Satu minggu kemudian.
Leanore memasuki mansion mewahnya. Gadis itu menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang keluarga, melempar asal slinbag nya juga stiletto yang dia kenakan seraya memijit kakinya yang terasa pegal. Hari ini ia sungguh lelah karena pemotretan tiada henti, ia harus menggunakan semua pakaian luncuran terbaru dari perusahaan George.
Gadis itu mengehela napas panjang, Leanore menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa dan memejamkan mata.
Suara mesin mobil yang terparkir mengalihkan atensi Leanore. Gadis itu membuka matanya yang sempat terpejam, menunggu siapa yang datang.
"Lea!" ujar Moa yang baru datang dengan mendekati gadis itu.
Leanore menaikan sebelah alisnya.
"Ada apa ?" Leanore menjawab dengan raut datar. Jika Moa datang tak terduga seperti sekarang ini, Leanore sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Moa pasti sedang ada maunya.
Moa tertawa, gadis itu menggaruk keningnya, "Apa begitu terlihat."
Leanore menggeleng, "Hanya saja, aku tau kebiasaan burukmu itu."
Moa terkekeh kecil, menggaruk kepalanya sebelum benar-benar berbicara, "Baiklah, aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Aku ingin mengajakmu ke--" Moa tersenyum manis, " "--club."
Leanore membelalak lebar, "Tidak! Aku tidak mau ke club!" tolak Leanore dengan wajah tidak suka.
"Ayolah! Sesekali kita bersenang-senang! Kau jangan terus-menerus berdiam diri di mansion seperti Rapunzel oke," rayu Moa sambil menaik-turunkan alisnya.
"Tidak mau!" tolak Leanore mentah-mentah, gadis itu meraih stiletto dan slinbag miliknya, membawa ke dalam kamar.
"Kau tidak bosan di rumah terus?"
Leanore tak menggubris ucapan Moa, gadis itu terus melangkahkan kakinya menaiki undakan tangga untuk menuju kamar. Leanore melempar tubuhnya di atas ranjang, dia benar-benar lelah sekarang.
Moa menatap Leanore dengan wajah cemberutnya, gadis itu mendudukan dirinya di kursi meja rias Leanore seraya memandang gadis itu dengan bibir cemberut.
"Pulanglah!" usir Leanore seraya memejamkan matanya.
"Aku tidak mau sebelum kau ikut denganku!" tolak Moa dengan menumpukan kepalanya di atas dagu. Terus memperhatikan Leanore yang sedang memejamkan matanya.
Satu menit, dua menit, Leanore membuka matanya, gadis itu membuka matanya, melirik Moa yang saat ini tengah menatapnya dengan wajah masam.
Leanore terkekeh geli melihat wajah Moa, gadis itu mendudukan dirinya.
"Pergilah!"
"Big no."
"Baiklah, kalau begitu aku tidur, selamat malam." Setelah mengucapkan kata itu, Leanore memejamkan matanya.
Moa yang benar-benar kesal pun mulai berdiri dari duduknya untuk mendekati Leanore. Moa menghembuskan nafasnya dengan kencang sebelum mengeluarkan suara mautnya.
"Leanore, BANGUNLAH!"
Leanore tersentak kaget, gadis itu memegang jantungnya yang berpacu sangat cepat.
"Oh ya Tuhan, kau hampir membuatku mati!"
Leanore menatap Moa dengan berkilat marah, sedangkan Moa balas menatao Leanore dengan tatapan sengit sekaligus kesal.
Leanore mengelus dadanya, gadis itu menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.
"Baiklah, tapi hanya kali ini. Tidak ada lain kali." Senyum Moa dengan perlahan merekah mendengar itu, bibirnya tersungging mania ke atas, sedangkan bibir Leanore cemberut ke bawah.
"Bagus sis, sesekali kau menikmati hidup dengan bersenang-senang di club."
Leanore terdiam, tak menjawab ucapan Moa lagi, gadis itu kini berdiri di depan lemari kamarnya, ingin mencari pakaian yang cocok untuk dibawa ke club.
"Aku pinjam satu pakaianmu," pinta Moa yang diangguki saja oleh Leanore.
***
Leanore kini berjalan beriringan dengan Moa, memasuki sebuah club malam, suara musik yang berdentum keras menjadi ciri utamanya.
Leanore sedikit malu memasuki tempat seperti ini walau sebenarnya pergi ke tempat ini merupakan hal yang sangat wajar. Tapi karena baru pertamakalinya memasuki club, Leanore terasa asing di tempat ini karena abangnya yang dulunya sangat protektif padanya, selalu melarangnya untuk pergi ke tempat-tempat seperti ini.
