"Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan perempuan itu?" tanya seorang pria paruh baya yang duduk di kursi kebanggaannya.
Pria paruh baya itu menyesap rokok dari cerutu mahal miliknya.
Ia bukan terlihat seperti pria paruh baya yang tidak bisa melakukan apa-apa. Wajahnya terlihat sangar, pun matanya sangat tajam, setajam elang yang tengah membidik mangsanya.
Sebuah anting berwarna hitam dipakai di telinganya. Rambutnya yang terlihat sedikit keriting menambah kesan sangar pada pria itu.
Dia adalah Samuel Oxiyl, pria berdarah Amerika asli. Perawakan tubuh Samuel sangat tinggi. Kulitnya berwarna putih pucat. Pun, rambutnya berwarna sedikit pirang.
Samuel Oxiyl merupakan pemimpin salah satu mafia kelas kakap di kota New York.
Samuel berusia empat puluh tahun tepat beberapa bulan yang lalu. Ia tidak memiliki anak atau pun istri. Samuel menjalani hidupnya hanya untuk bersenang-senang dan berpetualang.
Nama Samuel sebenarnya bukanlah nama yang asing untuk didengar bagi orang-orang yang sudah terbiasa terjun ke dalam dunia hitam.
Koneksi dan juga kepemimpinan pria itu santer menjadi perdebatan karena pengaruhnya yang tak biasa. Beberapa kelompok mafia kelas kakap lainnya yang memiliki nyali menantang kelompok Samuel, biasanya akan berakhir mati secara tragis dalam peristiwa pembantaian masal.
Samuel menjadi pria yang sangat independent. Ia memiliki banyak bawahan di bawah kendali kepemimpinannya.
Siapa pun orang yang berani menentang Samuel, maka orang itu akan berakhir mati. Tak terkecuali dengan bawahan Samuel sendiri.
Samuel tidak membesarkan seorang pengkhianat. Karenanya, kesetiaan dan dedikasi para bawahan Samuel kepada Samuel sendiri terkadang membuat banyak pemimpin mafia kelas kakap lain menjadi iri.
Integritas pria paruh baya itu sangat dominan.
Ada total sekitar seratus bawahan yang bekerja di bawah kendali Samuel. Mereka semua adalah orang-orang terpilih yang diseleksi secara pribadi oleh Samuel.
Dan tentunya semua orang itu bukanlah orang-orang biasa. Mereka yang berhasil terpilih oleh Samuel adalah orang-orang luar biasa. Tak dapat dibandingkan dengan apa pun.
Kembali lagi ke masa sekarang, di mana Samuel sedang menyesap cerutu rokok miliknya yang tak henti-hentinya mengeluarkan asap.
Kedua mata Samuel menatap tajam pada salah satu bawahannya di depannya. Menunggu lanjutan informasi penting dari bawahannya itu.
"Maaf, Bos! Kami belum berhasil menemukan lokasinya. Para pihak yang terlibat dalam kepengurusan pelelangan tidak bersedia memberikan alamat dari pria yang berhasil membawa hadiah grand prize tersebut. Tidak peduli seberapa banyaknya kita memberikan mereka uang, mereka tetap bungkam dan menolak untuk berbicara barang satu patah kata pun," kata sang bawahan setelah sekian lama.
Samuel berdecih keras. Ia mematikan cerutunya lalu menaruh benda itu di atas asbak di meja.
Terlihat Samuel melonggarkan dasinya. Tampak gerah dengan berita yang baru saja ia dengar.
"Tidak bisakah kalian menyandera salah satu orang dari pihak pelelangan itu? Berikan mereka ancaman. Tukar sandera dengan informasi yang kita butuhkan. Jika mereka tetap tidak mau memberitahu, bunuh sandera itu tepat di depan mata mereka. Perlihatkan kepada mereka semua kalau kita semua tidak sedang bermain-main," titah Samuel kepalang kesal.
"Jika mereka tetap menolak berbicara saat sandera sudah dibunuh, ambil sandera lain dan bunuh lagi sandera itu. Terus lakukan hal itu secara berulang-ulang sampai mereka menyerah dan mau memberikan informasi yang kita butuhkan," sambung Samuel kemudian dengan tajam.
Sang bawahan yang diketahui bernama Kevin itu terdiam.
Kevin masih sangat muda. Ia berusia dua puluh lima tahun. Kevin sendiri merupakan salah satu dari tangan kanan yang paling Samuel percaya.
Karenanya, Kevin lah yang datang menghadap Samuel saat ini dan bukannya para bawahan atau tangan kanan lainnya.
