Di sebuah gubuk reot, tidurlah seorang gadis yang cantik. Gadis itu bernama Azura.
Azura terbangun mengerjap. Gadis cantik dengan rambut berwarna biru itu terbangun di sebuah rumah reot yang asing.
"Di mana aku?" cetusnya, menengok ke kanan dan kiri.
Matanya melihat rumah tersebut berlantai kayu, lemari kayu, semuanya serba kayu.
Gadis itu memegangi kepalanya, yang entah mengapa berdenyut penuh dengan rasa nyeri tak tertahankan.
"Ini bukan rumahku. Kenapa aku berada di sini?"
Azura mencoba untuk menggali cuplikan kenangan hari-harinya kemarin. Sebuah ingatan bertumbuk dalam otaknya, saling tumpang tindih. Semuanya terasa memilukan, penuh dengan bayang-bayang yang mengerikan.
Sebuah bayangan yang samar memenuhi otaknya.
Perundungan. Cacian. Hinaan. Kehidupan yang tidak menyenangkan.
"Kamu perempuan tidak diuntung."
"Pergi saja dari rumah ini."
"Kamu tidak pantas hidup."
"Mati saja kamu!"
Semua omongan-omongan pedas yang menyakitkan itu merajam di benaknya, mengakibatkan luka yang menganga dalam batinnya.
Kalimat mengerikan itu bersumber dari keluarga Azura, Paman dan Bibinya. Azura dititipkan kepada mereka sejak dia kecil, karena orang tuanya meninggal akibat kecelakaan.
Berikutnya, ketika dia merasa tidak nyaman lagi dengan segala cemooh itu, Azura pergi keluar. Azura tengah menyusuri jalanan, kemudian … Gelap. Memorinya terputus di tengah jalan begitu saja!
Kala itu, Azura mencoba untuk kembali mengingat-ingatnya, tidak kunjung ditemukan!
"Astaga… Kenapa aku di sini? Aku di mana?"
Ia terus mengingat, akan tetapi …
"Aku tidak mengingatnya!" Azura bergumam agak frustasi, menjambaki kepalanya sendiri.
Ia bahkan menggigit bibirnya, berusaha keras untuk ingat, di mana ini, mengapa dia ada di sini … Tetapi semua usahanya sia-sia.
Di kala kepala yang bertalu-talu mengenaskan, gadis itu mendengar sebuah sayup-sayup suara.
"Ada orang di sini?"
Azura melangkahkan kakinya, turun dari tempat tidur. Gadis itu tergopoh-gopoh dengan semangat, ke arah pintu.
Azura mengintip. Di balik pintu kamar Azura, terdapat beberapa orang di sana. Mereka adalah seorang pria dan wanita yang memasuki usia lima puluh tahunan, sepasang suami istri. Rambut mereka separuh memutih.
Di tambah lagi, seorang lelaki yang berada di hadapan mereka. Lelaki itu seorang paruh baya, yang gagah perawakannya.
"Tuan dan Nyonya Foster, puterimu sudah berusia tujuh belas tahun, bukan?"
Sang istri merangkul suaminya, tersirat kesedihan mendalam terukir di wajahnya. "Ya. Dia berusia tujuh belas tahun."
"Sudah saatnya puterimu itu bekerja. Dia belum mendapatkan panggilan pekerjaan bukan?"
"Belum." jawab sang pria, Gabriel Foster.
Sepasang suami isteri tersebut sudah ketar-ketir. Ada pertanda tidak baik yang dibawa oleh lelaki di depannya! Dia bertanya tentang Azura Foster, anak mereka yang baru saja menginjak usia 17 tahun bulan lalu.
Sang perempuan, Isabelle Foster, turut menganggukkan kepala. Muncul gurat khawatir di raut muka Isabelle. "Sebenarnya, aku merisaukan kedatangan tuan ke gubuk kami. Sejak tadi, tuan hanya bertanya kepada kami, tanpa memperbolehkan kami bertanya. Kukira, sudah saatnya kami bertanya. Sebenarnya, tuan ini siapa?!"
"Baiklah … Maafkanlah aku jika telah berbuat lancang kepada keluarga Foster. Perkenalkanlah, aku adalah Flint Roderick. Aku merupakan Sekretaris Kerajaan Arthus. Di sini, aku akan memanggil Azura Foster untuk menjadi pelayan kerajaan kami. Oleh karenanya, aku meminta kalian untuk memanggil Nona Foster sekarang juga." pungkas lelaki itu tegas.
"Pe-pelayan kerajaan?" Isabelle memekik kaget.
"Ya." jawab Flint.
Sementara itu, Isabelle sudah hampir berkaca-kaca. Pemanggilan pekerjaan berarti sebuah perpisahan. Ia tak tega berpisah dengan Azura, apalagi dengan kondisinya yang masih lemah.
