Chapter 29 - Buat Apa Aku Takut?

"Pasti pelakunya Cindy! Aku yakin dia pasti telah merencanakan semuanya! Sialan, wanita satu itu benar-benar busuk. Aku tahu rencananya itu membuatmu tidak bisa mengikuti pameran bursa kerja di sekolah kita. Bayangkan saja jika reputasimu itu benar-benar buruk, perusahaan mana yang berani memperkerjakanmu?" Analisis Nia terdengar masuk akal.

Natalie secara bertahap tetap tenang.

Saat ini, meskipun jika pelakunya adalah Cindy, kehebohan besar ini sudah terjadi dan dia tidak memiliki bukti.

Tetapi jika Natalie melihatnya dengan hati-hati, ada petunjuk yang dapat ditemukan.

Natalie menurunkan kepalanya dan melihat postingan di sosial media sekolahnya itu berulang kali. Secara mengejutkan, rupanya postingan itu hanyalah repost dari postingan seseorang. Berarti jika dia ingin menemukan dalang di balik semua kejadian ini, dia harus menemukan siapa yang pertama kali memposting semua berita palsu tersebut.

"Dasar orang-orang bodoh ini, mereka kira Dekan kita itu siapa? Mereka dengan berani menuduh sembarangan, aku sangat ingin menghajar mereka!"

Tatapan mata Nia penuh dengan kemarahan.

Natalie menyeka bekas telur yang pecah di tangan dan wajahnya dengan tissue. Lalu senyum tenang muncul di sudut mulutnya. "Jangan khawatir, aku punya cara!"

"Nat, yakin kamu punya solusinya?"

"Tentu saja, kekerasan bukanlah jawabannya. Kali ini, aku akan membuat orang-orang yang memfitnahku membayar harganya. Tapi sebelum itu, aku harus mencari tahu dan mengumpulkan semua bukti-bukti."

Melihat Natalie begitu tenang, Nia juga perlahan menjadi tenang.

Ketika jam sekolah berakhir, mereka pergi ke kampus dan mengambil gambar dari semua banner dengan kamera ponsel mereka.

Sedangkan untuk komentar dan postingan di media sosial, mereka telah meng-screenshotnya terlebih dahulu.

Setelah melakukannya dengan baik, Natalie pergi ke biro hukum.

Semua hal ini memakan waktu, berpikir bahwa Anthony tidak di rumah, Natalie tidak terlalu gelisah dengan jam malamnya. Setelah makan malam di luar sama Nia, barulah dia kembali ke apartemen.

Ketika dia kembali ke Apartemen Nirwana, Edwin sudah menunggu di bawah.

Pada waktu itu, Edwin sudah dikelilingi oleh beberapa pengawal. Dia sedang memegang telepon, dan wajahnya sedikit cemas. "Saya berjanji akan menemukannya ... Baik, saya berani menjaminnya dengan kepala saya."

"Edwin, sedang apa kamu di sini?" Natalie berkata dengan santai sekaligus penasaran.

Edwin dengan cepat memutar kepalanya, wajahnya tiba-tiba menunjukkan ekspresi terkejut. Dengan suara yang bersemangat, dia berkata pada ponselnya. "Tuan muda, nona Natalie sudah kembali ... Baik, saya akan memberikannya kepadanya."

"Nona, tuan muda ingin berbicara dengan Anda!"

Natalie terbiasa melihat temperamen Edwin yang ceria, ini adalah pertama kalinya dia melihat dia begitu aneh dan berkeringat.

Natalie lalu mengambil teleponnya dan berkata pelan. "Halo!"

"Dari mana kamu? Kenapa kamu tidak menjawab teleponku?" Suara Anthony penuh dengan penekanan.

Natalie menurunkan kepalanya, mengambil ponselnya dan menyadari bahwa ponselnya telah mati.

"Maaf, maaf, baterainya habis! Aku baru saja kembali dari sekolah, aku ada kegiatan hari ini..."

"Bukankah kamu bilang kalau kamu hari ini akan tinggal di rumah? Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?"

"Er ... aku baik-baik saja!"

Natalie tersipu sedikit, dan perhatiannya yang terlalu antusias membuatnya sedikit tidak nyaman.

Sebelumnya, Reynold tidak pernah memberi begitu banyak perhatian padanya.

"Dalam sepuluh menit, aku akan menelepon nomormu. Jika kamu tidak menjawabnya, lihat saja nanti!"

Suaranya terdengar dalam dan magnetik, hangat dan memabukkan.

Setelah dia menutup telepon, dia bergegas ke lantai atas.

Edwin mengikutinya, menjelaskan tak berdaya. "Tuan muda telah mencoba menghubungi ponsel Anda sejak pukul 7 malam. Tuan muda sangat cemas dengan Anda. Dia bahkan sudah di ambang terbang kembali ke Indonesia. Saya tidak pernah mendengar tuan muda segugup dan secemas itu sebelumnya."

