Chereads / Falling To The Lord Of Mafia / Chapter 17 - Ayo Pergi

Chapter 17 - Ayo Pergi

Leanore memegang erat ujung jas Lord membuat pria itu menoleh. "Aku takut."

Riyonal menaikan alisnya, pertanda bertanya.

"Saat aku menekan tombol itu, ada sebuah robot yang mendekatiku. Matanya merah. Aku takut ..." cicit gadis itu dengan suara lirih.

"It's okay, i'm here." Setelah mengucapkan kata itu, Lord langsung menarik gadis itu memasuki kamar orang tuanya.

Kembali suasana hening menyapa. Lord melangkah lebih jauh dengan menarik lembut tangan gadis itu juga.

Lord berdiri tepat di depan bingkai foto pernikahan orang tua Leanore. Ia hanya menatap datar.

Lord terdiam, menunggu Leanore yang bereaksi.

Leanore mendekati Lord yang saat ini berdiri di depan foto pernikahan daddy dan mommy. Lord dengan otomatis sedikit bergeser, membiarakan Leanore untuk masuk lebih jauh.

Leanore mengehela napas panjang sebelum benar-benar melakukan hal seperti kemarin, dengan tangan yang bergetar, gadis itu menggeser foto tersebut. Tangannya dengan perlahan menekan tombol itu, dan ... sret.

Kembali ranjang itu naik ke atas dan pintu lantai marmer dengan perlahan tergeser. Lord terus memandangi hal itu dengan masih terdiam tak bereaksi.

"Sudah?" tanya Lord memastikan.Leanore mengangguk, gadis itu mendekati Lord.

"Ruangan itu ada di bawah," terang Leanore dengan jantung yang mulai berdebar kencang.

Lord menggenggam tangan gadis itu dengan lembut, keduanya berjalan bersama, memasuki lorong-lorong yang ada di sana.

Kini, keduanya sudah sampai tepat di depan kotak kaca yang sudah kembali utuh dengan remote control bom yang ada di dalamnya.

"Itu," tunjuk Leanore pada Lord.

Tangan Lord dengan perlahan pun mulai terulur, hendak mengambil pengontrol bom itu.

"Jangan menyentuhnya!"

Suara robot manusia dengan mata merah itu mulai mendekati mereka berdua.

Leanore hampir memekik melihat robot manusia yang menakutkan itu, tapi dengan cepat gadis itu menutup mulut. Leanore mendekatkan tubuhnya pada Lord, dan bersembunyi di balik tubuh kekar pria itu dengan tangan yang memegang ujung jas bagian pinggang Lord, bermaksud berjaga-jaga.

Lord diam tidak bergeming melihat robot itu, tak bereaksi seolah melihat manusia biasa.

"Kau tidak boleh menyentuh benda itu, itu sangat berbahaya."

"Aku tau."

"Lalu untuk apa kau ke sini?"

"Aku hanya ingin melihat saja," ucap Lord dengan nada tenangnya.

Leanore semakin mendekatkan tubuhnya pada Lord dan menyembunyikan wajahnya di punggung pria itu ketika robot itu memiringkan kepalanya, terlihat ingin melihat wajah Leanore.

"Kau yang pernah melemparku dengan kursi?" tudingnya dengan mata yang semakin memerah.

Leanore dengan cepat menggeleng, membalas perkataan robot itu.

"Itu bukan aku!" elak Lyora dengan menggigit bibir bawahnya.

Robot itu dengan perlahan mendekati Lord untuk melihat wajah Leanore dengan seksama.

"Menjauhlah! Lord, help me!" bisik Lyora dengan mengubah tangannya yang memegang ujung jas Lord menjadi melingkar, memeluk erat tubuh pria itu.

Lord menatap ke bawah, melihat dua tangan mungil melingkar erat di perutnya, dan untuk yang pertama kalinya Lord mengeluarkan seulas senyum tipis dari bibir yang biasanya hanya bisa menyeringai sinis. Pria itu mengelus pelan tangan Leanore yang melingkar erat di perutnya, berusaha menenangkan gadis itu sebelum benar-benar beralih menatap robot pria yang semakin mendekat.

"Berhenti di situ. Jangan mendekat!" Sontak perkataan tajam Lord membuat robot itu berhenti di tempat. Wajahnya kelihat bingung.

"Aku hanya ingin memastikan jika dia yang kemarin memukulku." Robot itu berusaha membela diri.

