Chereads / Selubung Rindu / Chapter 5 - Bab 4. Bertemu Lagi

Chapter 5 - Bab 4. Bertemu Lagi

Siang itu restoran yang bergaya oriental dengan lampion-lampion merah bergelantungan di langit-langit, semakin kian menambah suasana khas adat tionghoa yang kental. Para pelayan yang mengenakan pakaian shanghai, yang juga berwarna merah berjalan cekatan dari meja satu ke meja lainnya. Termasuk Jihan. Ia mengantarkan pesanan pengunjung dengan cekatan, tak lupa memamerkan senyuman lebar. Meskipun hari itu ia sangat tidak ingin untuk tersenyum, namun demi tuntutan pekerjaan ia harus profesional.

Kejadian tadi malam masih terngiang-ngiang jelas di ingatannya. Ia sangat letih. Semalaman Jihan tak bisa tidur nyenyak karena menangis. Paginya ia harus kembali bekerja mengantarkan susu. Lalu setelahnya ia juga masih harus bekerja di restoran. Bukan hanya fisiknya saja yang lelah, namun hatinya juga. Rasanya ia mau pingsan saja agar bisa melupakan sejenak kejadian menyedihkan semalam. Ya, bagi Jihan ia terlihat sangat menyedihkan. Bagaimana tidak, lelaki yang baru saja menyatakan cinta padanya ternyata sudah mempunyai kekasih. Lelaki yang sesaat lalu baru diketahui Jihan memiliki perasaan yang sama juga dengannya, membuatnya menjadi wanita paling bahagia malam itu, ternyata juga yang mematahkan hatinya berkeping-keping. Ia menghembuskan napas perlahan dan kembali berkutat pada kesibukannya meskipun sangat kelelahan.

"Jihan tolong cepat antarkan pesanan pelanggan di meja nomor enam." perintah manager restoran setelah hanya memperhatikan Jihan yang sedari tadi melamun. Wajahnya terlihat masih muda meskipun sudah menjabat sebagai manager.

"Baik, Pak." sahut Jihan menghampiri pesanan pelanggan yang sudah memenuhi bagian yang memisahkan antara dapur depan dengan tempat pelanggan menyantap makanan.

"Kalau kerja jangan melamun ya. Kamu harus siap siaga. Jangan ulangi lagi." ujar manager restoran gusar.

"Iya, Pak. Maaf. Nggak akan saya ulangi lagi." jawab Jihan tak enak karena sudah berlaku tidak profesional selama bekerja. "Permisi, Pak." lanjutnya sambil berlalu membawa pesanan ke meja-meja pelanggan.

Pria yang merupakan manager restoran itu tersenyum penuh arti. Matanya mengikuti kemana Jihan berjalan. Ia lalu tersadar dan cepat-cepat bersikap seperti semula. Pria itu kembali mengontrol bagian dapur dan melanjutkan pekerjaannya.

***

Yoan sedang berada di balik komputer di meja kerjanya. Namun bukannya bekerja ia malah asik melamun. Hari itu ia tidak bisa berkonsentrasi seperti biasa. Ia lalu bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju pantry. Diambilnya cup dari sterofoam, kopi, dan gula pasir lalu mulai mencampurnya. Ini sudah kopi kesekian kali yang diminum Yoan siang itu. Dari pagi tadi ia sudah mulai meminum kopi. Tak peduli perutnya masih kosong hingga saat makan siang tadi. Rekan kerjanya mengajak untuk makan bersama. Tapi Yoan menolak dan memutuskan hanya ingin di ruangannya. Dipikirannya saat ini hanya Jihan. Ia sengaja tidak makan dan hanya meminum kopi agar bisa menyikasa dirinya sendiri. Ini belum seberapa dibanding perasaan Jihan yang telah ia sakiti tadi malam. Yoan merasa menyesal telah membuat gadis yang dicintainya itu menangis sedih. Ia lalu menyeruput kopi yang masih panas ke dalam mulutnya.

"Aw, shit!" umpat Yoan karena langsung meminum kopi panas yang sukses membuat lidahnya terbakar.

Ia kemudian melonggarkan dasi dan membuka satu kancing dari kerah bajunya. Napasnya terasa sesak karena penyesalan dan kerinduan yang ia rasakan. Ponsel disakunya berdering. Keningnya berkerut setelah melihat siapa penelepon. Dengan enggan mengangkat lelaki itu mengubah dering menjadi silent dan memasukkan begitu saja ponsel itu ke dalam sakunya kembali. Ia masih jengkel pada penelepon tadi yang mana adalah pacarnya sendiri, Vina. Menurutnya gara-gara wanita itu semuanya jadi berantakan. Sebenarnya Vina tidak salah sama sekali. Semua kesalahan ada padanya. Ialah dulu yang mau menerima Vina, setelah berkali-kali wanita itu memohon cinta padanya. Sepertinya Yoan harus segera memperjelas semuanya agar bisa mendapatkan hati Jihan kembali. Yoan rasa inilah saat yang tepat untuk melepas Vina.

