Ruri tak ingin menyerah. Ia kembali melangkah dan mencoba menemui seseorang yang tinggal di sekitaran daerah itu. Namun, hingga ke ujung lorong, tak terlihat seorang pun berada di daerah itu. Bingung, namun langkah Ruri tak lantas berhenti. Hembusan angin kembali menyegarkannya, membuka mata dan meningkatkan gairah. Hari sudah senja, malam akan segera tiba, Ruri memutuskan kembali pulang ke rumah sakit. Ada penyesalan, begitu pula kekecewaan, namun tak lantas memupuskan harapan.
Sebuah bus bisa membawa Ruri kembali ke rumah sakit, namun ia lebih memilih untuk berjalan. Tidak begitu jauh, sambil terus menikmati indahnya pemandangan. Sesaat ia tersadar, ada pandangan mata yang aneh ke arahnya.
"Ada apa?" tanya Ruri yang benar-benar merasa bingung akan sikap mereka kepadanya.
"Ada yang mengikutimu," jelas seorang bocah yang kemudian ditarik paksa ibunya untuk mejauh dari Ruri.
"Apa?" Ruri kaget dan melihat ke arah belakang. Benar saja, ada seorang pria mengenakan jaket dan topi yang buru-buru bersembunyi di balik dinding saat Ruri menatap ke arah belakang.
Ruri mempercepat langkahnya, sesungguhnya ia begitu ingin menangkap sosok sang penguntit.
"Apa mungkin dia pria tu yang ada di rumah sakit?" gerutunya sembari mempercepat langkahnya.
Ruri memasuki area rumah sakit, ia kembali menuju ruangnya dan terlihat ada seseorang dirawat di sana. Bingung, Ruri memutuskan untuk mencari Lita.
"Sus, suster Lita dimana?" tanyanya kepada salah satu perawat jaga.
"Oh, Lita sedang libur. Besok pagi ia akan kembali bekerja," jelas perawat itu yang kemudian berlalu pergi.
Ruri memutuskan untuk duduk di taman, melihat sekitaran sembari mencari sosok pria tua yang kerap menatap serius ke arahnya.
"Jangan bilang ... kalau yang mengikuti suster Lita?" ungkapnya dengan pikiran yang berkecamuk.
"Arghh!!"
Terdengar teriakan kuat dari ruangan sebelah taman, ruangan yang sempat Ruri gunakan untuk merawatnya. Kaget dan iba, Ruri segera berlari memasuki ruangan itu.
"Kenapa? Apa kau kesakitan?" tanya Ruri mencoba menenangkan pemuda yang ada di hadapannya.
"Kepalaku berdenyut. Aku enggak tau kenapa ada di sini. Aku enggak ingat apa-apa," jelasnya sembari meringis kesakitan. Kedua tangannya menggenggam erat rambut hitamnya. Tubuhnya meringkuk karena rasa sakit yang begitu dalam.
"Tenanglah ... sebentar lagi perawat akan datang," ungkap Ruri yang memilih bersembunyi setelah pintu terbuka. Terlihat Dokter Leo dan perawat lain masuk memeriksa keadaannya.
"Tekanannya darahnya tinggi, detak jantungnya begitu kencang. Kita harus segera memindahkannya ke ruangan lain. Suster Lila, tolong siapkan ruangan. Sepertinya dia produk gagal," jelas Dokter Leo.
Mendadak ruangan menjadi riuh, Ruri masih saja bersembunyi sambil terus mencuri dengar apa yang mereka bicarakan.
"Produk gagal? Maksudnya?" gumam Ruri yang dipenuhi tanda tanya. "Aku yakin ... ada yang tidak beres dengan semua orang yang mengalami hilang ingatan," ungkap Ruri dengan mata yang mengecil, tangannya menggenggam erat dengan gigi yang saling beradu.
"Yah, aku yakin ada sesuatu yang terjadi pada diriku juga. Aku harus segera mencari tau semuanya. Mungkin Lita bisa membantuku," ungkapnya yang segera pergi meninggalkan ruangan setelah pemuda itu dibawa ke ruangan lain. Namun, ada sesuatu terjatuh saat pasien itu hendak dipindahkan. Dengan segera Ruri mengambil benda berupa dompet dan membawa pergi bersamanya.
Bersembunyi di balik ruangan, memilih daerah dekat taman dengan pepohonan rindang agar dirinya tak kelihatan, Ruri mencoba membuka dompet yang ia temukan. Terbelalak, betapa kagetnya Ruri melihat isi dompet pemuda tadi. Sebuah KTP, kunci dan kartu nama yang bertuliskan "Selamat datang Mr.L".
