Chereads / Falling To The Lord Of Mafia / Chapter 16 - Aku Bersamamu

Chapter 16 - Aku Bersamamu

Lord kini terduduk di kursi kerjanya sambil memandangi sebuah kain dengan logo kuning bertuliskan nama Mr. Richard.

Hanya itu yang bisa mereka temukan setelah melakukan penyelidikan beberapa jam, karena semuanya sudah hangus terbakar api.

Saat ini Lord tengah berpikir, kenapa nama Mr. Richard ada di kain itu. Apa penyebab meledaknya bom nuklir di bagian utara kota Florida merupakan campur tangan oleh Mr. Richard sendiri?

Tapi itu tidak mungkin, pria paruh baya itu sudah meninggal tujuh tahun lalu. Jadi jika, itu bukan Mr. Richard, lalu siapa?

Seketika wajah Lord jadi menegang, pria itu terpaku, menatap kosong ke depan.

Apakah itu adalah ulah Leanore?

Jika benar, berarti gadis itu sedang dalam masalah besar sekarang.

Lord menekan tombol interkom untuk memanggil seseorang.

"Adrian, tolong panggilkan Leanore ke sini!" titah Lord dengan mata yang terus memandangi logo dengan nama Mr. Richard itu.

"Dia sedang tidak ada di sini."

Lord mengerutkan keningnya, "Maksudmu?

"Dia tidak datang hari ini."

Lord langsung mematikan panggilannya setelah mendengarkan itu. Pria itu berdiri dari duduknya, Lord segera keluar dari ruangan pribadinya, menuju basement untuk mengambil mobilnya.

Lord memutar setir kemudi sebelum benar-benar pergi dari kantor George Company. Pria itu ingin menemui Leanore.

Saat ini perasaannya sedang tidak enak, ia tau jika gadis itu tengah tidak baik-baik saja sekarang.

"Leanore," gumam Lord dengan nada kecil, ia benar-benar khawatir dengan Leanore sekarang.

Mobilnya kini sudah berhenti tepat di depan mansion gadis itu, Lord menekan klakson beberapa kali dengan cukup kencang. Tapi tak ada satupun satpam yang ingin membuka. Mereka tidak berani sebelum mendapat perintah langsung dari sang nona - Leanore.

"Buka pintunya!" teriak Lord dengan suara keras. Pria itu menekan gas mobilnya dengan kencang dan me-remnya dengan kuat, hingga menimbulkan bunyi decitan panjang, karena ban mobilnya yang bergesekan dengan aspal.

Lord yang sudah geram pun mulai meraih pistol dari saku jas-nya.

DOR! DOR! DOR!

Lord menembak beberapa kali ke arah satpam yang sudah bergetar ketakuan itu.

"Kau masih tidak ingin membukanya!" berang Lord dengan suara keras sambil menodongkan pistolnya tepat di kening satpam itu. Hal itu membuat satpam ketakutan di tempat dan terpaksa membukakan pagarnya karena ia tidak ingin mati sia-sia untuk sekarang.

Lord mendecih sinis, jika saja ia ingin, mungkin sekarang ia sudah menembak semua pekerja-pekerja yang ada di sini. Tapi ia tidak ingin melakukannya.

Karena ia tidak mau jika Leanore semakin membencinya.

Mobil Lord kini terparkir dengan asal di depan pekarangan mansion milik Leanore. Tanpa mempedulikan mobilnya, Lord segera keluar dan kembali memasukan pistol ke dalam saku jas-nya.

Pria itu berjalan dengan sedikit berlari, memasuki mansion mewah di dominasi warna emas itu.

Lord memeriksa semua kamar untuk mencari keberadaan Leanore. Para pelayan yang melihat keberadaan Lord hanya bisa menundukan kepalanya takut dan perlahan menjauh, karena masih teringat dengan kekejaman pria itu tujuh tahun lalu. Ya, mereka memang pelayan yang sudah lama mengabdi di sini, bahkan ada pula pelayan yang bekerja di saat mom dan daddy-nya Leanore menikah.

Lord kini menaiki anak tangga untuk bisa sampai ke lantai atas ketika tidak menemukan keberadaan Leanore di kamar bagian bawah.

Lord kini membuka pintu kamar satu persatu. Tinggal tersisa satu kamar lagi, dan Lord yakin jika gadis itu ada dalam sini. Tangan Lord pun terulur memegang gagang pintu, dengan perlahan memutarnya.

Lord terpaku, menatap Leanore yang saat ini tengah tertidur meringkuk di atas ranjang. Lord berjalan mendekat, tapi sebelum benar-benar masuk, Lord menutup pintu kamar gadis itu dan menguncinya.

Lord dengan hati-hati mendudukan dirinya di tepi ranjang kamar gadis itu. Lord memandangi wajah Leanore yang saat ini tengah tertidur meringkuk di sebelahnya.