Leanore menghela napas panjang, kenapa ia malah teringat dengan abangnya?
Leanore berusaha mengangkat wajahnya dan memperhatikan orang-orang yang ada di sana. Di sana sangat banyak pasangan yang terus-menerus menari di dance floor.
Leanore memalingkan wajahnya ke arah lain, gadis itu terus mengikuti langakh Moa. Ketika sadar jika Moa ikut dengan Leanore, gadis itu pun segera menahan tangannya Moa.
"Kau jangan pergi di sana."
"Aku ingin bersenang-senang. Kau duduk di situ saja." Leanore membulatkan matanya, Moa yang membawanya ke sini. Tapi gadis itu malah membiarkannya di tempat yang belum pernah ia kunjungi ini.
Moa benar-benar memang tidak bertanggung jawab.
Leanore menghela napas, gadis itu dengan terpaksa mendudukan dirinya meja bartender, tempat yang di tunjuk Moa tadi.
"Hai, Cantik," sapa sang bartender sambil mengedipkan sebelah matanya dengan nakal.
Leanore hanya balas tersenyum formal membalas.
"Kau ingin minum apa?"
"Juice."
Sang bartender terkekeh geli mendengar hal itu. "Di sini, juice tidak dijual, Nona."
"Apa saja yang bisa di minum." Leanore berkata sambil memalingkan wajahnya ke samping, terlihat malu.
"Aku punya minuman spesial untukmu, hasil racikan terbaruku," tawar sang bartender yang diangguki oleh Leanore.
Cukup lama melihat bartender tersebut meracik minuman, kini Leanore akhirnya menerima sebuah minuman berwarna biru di gelas kacanya.
"Ini untukmu."
"Berapa?"
Sang bartender pun mulai menyebut sejumlah nominal angka. Setelahnya Leanore langsung memberikan uangnya.
Leanore menatap minuman tersebut dan menelitinya sebentar sebelum benar-benar meminumnya.
"Minumlah, Nona. Minuman itu bisa membuatmu melayang seperti di surga." Bartender terkekeh geli. "Aku tidak memberi racun pada minuman itu."
Leanore tersenyum kikuk mendengar ucapan sangat bartender, gadis itu pun mulai menempelkan bibirnya di gelas itu, meneguknya sekali, dalam tegukan besar.
Rasa pahit, panas dan aneh mulai memasuki kerongkongannya. Pria terbatuk-batuk dengan wajah masam.
Rasa apa ini? Dia baru pertama kali meminumnya.
Saat hendak meminumnya lagi, tapi seseorang menghentikan tangannya.
Lord.
Riyonal menatap Leanore dengan tatapan tajam. Leanore membeku di tempat, gadis itu terparku.
"Lord?" tanya Leanore dengan mengernyitkan dahinya. Untuk apa pria itu datang ke sini?
Lord meletakkan minuman itu di atas meja, tapi sebelum benar-benar pergi, Lord menatap sang bartender dengan raut tajamnya sebelum benar-benar meraih tangan Leanore, membawa gadis itu untuk keluar dari club ini.
"Lord ...." Leanore mulai terkekeh geli, gadis itu mengalungkan kedua tangannya di leher Lord.
"Kau sangat tampan. Tapi kau juga sangat menakutkan." Leanore berkata sambil tertawa kecil, gadis itu menggigit bibir bawahnya.
Lord menatap datar Leanore, gadis itu ternyata sudah mulai merasakan reaksi dari minuman alkohol berkadar tinggi yang baru saja ia konsumsi dalam sekali tegukan besar.
Lord tahu, karena pria itu sedari tadi terus mengawasi pergerakan gadis itu di saat Leanore pertama kali menginjakan kakinya ke dalam club.
"Kau sangat jahat, Lord. Kenapa kau membunuh daddy dan Sion." Leanore terisak kecil, gadis itu beralih memukul-mukul dadanya Lord dengan tenaga kecilnya.
"Tidurlah, kau sedang mabuk." Lord menggendong tubuh gadis itu ala brydal style dan membawanya ke dalam mobilnya.
Leanore tertawa, gadis itu mengalungkan kedua tangannya di leher Lord.
"Aaaa! Kau sangat romantis." Leanore mencium pipi pria itu berkali-kali.
Lord terpaku. Pria itu menghentikan langkah, mematung di tempat.
***
Bersambung.