Chapter 3 - Pahitnya Hidup

"AH!"

Rasa sakit ketika dipenetrasi itu sedikit mengejutkannya, Natalie langsung mencengkeram punggung Anthony dengan erat.

Anthony menatap ke bawah dan melihat noda darah di tempat tidur, dia segera memperlambat kecepatannya.

Wanita ini … ini pengalaman pertamanya? Dia sama sekali tidak tahu!

Setelah mengetahui fakta ini, Anthony berhenti dan membiarkan Natalie terbiasa dengan kondisinya. Tidak lupa dia memberinya kecupan hangat di dahinya dan memeluknya agar dia segera melupakan rasa sakitnya itu.

Setelah pertarungan mereka yang panas, Natalie tertidur dengan lelap di lengan Anthony.

Ketika dia tertidur, Anthony menyadari bahwa Natalie memakai kalung di lehernya. Dia kemudian meraih kalung itu dan melihatnya.

Di ujung kalung itu, terdapat sebuah liontin. Di bawah cahaya kamar yang redup, dia membuka liontin itu dan melihat dalamnya.

Ketika dia menatap liontin tersebut, sebuah api menyala di dalam hatinya.

Keesokan paginya, matahari bersinar dengan cerah dan kota Surabaya kembali sibuk.

Natalie membuka matanya dan dalam sekejap menjadi linglung.

Di mana ini?

Ketika dia masih berpikir, rasa sakit mulai menyerang pelipis kepalanya. Sepertinya alkohol yang dia minum kemarin memberinya hangover.

Ketika dia sibuk memijat pelipisnya, dia mulai mengingat kejadian kemarin malam.

Kemarin dia memergoki tunangannya selingkuh dan setelah itu …

Ya ampun, sepertinya dia memecahkan kaca mobil seseorang!

Tetapi, apa yang terjadi setelahnya dia tidak dapat mengingatnya.

Sepertinya dirinya ini berada di kamar hotel, apa yang sebenarnya terjadi kemarin malam?

Ponselnya, tas tangannya, bahkan botol Whiskey yang kemarin dia beli ada di samping tempat tidurnya.

Tetapi … darah apa ini yang ada di seprai tempat tidurnya!!

Nampaknya … dia berhubungan badan dengan seseorang kemarin malam.

Meski itu adalah pengalaman pertamanya, Natalie merasa acuh tak acuh.

Walaupun dia tidak tahu dia melakukannya dengan siapa, dia samar-samar mengingat sosok lelaki tampan dan gagah.

Setelah mencuci mukanya, dia berkemas dan berjalan menuju pintu keluar kamar.

Dia memiliki urusan penting hari ini, dia harus bergegas pergi.

Ketika dia membuka pintu, dia terkejut. Awalnya dia mengira bahwa dia salah membuka pintu, tetapi tidak mungkin!

Di hadapannya, ada 3 orang yang berdiri persis di depan pintunya. Orang yang berdiri paling depan memakai vest berwarna hitam, kemeja putih dan dasi berwarna hitam. Orang tersebut memasang wajah tersenyum dan terlihat ramah.

Di belakangnya, ada dua orang pengawal yang memakai jas hitam.

"Selamat pagi nona, Anda bisa memanggilku David. Tuan muda saya menitipkan barang ini dan meminta saya untuk menyerahkannya padamu."

David menoleh dan mengambil tas belanja yang dibawa oleh pengawal di belakangnya. Dia lalu memberikannya pada Natalie dengan hormat.

Natalie melirik ke dalam tas, rupanya itu sepasang high heels! Ketika dia melihat ke bawah, dia menyadari bahwa dia memakai sandal kamar mandi hotel.

Setelah dipikir-pikir, sepertinya sepatunya ketinggalan di jalan saat dia berusaha melarikan diri dari kepungan 3 orang bajingan itu.

"Siapa nama tuanmu?"

David tersenyum dan memberinya sebuah kartu nama.

"Ini kartu nama tuan muda saya, beliau bernama Anthony Stevano. Tuan muda berpesan, jika Anda sudah bangun, tolong telepon nomor ini untuk membahas apa yang telah terjadi tadi malam."

Kata-kata David membuat Natalie tercengang!

Anthony Stevano!

Dia tidak salah mendengar kan? Orang itu adalah CEO yang sering masuk TV bukan? Kalau tidak salah perusahaan dan kekayaannya sudah mendunia…

Perusahaan yang dijalankan oleh Anthony berada di bidang e-commerce, barang fashion, dan teknologi. Terlebih lagi, sepasang high heels yang dia terima ini berasal dari mereknya yaitu Gratia yang dia ambil dari Bahasa Latin yaitu Sola Gratia (hanya karena anugerah-Nya).

