Negara Amerika Serikat saat ini digemparkan dengan adanya ledakan bom yang sangat besar di bagian kota Florida hingga menewaskan berpuluh-puluh ribu jiwa manusia. Semua orang bertanya-tanya apa penyebabnya dan kenapa hal itu bisa terjadi, namun tidak ada satupun yang bisa menjawab. Kepolisian Amerika bahkan sedang menyelidiki kasus tersebut, namun sampai sekarang tidak ada satupun informasi yang didapatkan terkait bom misterius itu.
Beberapa tentara Amerika serta para relawan pun ikut pergi ke lokasi kejadian, untuk membantu orang-orang yang terkena dampak dari ledakan besar tersebut.
Bukan hanya di negara Amerika saja, tapi seluruh dunia kini tengah memperbincangkan hal tersebut. Bom meledak tepat pada pukul sembilan malam waktu setempat.
Kabar tersebut bahkan sudah sampai di tangan Lord berkat Adrian - sang pemberi informasi.
Saat ini Lord tengah memegang sebuah tab milik Adrian yang menampilkan keadaan wilayah kota bagian Florida saat ini. Semua rumah-rumah hangus. Mata tajam Lord terus meneliti layar macbook itu.
"Ada informasi lain?" Lord bertanya dengan nada tenang, terlihat tidak terlalu terkejut mendengar hal itu.
Adrian menggaruk kepalanya sebentar sebelum menjawab, "Tidak," terang Adrian akhirnya.
Lord kembali menyerahkan macbook tersebut pada Adrian yang langsung di terima oleh pria itu.
"Bersiap-siaplah. Kita bertiga akan pergi ke lokasi kejadian untuk mencari informasi lebih." Setelah mengatakan itu Lord berlalu dari hadapan Adrian yang terdiam di tempat.
'Kita bertiga?' - batin Adrian mencerna beberapa saat.
"Siapa yang satu lagi?" teriak Adrian dengan suara yang keras.
"Felix." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Lord sebelum dia benar-benar menghilang di balik pintu.
"Kau mau kemana?"
Lord tak menjawab lagi karena ia sudah menghilang di balik pintu, tapi Adrian yakin jika pria itu mendengarnya.
Adrian menghela napas panjang menghadapi sikap Lord yang terlalu dingin dan irit bicara itu. Untung saja ia adalah manusia dengan stok kesabaran besar menghadapi tingkah temannya yang satu itu.
***
"Kapan kita akan pergi ke lokasi itu?" tanya Adrian, pria itu terus memperhatikan Lord yah saat ini tengah mengisi anak peluru di dalam pistolnya. Pria itu berniat berjaga-jaga saja.
"Pukul dua belas malam," ujar Lord tegas. Pria itu mendekati Adrian yang saat ini sedang membuka layar komputernya hingga menampilkan kota bagian Florida saat malam hari melalui satelit dunia.
"Kenapa bukan sekarang saja?" tanya Adrian.
"Kita melakukan penyelidikan bukan untuk pemerintahan, tapi untuk kepentingan kelompok. Aku tidak ingin mereka tau jika kita ikut menyelidiki kasus itu."
Adrian menghela napas, pria itu menyugar rambutnya kebelakang dan menatap jam dinding.
"Masih jam sepuluh. Aku punya waktu dua jam lagi untuk beristirahat." Adrian melemparkan tubuhnya di atas ranjang seraya menguap dengan suara kerasnya.
Lord kini mendudukan dirinya di meja markas Righnero. Saat ini mereka memang tengah berada di ruangan pribadi Lord yang terdapat di dalam markas Righnero.
"Kau sudah menyiapkan helikopter?" Adrian yang hendak memejamkan matanya langsung terbuka lebar.
"Kau tidak pernah menyuruhku memerintahkan helikopter!" tukas Adrian dengan nada tidak suka karena Lord yang terus-menerus mengganggu tidurnya.
"Kita akan pergi ke kota Florida bagian utara, kau berpikirlah menggunakan logika! Karena sangat tidak mungkin kita menggunakan mobil menuju tempat jauh itu di tengah malam begini!" balas Lord sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. Pria itu memejamkan matanya.
Adrian dengan terpaksa berdiri dari duduknya, pria itu sedikit bersungut-sungut, dia berjalan mengambil macbook nya dan mulai menghubungi seseorang untuk membawa helikopter ke sini sekarang juga.
