Chapter 17 - Menemui Ibu

Ellena masih terdiam. Ya, tiba-tiba saja dia merasa ragu untuk pergi. Ada hal yang membuatnya berpikir ulang. Keenan. Dia memang tidak berniat pergi untuk menemui Keenan, melainkan hanya untuk menemui ibunya.

Ellena masih belum siap untuk bertemu dengan Keenan. Namun di samping itu, dia juga sudah tidak sabar untuk bertemu dengan sang ibu dan menceritakan semua hal tentangnya dengan Lucas.

Ah, bagaimana jika nanti tiba-tiba bertemu dengan Keenan, saat dia sedang bersama Lucas? Dia harus menjawab apa jika Keenan bertanya tentang Lucas? Untuk yang ke sekian kalinya dia dihadapkan dengan situasi yang membuatnya dilema. Entah dia harus memutuskan untuk pergi, atau memilih untuk tetap tinggal?

Tidak mungkin! Dia tidak mungkin membiarkan ibunya menunggu. Bukankah dia sudah berjanji akan segera menemui ibunya, setelah selesai acara pernikahan itu? Bagaimana pun dia harus mencari cara agar tidak bertemu dengan Keenan di desa.

"Ada yang sedang kau pikirkan?" tanya Lucas setelah cukup lama menunggu Ellena bersuara.

Ellena tersadar, lalu menatap wajah Lucas, sebelum akhirnya dia menanggapi. "Ti-tidak, Pak."

"Lantas, kenapa kau masih berdiri di sana? Apa kau berniat untuk membatalkan ren—"

"Tidak!" potong Ellena dengan antusias. "Pak, apa kita akan menginap di sana?" tanyanya memastikan.

"Tidak! Aku tidak bisa menginap di sana."

Jawaban Lucas sesaat membuat Ellena tersenyum. Ya, dia juga berharap mereka tidak menginap di sana. Setidaknya, hal itu akan membuat dia lebih mudah untuk menghindari Keenan.

"Baiklah, kita pergi sekarang." Ellena melangkah menghampiri Lucas.

***

Sore itu, mereka tiba di rumah ibunya Ellena. Kedatangan mereka tampak disambut hangat oleh Briana dan Martin. Tampak raut bahagia dari wajah Ellena dan ibunya. Enam bulan tidak bertemu, membuat mereka harus menahan rindu cukup lama. Tatapan mereka terkunci beberapa saat, ketika masih berdiri di ambang pintu rumah itu.

Dengan wajah yang berkaca-kaca Ellena memeluk Briana, pun sebaliknya. Air mata pun menetes di pipi mereka, tanpa bisa dicegah. Beberapa saat mereka bertahan dalam posisi itu. Bahkan, kegiatan mereka seketika menjadi adegan yang mengharukan bagi Lucas dan Martin yang sedari tadi memperhatikannya.

Ellena melepaskan pelukan itu. "Ibu, aku sangat merindukanmu. Maaf, aku baru menemui Ibu hari ini." Ellena menyeka air mata ibunya dengan sangat perlahan. Nada bicaranya sedikit terbata-bata. Ditatapnya sorot mata sayu di depannya, hingga membuat air mata itu kembali menetes.

"Ibu juga sangat merindukanmu, Elle. Kau baik-baik saja, bukan?" Briana melakukan hal yang sama. Dia menyeka air mata Ellena dengan tangan yang sedikit bergetar.

"Aku selalu baik dan bahagia untuk Ibu dan Martin," jawab Ellena sambil memaksakan tawanya.

Setelah memeluk ibunya, Ellena beralih memeluk Martin yang juga sangat dia rindukan. Adik laki-laki yang sejak kecil selalu menjadi pelampiasan keusilannya. Namun, setelah dia bekerja di kota, itu tak lagi pernah terjadi. Kesibukannya membuat dia dan Martin tidak bisa menghabiskan waktu bersama, meskipun sekadar untuk bercanda dan bercerita.

Lucas tidak memalingkan pandangan. Melihat adegan yang mengharu biru di depan matanya, membuat dia cukup bisa menebak bahwa Ellena begitu peduli dan menyayangi keluarganya.

Ada sisi lain yang baru dia lihat dalam diri Ellena saat itu. Ellena yang lugu, lemah lembut dan penyayang, juga sangat peduli terhadap ibu dan adiknya. Hal itu sungguh membuat Lucas merasa kagum akan sosok wanita yang sudah resmi menjadi istrinya. Sosok mengagumkan yang rela mengorbankan waktu, tenaga dan perasaannya demi keluarga.

Lucas termenung beberapa saat, menyadari sebuah kesalahan. Rasanya dia begitu kejam telah melibatkan wanita sebaik Ellena dalam permainannya.

Ya, setelah melihat tangisan Ellena tadi malam dan saat ini, membuat Lucas menyesali perbuatannya. Apakah Ellena begitu menderita karena ulahnya? Batinnya saat itu.

Kendatipun begitu, Lucas tidak mungkin begitu saja membatalkan perjanjian itu. Dia masih sangat membutuhkan Ellena untuk membalas rasa sakitnya. Setidaknya Selena akan sangat cemburu jika melihat dirinya sudah menemukan pendamping yang lebih baik. Lagi pula, dia juga tidak ingin rugi karena sudah mengeluarkan uang banyak untuk Ellena.

"Ibu, perkenalkan ini Pak Lucas, suamiku." Ellena tersenyum seraya memperkenalkan Lucas kepada ibunya. Tidak lupa dia juga memperkenalkan pria itu kepada Martin.