"Ck, para pengurus pelelangan itu benar-benar mencari mati. Apakah mereka juga tidak mau memberitahu identitas asli si pembeli perempuan itu?" tanya Samuel lagi pada Kevin.
Dengan pakaian serba hitam yang ia pakai, Kevin lantas menganggukkan kepalanya membenarkan. "Mn. Itu benar, Bos! Mereka tidak mau memberitahu siapa identitas sang pembeli itu sebenarnya. Bahkan setelah kami mengancam akan mengacau pesta pelelangan yang akan datang, mereka tetap tidak mau memberitahu," ungkap Kevin dengan lugas.
Samuel tersenyum getir. "Apakah mereka ingin mencari masalah denganku, huh? Apakah mereka pikir aku akan berbuat lembut kepada mereka meskipun aku selalu datang ke setiap pelelangan yang mereka buka?" tanya Samuel tak habis pikir kepada dirinya sendiri.
Di depan sana, berdiri tiga meter jauhnya, Kevin terdiam sembari menundukkan kepalanya dalam-dalam di ruangan yang cukup temaram ini. Pencahayaan lampu kuning di atas sana nyatanya sama sekali tidak mampu menerangi ruangan ini dengan benar.
"Benar-benar tidak bisa dipercaya! Apa yang aku butuhkan adalah alamat orang yang sudah membeli budak itu. Apa susahnya untuk menyerahkannya kepadaku?"
Kevin meneguk saliva nya bulat-bulat tatkala aura mencekam keluar dari tubuh Samuel.
Aura itu sangat kuat, sampai-sampai berhasil membuat udara di sekeliling mereka menjadi terdistorsi.
Inilah salah satu hal yang Kevin kagumi dari sosok Samuel, yakni aura dominan yang dimilikinya. Aura dominan yang mampu membuat siapa saja bersedia untuk tunduk di bawah kaki Samuel.
"Bos, apa yang akan kita lakukan setelah ini? Aku pikir, mereka tetap tidak akan memberitahu alamat orang yang membeli budak itu. Apakah kita akan mencarinya secara manual saja?" tanya Kevin kemudian, memberi usulan lain serta jalan keluar yang lain.
Samuel melirik Kevin menggunakan sudut matanya. "Apakah kamu pikir itu adalah hal yang mudah? Kita bahkan tidak tahu di mana pria itu berada. Apakah kamu akan mengobrak-abrik seisi New York hanya demi menemukan pria itu dan budak cantik itu? Apakah kamu sanggup melakukannya?" tanya Samuel memberondong dengan banyak pertanyaan sekaligus.
Di depan sana, nyali Kevin seketika menciut. Kepalanya semakin tertunduk dalam, tak berani menatap atau pun membuka suara lagi pada sosok menyeramkan di depannya.
Samuel yang marah bukanlah hal yang mudah untuk diatasi. Di masa lalu, pernah ada salah satu bawahan kepercayaan Samuel yang meregang nyawa di tangan Samuel sendiri karena bawahannya itu terlalu banyak bicara.
Samuel membunuhnya tanpa pikir panjang menggunakan sebuah pistol yang langsung menghancurkan kepala pria malang itu.
Dan kini, Kevin tidak mau hal tersebut turut terjadi kepadanya. Kevin masih ingin hidup. Kevin tidak mau mati konyol karena terlalu banyak bicara seperti pria malang itu. Sungguh.
"Terus tekan pihak pelelangan sampai mau memberikan informasi yang dibutuhkan. Jangan kembali sampai kamu benar-benar mendapatkan informasi itu. Jika mereka terus bersikukuh menolak, lakukan kekerasan. Bunuh beberapa orang dan buat mereka semua ketakutan. Setelah itu, aku yakin kalau mereka pasti menurut dengan ucapan mu. Lakukan hal itu untukku. Kamu bisa melakukannya, 'kan?" tanya Samuel gamblang.
Di depan sana, Kevin menganggukkan kepalanya mengerti dan lantas menjawab, "Mn! Aku mengerti, Bos!"
"Bagus. Kalau begitu, kamu boleh pergi. Aku tunggu berita baiknya dalam waktu dekat."
"Mn!"
Dan dengan begitu, Kevin berbalik meninggalkan ruangan itu.
Sepeninggalan Kevin, Samuel lantas menyalakan rokok miliknya kembali. Menyesap rokok itu dari cerutu, lalu menghembuskan asap-asap yang seketika membumbung di udara.
"Aku akan mendapatkan perempuan itu tidak peduli bagaimana pun caranya. Lihat saja."