"Ada lagi?" tekan Adrian dengan di iringi nada menyindirnya.
Lord tak menjawab lagi, pria itu masih setia memejamkan matanya, hal itu membuat Adrian mendengus. Ia melempar tubuh kembali ke atas ranjang, melempar asal macbook miliknya dan mulai memejamkan matanya untuk tertidur.
***
Dua jam kemudian.
Lord melangkah menaiki anak tangga menuju rooftop, karena helikopter di daratkan di situ.
Lord melompat masuk ke dalam helikopternya di ikuti oleh Adrian dan Felix. Lord mendudukan dirinya di kursi kemudi di ikuti oleh Adrian di sebelahnya dan Felix di belakang.
Bunyi helikopter sangat menggema di keheningan malam. Lord mulai menerbangakan helikopternya ke atas, menuju kota bagian utara Florida dengan headset yang sudah terpasang di kedua telinganya.
Adrian membuka macbook miliknya untuk kembali melihat kota Florida, mengawasi apakah masih ada orang di sana ataukah tidak.
Lord sesekali menatap titik dimana letak mereka sekarang.
***
Leanore mematung di tempat, menatap sebuah layar televisi yang kini sedang menampilkan berita tentang meledaknya bom di kawasan bagian utara negaranya. Leanore memandangi dengan teliti, gadis itu menggigit bibir bawahnya, dahinya mengerut. Ia menduga jika dampak yang di lakukannya kemarin adalah meledaknya kota bagian utara Florida.
Leanore bisa menduganya karena ledakan bom nuklir itu terjadi jam sembilan malam, tepat di saat dia menekan alat itu.
"Apa yang sudah ku lakukan?" Leanore berkata dengan lirih, tubuh gadis itu bergetar, berpuluh-puluh jiwa meninggal hanya karena kecerobohannya.
"Apa aku akan ditangkap." Bibir Leanore bergetar di tempat. Pikirannya tiba-tiba kacau, saat ini para polisi tengah menyelidiki kasus itu.
Leanore tertidur meringkuk di bawah sofa sambil terisak. Leanore mengacak-acak rambutnya terlihat frustasi. Jika polisi mendapat bukti, maka dia akan tertangkap, dan hukumannya pasti tidak main-main.
Apa yang harus di lakukannya?
Ya Tuhan ... semuanya sudah terjadi, bahkan Leanore tidak dapat menghindari hal itu lagi.
Apa ia harus memberi tau Lord? Karena nama itu langsung terbersit di pikirannya.
Leanore berdiri dari duduknya, gadis itu dengan perlahan mendekati kamar daddy-nya yang sangat sunyi. Leanore mendudukan diri di atas ranjang
"Dad, apa yang harus aku lakukan." Leanore menggumam putus asa. Menyesali perbuatannya.
"Leanore," panggil Sienore yang baru datang dengan pakaian tidurnya.
Melihat itu Leanore segera berlari, mendekati adiknya yang saat ini tengah bingung menatapnya.
"Sie, tolong aku!"
"Ada apa?" Gadis itu terlihat bingung melihat kakaknya yang terus menangis.
"A-aku, aku telah melakukan kesalahan fatal."
"Kesalahan apa?"
"Gara-gara aku menekan remote itu, kota bagian utara Florida kini meledak!"
"Apa? Kau yakin kalau itu karenamu?"
"Iya, karena tepat saat aku menekan tombol remote itu, saat itu kota bagian utara Florida meledak. Aku bisa mengetahuinya dengan membandingkan jam berapa aku menekan tombol itu dan jam berapa kota itu meledak, dan tidak ada perbedaan sedikitpun! Semuanya sama!"
Leanore terisak, "Aku tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan. Aku yakin aku pasti akan di penjara setelah ini ini. Aku memang sangat ceroboh!"
Leanore menangis, sedangkan Sienore, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa karena semuanya sudah terjadi.
"Dimana daddy? Aku ingin berbicara padanya."
"Dad sedang tidak sedang berada di sini, Dia sudah pergi ke luar kota untuk melakukan perjalanan bisnis."
"Tolong panggilkan dia ke sini. Ku mohon Sie."
Sienore menggeleng, "Aku tidak bisa, Kak. Maaf."
***
Bersambung.