Lucas menyapa dan menyalami Briana dengan sopan. Dia bersikap seolah-olah seperti menantu sungguhan di depan wanita paruh baya itu.

Briana mengajak Ellena dan Lucas masuk ke dalam rumah yang sangat sederhana. Rumah yang tentu sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan kemewahan rumah Lucas.

Mereka duduk di ruang tamu yang terdapat satu set sofa berwarna abu-abu. Sofa itu terlihat sedikit lusuh, sehingga membuat Ellena merasa tidak enak hati karena harus membiarkan Lucas duduk di sana.

Namun, Lucas sendiri terlihat biasa saja. Dia tidak menunjukkan sikap jijik sama sekali, meskipun harus duduk di atas sofa itu.

"Ibu akan mengambilkan air minum untuk kalian." Briana hendak beranjak dari tempat itu.

"Tidak perlu, Bu! Biarkan aku saja." Ellena bangkit dari duduknya.

"Kau di sini saja temani suamimu," jawab Briana, kemudian langsung beranjak menuju dapur.

"Kak, aku permisi ke kamar sebentar," pamit Martin yang juga meninggalkan Ellena dan Lucas di ruang tamu.

Ellena hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan, kemudian menoleh ke samping seraya menatap Lucas. "Maaf, karena saya Bapak jadi harus duduk di sofa ini," ucapnya merasa tidak enak hati.

"Tidak masalah," jawab Lucas singkat dan lantas mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

***

Setelah menghabiskan waktu cukup lama di rumah itu, kini Ellena dan Briana sudah berada di dalam kamar. Mereka tampak berbincang banyak secara empat mata.

"Bu, aku sangat mencintai suamiku. Ibu tidak perlu khawatir, karena beliau sangat baik padaku," ucap Ellena saat Briana lagi-lagi mengkhawatirkan akan pernikahannya dengan Lucas.

Awalnya Ellena berniat untuk menceritakan yang sebenarnya kepada sang ibu. Namun, entah mengapa seolah ada yang menghalangi mulutnya, sehingga dia mengurungkan niat itu. Dia terpaksa berbohong untuk tidak membuat ibunya khawatir.

"Ibu tahu. Dari pertama kali melihatnya, ibu sudah bisa menebak bahwa Lucas adalah pria yang baik. Terlihat dari cara dia bersikap dan berbicara, ibu yakin dia akan memperlakukanmu dengan baik, Elle. Ibu senang jika memang kau bahagia dengan pernikahanmu." Briana tampak meletakkan tangannya di atas punggung tangan Ellena.

Ellena tersenyum, tetapi sesaat wajahnya menciut kembali. Dia menatap serius wajah ibunya. "Ibu, apa Keenan masih sering datang kemari?"

Briana terdiam beberapa saat, menatap sorot sayu di depannya. "Ya, kemarin dia kemari, dia bercerita bahwa kau menghindarinya. Tadi pagi dia juga kemari. Apa dia tidak menghubungimu?"

"Tidak, Bu. Aku sengaja mematikan ponselku." Ellena menggelengkan kepala.

Briana mendengkus sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan perbincangan itu. "Kau tahu? Hari ini dia pergi menyusulmu ke kota," ujarnya yang sontak membuat Ellena terkejut.

"Apa?" Ellena membulat sempurna. Selanjutnya dia sangat mengkhawatirkan nasibnya, bagaimana jika Keenan mendapatkan informasi tentang pernikahannya dengan Lucas? Pikirnya.

"Kenapa kau tidak memberi tahu Keenan soal pernikahan kalian?" tanya Briana penasaran. "Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian, kenapa kau tiba-tiba menikah dengan pria lain?"

Ellena berpikir sejenak. "Aku hanya tidak memiliki keberanian untuk mengatakan bahwa aku sudah tidak mencintainya lagi, Bu. Sekarang, aku sudah memiliki Lucas yang sangat mencintaiku." Ellena menyunggingkan senyumnya. Dia sengaja berbohong dan tidak ingin membuat ibunya khawatir.

"Ibu harap kau segera menyelesaikan masalahmu dengan Keenan. Ibu sangat kasihan melihat dia yang sangat frustrasi menghadapimu." Briana menatap penuh harap.

"Baik, Bu. Ibu jangan terlalu mengkhawatirkan hal itu."

Setelah berbincang berbagai hal. Karena waktu sudah semakin sore, Ellena pun memutuskan untuk mengakhiri perbincangan mereka.

"Kau jaga diri baik-baik, Elle. Jangan pernah membantah suamimu, layani dia dengan baik. Ibu tahu Lucas adalah orang yang baik dan tidak akan menyakitimu," ucap Briana setelah Ellena mengatakan akan segera pulang ke kota.

"Iya, Bu, aku akan mengingat pesanmu," jawab Ellena.

Mereka pun segera keluar dari kamar itu dan menemui Lucas yang masih duduk di sofa bersama Martin.

"Lucas, ibu titipkan Ellena padamu, jaga dia baik-baik. Ibu mohon, jangan sakiti dia sedikit pun!" ucap Briana kepada Lucas.

"Baik, Bu, saya akan menjaga Ellena dengan baik. Ibu tidak perlu khawatir," jawab Lucas dengan sangat ramah.

"Oh ya, ibu berterima kasih atas kebaikanmu, sehingga hutang-hutang kami selelsai," ujar Briana datar.

"Itu tidak seberapa, Bu."