Lord terdiam tapi tangan pria itu bereaksi, dengan perlahan terulur mengelus surai rambut Leanore. Leanore bahkan tidak terusik sedikitpun, mungkin gadis itu sangat kelelahan hingga tertidur seperti mayat. Sama sekali tidak terusik saat di ganggu.

Lord menghela napas panjang kekhawatirannya sedikit berkurang karena sudah melihat wajah Leanore.

Lord tersenyum samar, tangan pria itu masih setia berada di kepala Leanore.

Lord berusaha dengan sekuat tenaga akan membantu gadis itu jika sesuatu terjadi padanya.

"Lea," gumam Lord dengan suara kecilnya. Pria itu terdiam dan menarik tangannya yang ada di kepala belakang Leanore ketika gadis itu merasa terusik dengan tidurnya.

Leanore mengubah posisi tidurnya menjadi telentang. Gadis itu dengan perlahan terbangun, Leanore mengerjap-ngerjapkan matanya, menyesuaikan retina penglihatannya dengan cahaya yang ada di sekitarnya.

"Lord?" Leanore sedikit terkejut melihat keberadaan pria itu secara tiba-tiba di dalam kamarnya.

"Untuk apa kau ke sini?" ketus Leanore dengan nada tidak sukanya.

Lord terdiam, tidak merespon ucapan gadis itu. Tapi matanya memandang lekat wajah Leanore yang saat ini tengah memalingkan wajahnya ke samping, tidak ingin melihat wajah Lord yang sayangnya sangat tampan.

Lord memperhatikan penampilan gadis itu, matanya yang berkantong hitam, hidungnya yang masih memerah. Lord yakin, gadis itu pasti sudah menangis kemarin.

"Untuk apa kau kesini?!" tanya Leanore sekali lagi namun diiringi dengan teriakan.

Lord yang baru selesai meneliti wajah Leanore pun mulai membuka suaranya

"Kau pasti sudah tau tentang kejadian di kota Florida bagian utara dan aku hanya ingin bertanya kau penyebabnya?"

Leanore yang mendengar itu menegang di tempat, tapi ia berusaha menutupi raut tegangnya.

"Itu bukan aku!" sela Leanore dengan cepat.

Lord terdiam, pria itu memperhatikan lekat wajah Leanore.

Bohong!

Lord tau karakter seseorang jika ia berbohong. Orang itu pasti tidak akan sanggup menatap wajah kita.

Lord mengeluarkan sesuatu dari saku celana bahannya.

"Aku menemukan ini di lokasi kejadian setelah menyelidikinya."

"Mr. Richard," gumam Lord dengan menampakkan nama Mr. Richard pada Leanore di balik kain dengan logo berwarna kuning itu.

Leanore terdiam, gadis itu semakin menegang.

"Itu bukan aku!"

"Aku tidak butuh kebohongan untuk saat ini!" Lord dengan perlahan mendekati gadis itu.

"Jika kau memberitahunya aku akan membantumu keluar dari masalah," terang Lord suara yang berubah melembut, namun meyakinkan.

Pria itu menatap Leanore yang terdiam di tempat, tak bisa berbuat apa-apa.

"Aku hanya ingin kejujuranmu, Lea."

Tangan Lord dengan perlahan terulur menangkup pipi gadis itu, "Believe me," ucap Lord nada yang semakin melembut.

Lord menyatukan keningnya dengan kening Leanore dan mempersempit jarak di antara keduanya.

"Kau percaya padaku 'kan?"

Leanore terdiam, gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa, air mata mulai membasahi pelupuk matanya indahnya.

"A-aku, aku telah membunuh banyak orang, Lord. Karena kecerobohanku dengan menekan tombol itu, banyak korban jiwa yang terkena ledakan bom."

"Aku takut .... " Leanore terisak, gadis itu mencengkram kemeja depan Lord dengan erat.

"Itu sebuah ketidaksengajaan," tukas Lord dengan mengehela napas, pria itu memandangi wajah gadis itu dengan intens.

Tangan Lord dengan perlahan terulur, menghapus air mata yang terus mengalir di pipi Leanore.

"Aku akan melindungimu, Lea."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Lord menarik gadis itu ke dalam pelukan hangatnya.

"Kau percaya padaku?" ulang Lord dengan suara tertahan.

Leanore mengangguk, gadis itu menggigit bibir bawahnya. Tak lama, tangan Leanore terangkat membalas pelukan Lord. Leanore mengalungkan kedua tangannya di leher Lord dan membenamkan wajahnya di dada bidang pria itu.

"Aku takut ..." cicit Leanore dengan nada kecil.

"Aku bersamamu." Setelah mengucapkan itu Lord mengelus pelan punggung gadis itu, menenangkan.

***

Bersambung.