Jaya begitu panik setelah mendapatkan kabar bahwa, putri kesayangannya mengalami kecelakaan dan sekarang sudah dibawa ke rumah sakit. Ia sudah tidak memikirkan lagi bagaimana nasib mobilnya, soal materi masih bisa dicari lagi tapi keselamatan anaknya yang menjadi prioritas utama.
Andin dan Naila yang lebih dulu mengetahui bahwa sahabat mereka mengalami kecelakaan, itupun karena mereka tidak sengaja melihat mobil yang dikerumuni banyak orang di pinggir jalan. Setelah itu mereka langsung bergegas menuju rumah sakit, untuk menjenguk sahabatnya yang entah bagaimana kondisinya sekarang.
"Di mana Ratu?" tanya Jaya begitu sudah sampai di rumah sakit berbarengan dengan datangnya teman-teman dari anaknya.
"Kami juga tidak tahu dia ada di ruangan mana, ayo kita langsung cek ke dalam," ujar Naila.
Setelah diberitahu oleh suster, yang mengatakan bahwa Ratu sudah pindahkan ke kamar rawat biasa, mereka bergegas menuju ke ruangan si korban kecelakaan.
CEKLEKKK!!
"Ratu?"
"Huwaaa papaaa, kaki aku sakit," adu Ratu sembari merengek manja.
"Astaga, bagaimana ini bisa terjadi nak? Kenapa kamu berkendara tidak hati-hati?" tanya Jaya yang paling melihat kaki anaknya diperban.
"Maafkan aku, memang salahku yang tidak fokus berkendara dan malah sibuk main handphone, jadinya kayak gini deh. Mobil papa juga pasti rusak, apa kalian sudah melihat bagaimana kondisi mobilnya?" Ratu juga panik kalau mobil papanya kenapa-kenapa, secara mobil itu adalah mobil kesayangan papanya.
"Kamu tidak perlu memikirkan soal mobil, kalau mobil itu rusak kita masih bisa membeli yang baru. Tapi kalau kamu yang kenapa-kenapa, anak papa dan mama kan cuma satu. Nanti siapa lagi yang akan ngabisin duit, Papa?" sindir Jaya membuat Ratu terkekeh.
"Berarti setelah ini aku boleh menghabiskan uang papa sepuasnya?" girang Ratu.
"Nah loh mampus salah ngomong," celetuk Nia menyindir suaminya yang asal ngejeplak aja kalau bicara.
"Iya, kamu boleh menghabiskan sepuasnya, tapi nanti kalau kamu berhasil lulus dari sekolah dengan nilai yang bagus," ujar Jaya membuat sang putri mengerucutkan bibirnya.
"Kalau kayak gitu mah sama aja bohong," kesal Ratu.
Orang tua mana yang tidak sedih, melihat anak semata wayangnya diperban di kepala dan juga di kakinya. Memang kecelakaan terjadi karena kecerobohan anaknya, tapi mereka tidak ingin saling menyalahkan atau menyebutkan siapapun.
"Kalian itu sebenarnya mau pergi ke mana? Kenapa tidak bareng saja? Kenapa harus pisah-pisah seperti itu?" tanya Nia membuat ke tiganya sama-sama diam.
"Kalian tidak perlu takut, saya hanya ingin bertanya saja tidak lebih," ujar Nia membuat Andin mendongakkan kepalanya.
"Emm ditempatinya sebenarnya mau pergi ke klub, rencananya mau malam mingguan di sana. Tapi saya dan Naila sengaja berangkat duluan, karena mau mampir ke toko baju sebentar. Kita lupa ngasih tahu Ratu, sekali lagi maafkan kami," sesal Andin.
"Kenapa kalian ini susah sekali dikasih tahu? Sudah dibilang berapa kali, jangan menginjakkan kaki di tempat-tempat seperti itu. Bahaya untuk anak-anak yang masih remaja seperti kalian, bagaimana kalau laki-laki hidung belang di sana memanfaatkan kalian bertiga? Siapa yang akan menjamin keselamatan kalian di sana? Apalagi di tempat bebas seperti itu, semuanya bisa terjadi termasuk transaksi barang-barang haram. Bagaimana kalau tiba-tiba ada polisi yang menggrebek dan kalian juga ikut-ikutan ditangkap? Astaga kenapa kalian bertiga ini keras kepala sekali?" tegur Jaya pada anak-anak perempuan dihadapannya.
"Di sana ada kakak kelas kita juga, dia pasti tidak akan membiarkan kita kenapa-kenapa," sahut Ratu.
