Wanita mana yang tidak bahagia melihat jari manisnya tersematkan sebuah cincin berlian, tapi yang jadi permasalahannya adalah apakah harus memakai cincin tersebut ketika berada di area sekolahan. Pasti pihak sekolahan tidak akan membiarkan murid-muridnya, untuk membawa barang-barang mewah ke sekolahan.
"Tapi nanti kalau sering dilepas takutnya nanti malah hilang," tegur sang mama.
"Mama tidak perlu khawatir, cincinnya tidak akan hilang karena aku letakkan di tempat yang aman di dalam lemari," ujar Ratu sembari mengunyah roti bakar yang sudah disiapkan mamanya.
"Mama ragu kamu akan memakainya ketika berada di rumah, kalau sudah terbiasa dilepas di luar. Bagaimana kalau nanti calon suami kamu melihat, kamu tidak memakai cincin pemberian darinya? tegurnya.
"Aku akan menjelaskannya nanti, aku juga tidak mau membuat teman-temanku curiga dengan aku memakai cincin di jari manisku," ujar Ratu membuat sang mama akhirnya mengalah.
"Ada apa ini? Pagi-pagi kok sudah ribut di meja makan?" sahut sang papa yang baru saja menuruni anak tangga.
"Anak kamu ingin pergi ke sekolah tanpa menggunakan cincin lamaran, katanya takut ketahuan sama pihak sekolahan," ujar sang mama.
"Tapi memang ada benarnya juga, mana ada anak sekolahan yang memakai cincin berlian? Sedangkan sekolahannya Ratu bukan sekolahan elite milik internasional, pasti akan terasa aneh kalau melihat salah satu murid menggunakan barang mahal," terang sang papa.
"Nah tuh dengerin apa kata papa, aku memang tidak boleh memakainya." Ratu sebenarnya sangat menyayangkan jika cincin itu dilepas dari tangannya, dirinya terlihat cantik berkali-kali lipat menggunakan cincin berlian tersebut.
"Nanti malam ajak calon suami kamu untuk makan malam di sini, tiba-tiba mama merindukan calon menantuku itu," suruh sang mama.
"Ya udah mama aja yang nelpon dia, aku enggak punya kuota," ujar Ratu membuat orang tuanya terkekeh.
"Kamu itu pikun atau bagaimana? Jelas-jelas di rumah kita itu ada wi-fi, lalu kenapa kamu masih memikirkan kuota? Jangan banyak alasan, sekarang kamu telepon dia. Lebih baik janjian dari pagi, supaya dia bisa meluangkan waktu nanti malam dan tidak terkesan mendadak," suruh sang nyonya rumah.
"Kenapa harus aku sih yang nelpon? Males ah," tolak Ratu yang lagi sibuk dengan rotinya.
"Sekarang kamu pilih, kamu telepon calon suami kamu atau kamu tidak mendapatkan uang jajan hari ini?" ancam mama.
"Lah kenapa jadi uang jajan aku yang dikorbankan? Aiss kenapa kalian berdua tidak adil sekali padaku? Sebenarnya kalian itu menganggap aku anak atau tidak, sih?" protes Ratu.
"Tidak, kamu bukan anak kami. Kamu anak pungut jadi jalanan, sudah cepat sana telepon," suruh mama membuat Ratu mendengus kesal.
Ratu dengan terpaksa menelpon laki-laki yang akan menjadi menantu di rumah ini, satu panggilan sudah tapi tidak ada jawaban. Orang tuanya tetap menyuruh untuk mencoba menelpon sampai berkali-kali, kalau belum diangkat tetap usaha lagi.
"Manusia Es"
"Halo."
"Kamu itu dari mana aja, sih? Aku telepon dari tadi kenapa tidak diangkat? Capek tau enggak telponin terus dari tadi, tapi enggak direspon? Jangan sok penting deh."
Tuutttt!!!
"Si anjayyy kenapa teleponnya dimatiin?" kesal Ratu udah ngomong panjang lebar tapi malah dimatikan seenaknya.