Natalie menatap Edwin dengan tersenyum. "Aku pasti sudah merepotkanmu!"

Segera setelah dia sampai di apartemen, dia melepas sepatu, mengambil charger, menancapkannya pada ponselnya dan menyalakannya

Permintaan video call juga datang dengan cepat.

Natalie bertanya-tanya kapan dia memberinya nomor teleponnya.

Di kamera, Anthony memakai setelan hitam dengan rambut rapi. Latar belakangnya adalah ruang pertemuan besar.

Sekarang di Amerika pukul sepuluh pagi. Anthony sedang berada dalam sebuah pertemuan. Meskipun seluruh penonton terdiam, Natalie masih dapat melihat deretan orang-orang elite di kejauhan.

"Biarkan aku melihatmu, apa kamu terluka?" Nadanya terdengar sombong.

Natalie sedikit malu. "Apa kamu bisa mematikan kameramu? Aku merasa mereka semua sedang mencuri pandang kepadaku!"

Anthony lalu berkata pada sekretarisnya dalam Bahasa Inggris. Sesaat kemudian, sekelompok orang elite itu keluar dan meninggalkan ruangan selama lima menit.

"Sekarang sudah tidak ada orang, biarkan aku melihatmu... "

Natalie menempelkan wajahnya di depan kamera.

"Mengapa wajahmu kotor? Apa kamu habis jatuh?"

"Hah, beneran?"

Natalie lalu melihat video call tersebut dengan seksama, dan ternyata ada beberapa noda di wajahnya. Mata pria itu benar-benar tajam.

Dengan cepat dia menyeka wajahnya dengan tangannya dan berkata. "Aku habis makan nasi cumi-cumi yang terkenal itu lho ... Aku tidak jatuh!"

"Kenapa matamu merah? Apa kamu habis menangis? Apa ada orang yang mengganggumu lagi?"

"..."

Dia memang menangis sebentar tadi. Di perjalanan pulangnya, dia berpikir kenapa dirinya yang selalu bernasib buruk. Dia tidak menyangka Anthony akan sadar sampai segitunya.

Jadi apakah perlu dia menceritakan tentang dirinya ditindas?

Lupakan saja, lebih baik selesaikan sendiri.

Dengan ponsel di satu tangan, Natalie tersenyum. "Tidak, aku cuma kelilipan tadi. Dalam beberapa hari, akan ada bursa kerja di sekolahku. Aku sedikit gugup dan khawatir bahwa aku tidak dapat menemukan pekerjaan yang baik."

Kekhawatirannya itu sama dengan setiap lulusan baru.

"Apa jenis pekerjaan yang kamu cari? Apakah kamu takut aku tidak mampu menafkahimu?" Nada suaranya cukup sombong.

Apakah kekasih Anthony Stevano perlu mencemaskan uang dan pakaian?

Natalie linglung sejenak. Dia bersandar pada sofa, terbatuk dan mengingatkan. "Anthony, apa kamu lupa kalau kontrak kita itu cuma 100 hari?"

Anthony terkejut. Ekspresinya sepertinya sudah lupa bahwa dia dan Natalie memiliki kontrak hubungan.

Tentu Natalie tidak memiliki kekhawatiran tentang uang dan pakaian dalam 100 hari ke depan. Tetapi bagaimana setelah 100 hari itu berlalu?

Awalnya, Anthony berada dalam semangat tinggi. Tiba-tiba, wajahnya menjadi masam.

"Baiklah, beristirahatlah dengan baik. Jangan keluar-keluar lagi, mengerti?"

Natalie sangat tenang. Dari awal, dia tahu identitasnya. "Siap!"

Setelah menatapnya untuk waktu yang lama, Anthony akhirnya menutup telepon.

Pada malam hari, Natalie berbaring di tempat tidur sambil menatap sosial media sekolahnya dengan ponselnya untuk memeriksa kemajuan investigasinya ini.

Bahkan, dia hampir dapat menebak siapa pelakunya itu. Pelakunya ini seperti anjing gila, melompat pada dirinya dan mencoba untuk membunuh dirinya.

...

Pagi berikutnya, di gerbang masuk Maximillian.

Saat ini, sekolah sangat sibuk. Selain itu, banyak perusahaan-perusahaan skala besar yang melakukan proses rekrutmen. Namun beberapa siswa secara diam-diam menantikan kedatangan siswa dan dosen mereka yang membuat ricuh kemarin.

Nia memperhatikan sekitarnya, sebagian besar siswa angkatannya ada di sana.

Dia langsung menghentikan Natalie. "Jangan pergi hari ini. Ada begitu banyak orang, apa kamu tidak takut akan terjadi sesuatu?"

Natalie berkata dengan tenang. "Aku tidak melakukan semua tuduhan itu, buat apa aku takut?"