"Pergilah! Dia tidak ingin melihat wajahmu."

"Tap--"

"Aku bilang pergi!" titah Lord dengan penuh ancaman. Sontak robot itu pun dengan perlahan mundur sedikit takut dengan tatapan Lord dan mendudukan dirinya di kursi yang pernah Leanore lempar padanya.

"Sudah tidak apa-apa," ujar Lord yang diangguki gadis itu.

Tangan Leanore yang melingkar erat di perut Riyonal pun dengan perlahan terlepas, seakan udah sadar, gadis itu menunduk, terlihat malu.

"Maaf," tutur Leanore dengan menunduk.

Riyonal tak menjawab, pria itu mengabaikan permintaan maaf Leanore dan kembali menyentuh kotak kaca itu.

Leanore menghela napas panjang, berusaha bersikap biasa sikap irit bicara Lord.

Lord berusaha membuka kotak itu tapi dengan cepat Leanore mengambil, "Biar aku," tukas Leanore dan mulai membuka kotak kaca itu.

"Jangan pernah menekan tombolnya. Karena tombol itu bisa meledakkan seluruh kota!" peringat robot itu sambil terus memperhatikan Leanore.

Leanore menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Lord ketika merasakan ada tatapan setan yang terus berkeliaran di dekatnya.

Leanore menempelkan telunjuknya pada ukiran sidik jari itu dan otomatis, kotak itu pun mulai terbuka dengan sendirinya.

Tangan Lord dengan perlahan mulai menyentuh remote control bom-nya, meneliti dari atas sampai bawah.

Ternyata Mr. Richard sangat ahli dalam membuat bom. Ia tidak bisa meragukan hal itu.

Lord memandangi remote control itu dengan lekat. Menekan satu tombol saja, maka satu kota akan hancur. Riyonal sedikit kagum dengan kecerdasan Mr. Richard.

Tapi keberadaan remote ini cukup membahayakan, lebih baik jika dihancurkan saja.

"Apa boleh aku menghancurkannya?" tanya Lord pada Leanore.

"Jangan!" Robot itu berdiri di tempat.

"Mr. Richard hampir tiga tahun menghabiskan waktu untuk merakit bom itu dan ditanam di setiap kota. Dia juga merakit alat pengontrol, sangat tidak mungkin jika kalian menghancurkannya begitu saja. Aku juga sangat melarangnya. Mr. Richard memprogramku agar bisa menjaga bom itu dengan baik untuk Leanore. Maka sekarang aku harus berbakti!" ucap robot itu dengan mata yang berubah jadi hitam, menunjukkan jika dia benar-benar marah sekarang.

"Aku, Leanore. Daddy hanya menyuruhmu untuk menjaganya, dan aku lebih berhak darimu. Maka biarkan aku menghancurkannya!" Leanore setuju dengan pendapat Lord. Alat pengontrol bom itu sangat berbahaya, bukan sekedar mainan saja, beratus ribu bahkan berjuta nyawa ada di tangan remote control itu. Apalagi, Leanore sudah benar-benar trauma dengan bom itu.

"Tidak boleh! Kalian sudah bilang hanya ingin melihatnya, bukan menghancurkannya."

"Kalian pergilah dari sini!" tekan robot itu dan kembali meraih remote tersebut di atas meja dan memasukannya kembali ke dalam kaca itu hingga membuat kaca itu kaca itu otomatis tertutup.

"Tap--" ucapan Leanore terhenti ketika Lord membekap mulutnya, Lord menggeleng seraya bergumam 'Jangan berbicara lagi'.

Leanore menghela napas panjang, dengan terpaksa ia mengangguk.

"Ayo pergi." Lord menggenggam lembut tangan Leanore dan membawanya untuk keluar dari tempat itu.

"Kenapa kau menyuruhku untuk diam?" ujar Leanore diiringi dengan nada cemberut.

"Kita tidak boleh menentangnya. Robot sangat tunduk pada tuannya. Ia bisa berbuat apa saja asal permintaan tuannya tidak pernah ditentang oleh siapapun. Kita terlebih dahulu harus memikirkan cara agar ia bisa off kembali," ujar Lord yang membuat Leanore mengangguk mengerti.

"Untuk beberapa hari, kau tidak usah ke pemotretan dulu. Aku akan mencari penggantimu, agar kondisimu bisa stabil," terang Lord dan membawa gadis itu menuju kamarnya.

"Aku pergi."

***

Bersambung.