"Hah, yang namanya telepon itu tata kramanya adalah bilang halo terlebih dahulu, kemudian sampaikan maksud dan tujuan bukan malah nyerocos enggak karuan. Ya wajar aja kalau dia langsung matiin teleponnya, pasti dia juga kesal karena kamu marah-marah tanpa sebab," tegur sang papa.
"Ya habis dia ngeselin banget, aku telepon berkali-kali tapi enggak diangkat. Padahal itu teleponnya udah nyambung," protes Ratu sembari meletakkan handphonenya secara asal.
"Jangan begitu dong, harus bersikap yang manis di depan calon suami kamu. Gimana kalau tiba-tiba dia berubah pikiran, kemudian membatalkan rencana pernikahannya dengan kamu hayoo?" tegur sang mama.
"Ya bagus dong, kalau seandainya aku tidak jadi menikah. Please deh, aku ini masih remaja, mana ada cewek remaja zaman sekarang yang menikah muda?" protes Ratu.
"Kalau seandainya kamu tidak jadi menikah, itu tidak jadi masalah. Tapi kamu akan kami kirim ke luar negeri, biar saja kamu hidup bebas di sana tanpa ada tekanan lagi dari kami. Tapi jangan berharap kamu bisa kembali lagi ke Indonesia," ancam mama tercinta yang sebenarnya hanya main-main, tapi putrinya malah merengek tidak jelas.
"Mama, kok kayak gitu, sih? Jadi benar aku ini bukan anak kalian? Kenapa kalian tega buang aku ke luar negeri? Benar-benar orang tua yang jahat," kesal Ratu hilang sudah selera makannya.
"Makanya kalau tidak mau kami tega, tinggal menurut aja apa kata orang tua. Jangan kebanyakan membantah, nanti kamu tidak akan masuk surga," nasihat sang mama.
"Yaudah iya, aku mau nikah. Kapan nikah? Besok nikah? Nanti nikah? Atau sekarang mau nikah? Ayok aku jabanin, nanti aku akan buatkan cucu yang banyak untuk kalian." Ratu sebenarnya sangat marah, tapi ia tidak bisa meluapkan semuanya di hadapan orang tuanya.
"Nah gitu dong, lagian kamu tidak akan menyesal kalau menikah dengan Revan. Yang harus kamu tahu adalah kami sudah mengenal beliau bagaimana sifatnya, itulah kenapa kami tidak ragu untuk menikahkan kamu dengannya. Pastinya kami tidak asal menikahkan kamu begitu saja, banyak sekali pertimbangan-pertimbangan sebelum kami memutuskan. Kalau kami meminta pendapat dari kamu, sudah pasti jawabannya kamu akan menolaknya dengan tegas. Tapi balik lagi, kami sudah mempertimbangkannya dengan matang," terang sang papa.
"Auk ah, aku mau berangkat sekolah dulu enggak usah dianterin aku bisa naik taksi sendiri." Ratu pergi begitu saja tanpa mencium tangan ke dua orang tuanya.
"Tuh anak perawan kamu marah, lagian pagi-pagi udah diceramahin," sindir sang istri.
"Lah kok jadi aku yang salah? Padahal tadi yang mulai duluan kamu, kenapa aku pula yang jadi korbannya?" protes sang suami.
"Oh jadi kamu nyalahin aku? Kamu berani sekarang nyalahin aku? Kamu mau jatah kamu tidak aku kasih? Atau kamu boleh tidur di sofa?" ancam sang istri membuat Jaya kelabakan.
"Lah kenapa ancaman yang seperti itu, sih? Kamu tahu sendiri kalau hal seperti itu adalah kelemahan bagi suami, tolonglah ancamannya sedikit yang masuk akal jangan itu-itu terus?" protes Jaya pada istrinya.
"Suka-suka aku dong, aku mau ngasih jatah atau enggak suka-suka aku. Kenapa jadi kamu yang protes?" kesal Nia.
"Aihh tidak pernah menang debat sama istri, maunya suka menangan sendiri dasar egois." gerutu Jaya.
"Ya untuk apa kamu mencari siapa yang menang? Memangnya ini perlombaan, ha?" sindir sang istri membuat Jaya menghembuskan nafas beratnya.
JANGAN LUPA TINGGALKAN
VOTE DAN COMENT NYA YAAA
TERIMAKASIH!!