"Tidak bisakah Tuan Roderick menunda keberangkatan Azura? Bagaimanapun, dia baru saja menginjakkan umur tujuh belas tahun!" cetus Isabelle.
"Tidak. Aku harus menjemputnya sekarang juga. Aku berikan waktu kepada kalian selama dua jam untuk bersiap-siap."
"Tidak, jangan sekarang. Anakku belum siap, dia baru saja mengalami sesuatu yang buruk di dalam kehidupannya, dan tabib mengatakan kalau kondisinya masih sangat lemah untuk bepergian jauh…." Berikutnya, kalimat Gabriel tidak lagi terdengar oleh Azura.
Perempuan itu kebingungan. Ia memutuskan untuk berhenti mendengar pembicaraan mereka.
Seketika itu juga, Azura yang berada di dalam meruntut semuanya. Azura … Foster? Siapa Azura Foster itu?
Namanya memang Azura …. Tetapi, dia bukanlah Azura Foster! Dia adalah Azura Aishia!
"Mungkin ada Azura yang lain di sini…"
Azura mundur beberapa langkah. Otak mungilnya itu berusaha menelaah semuanya. Ia kebingungan, tak tahu apa-apa.
Namun, ketika itulah … dia melihat ke arah bayangan di depan cermin. Mata gadis itu membeliak sempurna. Dia berubah … Wajahnya sudah berubah !!
Azura Aishia adalah gadis keturunan Asia dengan rambut hitam legam sebahu, bermata hitam, dengan warna kulit kuning langsat.
Dan sekarang ….
Di pantulan cermin tersebut, terlihat seorang perempuan, dengan rambut berwarna biru, mata berwarna cokelat almond, dan juga kulit putih pucat yang sempurna!
"A, apa yang terjadi!" Dia memekik histeris.
Azura maju beberapa langkah ke depan, memandangi cermin. Mengusap pipinya, rambutnya, matanya, semuanya!
Sialnya, bayangan di cermin, turut melakukan hal yang serupa! Itu adalah pantulan wajahnya! Itu adalah dirinya!
"Aaah! Tidak! Ke mana Azura Aishia? Ke mana ….? Ke mana diriku sendiri?!" Azura berteriak kesetanan di hadapan cermin.
"Kenapa aku menjadi orang ini? Dia ini siapa? Apa yang terjadi kepada diriku?!"
Azura memukul-mukuli diri sendiri. Dia berteriak, meraung, bahkan meronta, meminta dikembalikan ke wujud aslinya, Azura Aisha.
Ketiga orang yang di ruang tamu saling bertatapan mendengar suara teriakan Azura dari dalam kamarnya. Mereka langsung masuk, memeriksa Azura.
Azura tengah berlutut di depan cermin seperti orang yang gila. Air matanya sudah berurai.
Flint mendecih. Saat itulah dia mengatakan dengan keras, "Dia terkena wabah?"
Tuan dan Nyonya Foster memandang ke arah Flint. Isabelle berteriak. "Ya. Sudah kukatakan bukan, kalau dia sedang lemah! Dia tak bisa pergi untuk jangka waktu dekat ini!"
"Isabelle! Jaga sikapmu, dia adalah anggota kerajaan!" Gabriel berkeras kepada isterinya. Pria berambut putih itu beralih kepada Flint dengan lemah lembut. "Tolong mengertilah Tuan Flint, jangan bawa Azura hari ini. Tolong kembali lagi ke sini beberapa pekan ke depan, ketika Azura sudah kembali dengan normal."
"Apa katamu? Beberapa pekan ke depan? Kalian bercanda?"
Mata Flint berubah merah menyala, dengan kilat kemarahan membara. "Kerajaan Arthus tidak akan memberikan waktu sampai selama itu untuk keluargamu, Foster. Lusa aku akan datang kepada kalian, untuk mengambil Azura. Perintah Kerajaan adalah suatu keputusan yang mutlak dan tidak bisa ditolerir."
Pasca mengucapkan itu, Flint keluar dari rumah kecil milik Foster. Dia segera naik ke atas kudanya, dan pergi meninggalkan rumah Keluarga Foster.
Sementara itu, di dalam ruangan terjadi kepanikan yang luar biasa.
Azura menangis tiada henti-hentinya. Ia tak bisa menerima kenyataan kalau dirinya berubah menjadi sosok lain, di dunia terasing yang entah di mana ini. Dia bahkan tidak tampak seperti di bumi. Dia seakan terlempar ke dunia yang aneh dan sangat jauh berbeda dengan bumi!
"Aku di mana? Aku siapa? Kenapa aku di sini?" raungnya menggila.
* * *