Sudah pukul lima sore dan Yoan bergegas meninggalkan kantornya untuk pulang. Ruangannya yang berada di lantai enam gedung kantor itu, membuatnya harus turun ke lantai bawah dengan menggunakan lift. Kesempatan itu ia manfaatkan untuk bersantai sambil memainkan ponsel. Tanpa sadar pintu lift sudah terbuka dan ternyata sudah sampai di lantai bawah gedung. Yoan lalu melangkah keluar lift menuju parkiran mobil di luar gedung. Mobil berwarna merah miliknya itu sudah terparkir sejak pagi tadi di depan gedung tempatnya bekerja. Namun, betapa terkejutnya Yoan melihat pacarnya Vina, sudah berdiri di depan mobil Yoan dengan muka masam dan tangan terlipat.

"Kamu ngapain disini?" tanya Yoan kaget melihat kekasihnya itu sudah berdiri kesal di depan mobilnya.

"Kamu yang ngapain! Kamu kenapa nggak ngangkat telpon aku tadi? Aku tuh udah nelpon kamu berkali-kali tau." tukas Vina merasa kesal.

"Ya lagian kamu ngapain telpon-telpon aku lagi kerja? Kamu tau kan kalau aku sibuk?" balas Yoan balik menyerang. Kali ini Yoan yang kesal.

Melihat ekspresi kesal Yoan, Vina akhirnya merubah raut wajahnya yang semula masam menjadi bersahabat. Ia tak mau sampai Yoan menjadi kesal dan marah padanya.

"Maaf sayaaaang." ucap Vina seraya menghampiri Yoan dan langsung menggelayuti tangan kekasihnya. "Temenin aku ke mall ya, sayang. Aku musti beli baju kerja baru. Besok ada client penting. Jadi aku harus tampil maksimal." rengek Vina.

"Aku capek banget hari ini. Kapan-kapan aja ya?" ujar Yoan berusaha melepaskan tangan Vina yang bergelayutan padanya. Ia tidak ada mood untuk pergi dengan Vina setelah kejadian semalam.

"Kamu kenapa sih? Kalau ada masalah jangan lampiasin ke aku dong." protes Vina. Bibirnya manyun dan tangannya berkacak di pinggang seolah tak terima perlakuan kekasihnya. "Pokoknya kamu harus temenin aku. Titik." Ianjutnya kemudian. Tanpa meminta persetujuan Yoan, ia melangkah mendekati pintu mobil di kursi penumpang dan menghadap ke pintu pertanda agar segera dibukakan kunci karena mobil Yoan memang terkunci.

Yoan hanya menghela napas berat. Ia mengiyakan saja permintaan kekasih yang tidak dicintainya itu. Hari itu ia sudah cukup lelah. Ia tak ingin bertengkar dan ribut dengan Vina. Akhirnya Yoan mengemudikan mobilnya meninggalkan parkiran kantor yang ramai dengan karyawan yang akan pulang.

Di dalam mobil, Yoan hanya diam memandang jalanan yang macet. Ia fokus mengemudikan mobilnya di tengah arus lalu lintas yang tidak lancar. Sedangkan Vina asik bercerita tentang kegiatannya di kantor yang super sibuk dan sesekali mengecek ponselnya. Yoan tak menggubris dan tetap menatap lurus ke depan. Ia memutar lagu kesukaannya agar tidak terlalu kentara bahwa ia sedang memikirkan wanita lain. Ia sebenarnya merasa bersalah pada Vina. Namun ia juga harus menyelamatkan hatinya dari kehampaan saat bersama dengan Vina selama ini.

Setelah beberapa lama berada di jalanan kota yang padat, mobil Yoan mulai memasuki area parkir mobil di basement mall yang dimaksud Vina. Mereka kemudian memasuki mall melalui lift basement menuju lantai ground floor mall. Mereka berkeliling mall mencari-cari area toko pakaian khusus baju kerja. Selama Vina asik berbelanja, Yoan merasakan perutnya mulai dilanda rasa lapar yang hebat. Lutunya lemas dan langsung terduduk di kursi pengunjung toko pakaian tersebut. Badannya juga lelah seharian bekerja tanpa makan dan kini harus mengelilingi mall yang sangat besar.