"Apa-apaan ini? Mengapa ia memiliki isi yang sama persis dengan dompetku? Kunci ini juga, memiliki bentuk dan ukuran yang sama," jelasnya sambil menatap ke arah dua kunci yang berada di dalam genggamannya.
"Mungkin aku bisa menemukan jawaban di ruang kerja Dokter Leo."
Ruri terus bersembunyi di tengah gelapnya taman. Tempat itu paling aman, karena lampu di bagian itu tengah rusak. Namun, ia juga merasa menderita akan banyaknya nyamuk yang terus menggigiti bagian tubuhnya.
"Bersabarlah Ruri, sebentar lagi tepat tengah malam. Kau bisa memasuki ruangan Dokter Leo setelahnya," ungkap Ruri penuh semangat.
Tepat pukul satu dini hari, Ruri keluar dari persembunyiannya. Ia melihat banyak pengunjung yang terlelap dengan pintu ruangan terkunci. Terkecuali perawat jaga yang masih berada dalam kondisi bangun. Ruri cukup mengenal baik daerah ini, ia bisa mengunjungi ruang Dokter Leo dari arah lain, meski harus berjalan memutar demi menghindari keberadaan perawat jaga.
Ruri berjalan mengendap dan berulang kali bersembunyi saat beberapa perawat melewati persimpangan. Ruri beruntung, ia tiba di depan ruangan Dokter Leo dalam keadaan tak terkunci. Tanpa meragu, ia segera membuka pintu dan melangkah masuk ke dalamnya. Ruangan tampak rapi dengan banyak map berjajar di lemari bagian belakang kursi.
"Kriet!"
Suara pintu terbuka, Ruri segera merunduk dan bersembunyi di bawah meja. Terdengar langkah kaki masuk ke dalam ruangan.
"Ruri!" ucap seorang wanita yang ternyata Lita. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan wajah cemas.
"Aku, aku hanya ...."
"Keluar sekarang, sebelum Dokter Leo kembali ke sini," ucap Lita sembari menunjukkan jendela.
"Lita, ada apa di jendela?" tanya Dokter Leo yang tiba-tiba hadir di ruangannya.
"Jendelanya belum terkunci," ungkap Lita yang dengan kasar menutup dan mengunci jendela ruangan.
"Oh ya, bagaimana keadaan Ruri, apa ada perkembangan akan daya ingatnya?" tanya Dokter Leo sambil membuka berkas yang ada di tangannya.
"Belum, sepertinya belum. Jika ada, akan segera saya infokan," jelas Lita dengan nada cemas dan sikap yang kaku.
"Kamu baik-baik saja, Lita?" tanya Dokter Leo.
"Y, ya," jawab Lita kaku kala menyadari langkah Dokter Leo yang kini mulai mendekati jendela untuk melihat sesuatu yang berada di sana.
"Kamu harus segera ke ruangan VVP untuk melihat seorang pasien di sana," ungkap Dokter Leo yang kemudian pergi meninggalkan ruangan bersama Lita.
***
Ruri memutuskan pergi ke perpustakaan daerah. Ia mencari buku yang berisi tentang merangsang ingatan. Sepertinya ia berharap bisa menemukan jawaban untuk memulihkan memorinya lebih cepat.
"Brak!"
Suara deras terdengar, Ruri tanpa sengaja menabrak seorang gadis yang ada di hadapannya.
"Maaf," ucap Ruri dengan tergesa-gesa lalu memungut buku-buku yang terjatuh akibat bertabrakan.
"Enggak apa, tenang saja!" ungkap gadis itu ramah sembari membantu Ruri mengumpulkan buku-bukunya.
"Apa kau yakin akan membaca semua buku ini?" tanya gadis itu heran, matanya menatap satu demi satu judul buku yang ada. "Apa kau hilang ingatan?" sambungnya dengan sikap yang terlalu ingin tahu. Membuat Ruri kesal dan memutuskan pergi begitu saja.
Duduk dan mulai membaca, namun Ruri bingung harus mulai darimana.
"Maaf, apa ini punyamu?" tanya gadis itu sembari menunjukkan kunci.
"Eh, ya!" jawab Ruri berniat merampas kunci itu dari tangan sang gadis.
"Eits, tunggu dulu! Jika kau ingin kunci ini. Kau harus menjawab pertanyaanku," ungkapnya dengan wajah usilnya.