"Oh jadi kalian bisa masuk di sana karena ada kakak kelas kalian itu? Aihh siapa yang bisa menjamin, kakak kelas kalian itu bisa melindungi kalian? Bukankah kalau sudah masuk ke tempat seperti itu, semuanya sibuk mabuk dan berjoget. Atau jangan-jangan kalian juga ikutan mabuk?" tuduh Jaya membuat ke tiganya buru-buru menggelengkan kepalanya.
"Kamu tidak pernah memesan minuman itu di sana, dari pertama kali kita masuk tempat itu pasti cuma juz yang kita pesan," ujar Naila supaya laki-laki paruh baya di hadapannya tidak salah paham.
"Apa saya bisa memegang omongan kalian? Apa jaminan kalau kalian berbohong pada saya?" tegur Jaya.
"Emm kami tidak tahu harus menjaminkan apa? Kami juga tidak punya apa-apa," ujar Naila.
"Baiklah begini saja, kalau kalian sampai ketahuan minum minuman alkohol saya akan melaporkan kejadian, di mana kalian sering pergi ke klub kepada orang tua kalian masing-masing. Tidak ada bantahan lagi karena itu sudah menjadi keputusan saya," ujar Jaya membuat Andin dan Naila tentu saja ketakutan kalau sampai benar-benar dilaporkan.
"Baiklah kami berjanji, tidak akan menyentuh minuman seperti itu." Naila dan Andin tentu saja takut, kalau sampai kebebasannya direnggut kalau sampai benar papanya ratu akan melaporkan kepada orang tua mereka.
"Sebaiknya kalian berdua pulang saja ke rumah, biar kami yang menunggu Ratu di rumah sakit. Takutnya nanti kalau kalian pulang kemalaman terjadi sesuatu di jalan," suruh Nia yang diangguki oleh teman-temannya Ratu.
"Ya udah kalau begitu kami pamit pulang dulu, kamu cepat sembuh ya. Makan yang banyak dan jangan memikirkan hal yang berat-berat," pamit Naila dan juga Andin.
Nia menyuapi anaknya karena sudah waktunya untuk makan malam, padahal ke dua tangannya tidak kenapa-kenapa tapi manjanya minta ampun kalau lagi sakit.
"Apa lebih baik kita kasih tahu kabar, tentang Ratu yang kecelakaan kepada menantu kita?" tanya Jaya pada istrinya.
"Iya dong emang harus dikasih kabar, walau bagaimanapun mereka berdua sebentar lagi akan menikah. Jadi sudah sepatutnya menantu kita tahu bagaimana keadaan calon istrinya," ujar Nia yang diangguki oleh sang suami.
"Kenapa sih harus dikasih tahu segala? Lagian dia tidak mungkin akan datang ke sini, dia itu orangnya sibuk banget. Mana mau dia sekedar datang ke sini kalau bukan untuk urusan yang penting," sahut Ratu yang tidak ingin melihat kehadiran si manusia es.
"Aihh kamu tidak boleh berbicara seperti itu, kami yakin dia akan menyempatkan waktu untuk menjenguk calon istrinya. Sebentar ya papa telefon dia dulu," ujar Jaya sembari menelpon calon menantunya melalui handphonenya pribadi.
"Menantu Tampan"
"Halo."
"Halo, Revan? Kamu lagi ada di mana sekarang? Apa sedang sibuk?"
"Tidak, ada apa?"
"Begini, saya ingin memberitahukan bahwa Ratu baru saja mengalami musibah dan sekarang dia dirawat di rumah sakit. Apa kamu ada waktu untuk datang menjenguk ke sini?"
"Kecelakaan?"
"Iya, dia mengalami kecelakaan karena ceroboh memainkan handphone sembari mengendarai mobil."
"Iya, nanti saya ke sana."
"Terima kasih ya sudah menyempatkan waktu untuk datang ke sini, kalau begitu saya share loc alamat rumah sakitnya. Kamu hati-hati di jalan dan jangan ngebut."
"Baiklah."
Jaya mematikan sambungan teleponnya begitu pembicaraan sudah selesai, walaupun calon menantunya sangat irit bicara tapi ia tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut.
"Tapi nanti kalau dia datang ke sini, kalian jangan ke mana-mana. Aku tidak mau kalau cuma berduaan sama dia," pinta Ratu membuat ke dua orang tuanya terkekeh.
"Sekarang aja enggak mau berduaan, coba lihat aja nanti kalau udah menikah pasti penginnya nempel terus," sindir Jaya membuat Ratu memutar bola matanya dengan malas.
JANGAN LUPA TINGGALKAN
VOTE DAN COMENT NYA YAAA
TERIMAKASIH!!
JANGAN LUPA TINGGALKAN
VOTE DAN COMENT NYA YAAA
TERIMAKASIH!!