Haris menarikku ke dalam pelukannya dan malah menggendongku. Tanpa memberikan tanda-tanda tenaga, dia membawa aku ke kamar tidurnya di lantai paling atas dan membawa aku melewati ambang pintu. Pintu tertutup di belakang kami.
Kami sendirian.
Dia melepaskan sepatunya lalu melonggarkan dasi dari lehernya. Dia mencabutnya lalu pindah ke rompinya di bawahnya. Sepotong demi sepotong, dia menanggalkan pakaiannya sampai dia hanya mengenakan boxer hitamnya.
Tubuhnya berbeda dari caraku mengingatnya. Sekarang dia begitu robek sehingga otot-ototnya praktis keluar dari kulitnya. Lengannya yang kecokelatan ditutupi dengan tali, dan pahanya yang berotot sangat terpotong. Dadanya adalah bagian yang terbaik. Itu adalah sepotong beton yang kokoh, dinding yang tidak bisa dihancurkan. Alur di bawahnya tampak seperti gunung kecil, penuh kekuatan. Tonjolannya terlihat di celana dalamnya. Dia sepenuhnya tegak, diisi penuh keinginan.