti ini," tegur Reyno.
"Aku menang belum siap menikah, nanti kalau aku kabur kamu yang akan menggantikan posisiku," ujar Revan dengan entengnya.
"Bisa-bisanya kamu mengorbankan aku terus? Kalau aku menikah dengan wanita yang dijodohkan denganmu itu, lantas bagaimana nasib pacar-pacarku di luar sana? Aku tidak mau kalau mereka pergi begitu saja dariku, setelah tahu aku sudah menikah. Lagian aku tidak nafsu punya istri yang masih bocil," protes Reyno.
Tidak membutuhkan waktu lama mereka berdua sudah sampai di rumah yang dituju, Reyno turun dari mobil lebih dulu kemudian langsung berjalan menuju rumah mewah di hadapannya.
TING TONG TING TONG!!
CEKLEKKK!!
"Akhirnya kamu datang juga, tahu eggak aku tuh udah lama banget nungguin kamu? Kenapa jam segini kamu baru datang? Aku udah lapar banget, tapi enggak boleh makan karena harus nungguin kamu dulu," omel Ratu begitu membuka pintunya melihat calon suaminya sudah ada di depan pintu.
"Bisakah kita disuruh masuk dulu? Bukankah kita berdua ini tamu?" protes Reyno.
"Aihh yaudah buruan masuk," suruh Ratu dengan nada ketusnya.
"Lain kali kalau ada tamu itu dibiasakan untuk dipersilahkan masuk dulu, bukan malah langsung diomelin kayak gitu?" tegur Reyno pada wanita yang akan menjadi adik iparnya.
Revan hanya diam saja sedari tadi, bahkan begitu sudah sampai di meja makan laki-laki berkacamata tersebut masih saja merapatkan bibirnya. Reyno yang lebih banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan, dari dua orang paruh baya dihadapannya.
"Ratu, kamu duduk di samping calon suami kamu," suruh sang papa membuat Ratu ingin sekali protes.
"Padahal semua kursi itu sama saja, kenapa aku harus pindah-pindah segala, sih?" kesal Ratu.
"Ya biar lebih enak dilihatnya, kalian berdua harus sering-sering menghabiskan waktu seperti ini, supaya nanti kalau sudah menikah tidak canggung lagi," nasihat Jaya pada dua insan yang tinggal beberapa bulan lagi akan melangsungkan pernikahan.
"Jangan grogi ya, duduk deket cewek cantik," bisik Ratu membuat Revan memutar bola matanya dengan malas.
JANGAN LUPA TINGGALKAN
VOTE DAN COMENT NYA YAAA
TERIMAKASIH!!