Di saat awal kuliah hingga sekarang, Gratia selalu diliput oleh majalah-majalah fashion di seluruh dunia.

Ketika dia melihat bagian belakang kartu namanya, dia melihat logo Gratia yaitu putri duyung yang cantik!

Dia pernah melihat sosok Anthony di berita sebelumnya. Ketampanan dan sosoknya yang arogan itu mengundang banyak perhatian para wanita dari segala kalangan.

Rupanya dia telah bertemu dengannya tadi malam!

Terlebih lagi, dia berhubungan badan dengannya!

Tidak, tidak, sepertinya dirinya melupakan sesuatu. Oh iya, dia memecahkan kaca mobilnya!

Ketika Natalie malu-malu mengangkat matanya, tatapan mata David yang tersenyum sudah menantinya.

Natalie terbatuk pelan. "Kalau begitu aku akan meneleponnya nanti. Aku ada perlu sekarang, aku harus pergi terlebih dahulu."

"Baiklah nona, hati-hati di jalan." David melangkah mundur dan mempersilahkan Natalie untuk pergi.

Sebelum pergi, Natalie memakai high heels yang diberikan oleh Anthony kepadanya. Tidak heran harganya mahal, benar-benar nyaman!

Green Hill Residence.

Bibinya Natalie, Celline, duduk di hadapannya sambil memasang muka cemberut. Dari atas ke bawah, barang-barang yang dipakainya adalah barang bermerek semua.

Sejak kematian orang tuanya, bibinya dan pamannya, William, pindah ke rumahnya dan mengambil 50% dari warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Tidak sampai di situ, pamannya mengambil alih bisnis orang tuanya yang merupakan salah satu brand fashion terkenal di Indonesia yaitu Doxia.

Tidak lama kemudian, paman dan bibinya itu juga membawa Erlyn masuk ke dalam rumahnya. Ketiga orang ini seperti belatung, mereka hidup dan berfoya-foya dari uang peninggalan orang tuanya.

Pada saat orang tuanya meninggal, dirinya masih terlalu muda dan tidak tahu apa-apa. Dia menganggap paman dan bibinya itu menganggap dirinya sebagai anaknya. Tetapi kenyataan menamparnya dengan keras.

"Sekarang setelah kamu pulang, mari kita diskusikan kapan kamu akan menikah. Bibi perlu menjual rumah ini untuk membeli rumah yang lebih besar. Surabaya akhir-akhir ini makin panas, kalau rumahku tidak ada kolam renangnya bisa-bisa aku mati kepanasan!"

Celline menatap Natalie dengan tatapan sinis.

Hal tersebut membuat Natalie semakin jijik dengan bibinya.

Warisan yang ditinggalkan orang tuanya itu cukup banyak, tetapi sejak paman dan bibinya ini pindah ke dalam rumahnya, mereka memakai berbagai alasan dan telah menghabiskan hampir seluruh warisan orang tuanya. Bisa dikatakan, rumah ini adalah warisan terakhirnya.

Natalie tidak memberi tahu paman dan bibinya bahwa dia akan pindah ke rumah barunya ketika dia menikah. Sepertinya Erlyn mengetahui hal ini dan memberi tahu mereka. Alasan itu cukup bagi bibinya untuk berniat menjual rumah ini dan memakai uangnya.

Natalie menekan rasa jijik di hatinya dan tersenyum. "Bibi, kamu tidak perlu terburu-buru. Daripada menjual, kenapa tidak merenovasi rumah ini saja? Seharusnya kan lebih murah. Minta saja uang dari paman dan bangunlah kolam renang di halaman belakang."

"Kamu ini tidak tahu apa-apa, perekonomian negara ini sedang lesu dan penjualan kita sedang turun secara drastis! Pamanmu itu sudah banting tulang setiap hari, tetapi hasil yang dia dapat benar-benar tidak sepadan. Sekarang, dia telah berhutang kepada orang agar bisnis orang tuamu itu tidak tutup. Kenapa kamu sekarang malah terdengar egois seperti itu? Apa kamu ingin menjual rumah ini sendiri terus mengambil seluruh uangnya? Apa kamu tidak kasihan dengan bibi?" Setetes air mata keluar dari sudut mata Celline.

Kedua tangan Natalie yang menggantung itu segera mengepal.

Dia mengingat dengan jelas bahwa pamannya itu meminjam uang bukan untuk kelangsungan bisnis keluarganya, semua uang itu dia gunakan untuk membeli mobil BMW terbaru, Iphone terbaru untuk Erlyn dan beberapa tas serta make up dari merek-merek terkenal untuk Celline.

Bahkan, keluarga pamannya ini berlibur ke Singapura bulan lalu menggunakan uang tersebut.

Dililit hutang? Dia berharap debt collector mengejar dan membunuh pamannya!