"Udah belum sih?" tanya Yoan ketus. Ia memegangi perutnya yang mulai terasa perih. "Aku udah laper. Kamu lanjut aja cari bajunya. Aku mau cari makan dulu." lanjutnya. Lelaki itu ingin melepaskan diri sesegera mungkin.

"Bentar, sayang. Ini aku udah dapet kok, mau langsung bayar. Habis itu kita makan dimana ya? Kamu mau makan apa?" sahut Vina seraya bertanya.

"Terserah. Ya udah buruan kenapa sih. Lama banget." Yoan bangkit dari duduknya dan kemudian berjalan santai keluar toko. Ia berjalan begitu saja meninggalkan Vina sendirian disana.

Vina melihat kepergian kekasihnya itu dengan tatapan nanar. Mau sampai kapan Yoan berusaha menghindarinya semenjak pertama kali mereka pacaran. Apakah hati Yoan belum terbuka untuknya? Selama ini ia telah berusaha membuat pria itu menyukainya, namun masih saja perlakuan dingin yang Yoan yang diterimanya. Tapi tak masalah bagi Vina selama Yoan masih tetap menjadi kekasihnya. Ia tulus mencintai Yoan. Ia merasa hanya perlu bersabar hingga akhirnya Yoan membuka hati untuknya.

Setelah selesai membayar pakaian yang ia cari, Vina bergegas berlari menyusul Yoan yang belum terlalu jauh. Ia langsung menggandengkan lengannya ke lengan Yoan yang refleks membuat Yoan terkejut. Vina hanya menyunggingkan sebuah senyum manja. Yoan tak mau mempermasalahkan itu karena ia sudah cukup lelah. Meskipun dalam hati ia berharap tidak bergandengan tangan dengan Vina. Seharusnya ia menggandeng tangan Jihan, wanita yang sangat dicintainya.

"Sayang, kita makan disana yuk!" seru Vina menarik lengan Yoan untuk segera mempercepat langkah. "Aku lagi kepengen banget makan Fu Yung Hai nih" sambil menunjuk sebuah restoran bergaya oriental

Tanpa menunggu persetujuan Yoan, gadis itu langsung menarik Yoan untuk masuk ke restoran yang dimaksud. Mereka langsung disambut pelayan yang kemudian mengantarkan mereka ke tempat duduk yang diinginkan. Setelah mereka duduk, sang pelayan langsung memberikan buku menu. Vina membolak-balikan halaman buku menu sambil berbicara sendiri. Ia bingung mau makan apa, padahal beberapa menit yang lalu ia ingin makan Fu Yung Hai. Akhirnya Vina memutuskan untuk memesan menu udang telur asin, nasi, dan jus jeruk. Sedangkan Yoan memilih untuk memesan menu yang simpel, nasi goreng hongkong dan air mineral dingin. Setelah mencatat seluruh pesanan, pelayan memohon undur diri dan meminta mereka untuk menunggu pesanan yang akan segera dihidangkan.

***

Jihan baru selesai menyantap makanan pertamanya hari itu di dapur restoran tempatnya bekerja. Sore itu restoran tidak ramai pengunjung, jadi Jihan bisa mengambil kesempatan untuk makan sebagai jatahnya bekerja disana. Ia langsung berbenah dan bersiap melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda sebentar.

"Meja nomor 17!" seru salah seorang koki yang bekerja disana sambil meletakkan masakan yang sudah disiapkan untuk pelanggan.

"Ya!" sahut Jihan seraya mengambil pesanan tersebut ke meja nomor 17. Ia berjalan cekatan dengan tangan yang memegang nampan berisi beberapa hidangan secara telaten.

Setelah sesampainya di meja yang dimaksud, alangkah terkejutnya Jihan ternyata pelanggannya itu adalah Yoan, bersama seorang gadis cantik berpakaian rapi khas pekerja kantoran. Yoan juga tak kalah terkejutnya melihat Jihan yang mengantarkan pesanan mereka. Walaupun terkejut, Jihan tetap memperlihatkan profesionalitasnya dan tetap menampilkan senyum kepada Yoan dan Vina.

"Ini pesanannya. Udang telur asin, nasi putih, nasi goreng hongkong, minumnya jus jeruk dan air mineral dingin. Ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Jihan. Gadis itu berusaha sekuat mungkin menahan emosi yang membuncah dari balik dadanya.

"Ini aja mba. Terima kasih." Jawab Vina sopan dan terkesan elegan.

Jihan langsung cepat-cepat undur diri dan membuang muka ketika dilihatnya Yoan menatap dirinya lekat-lekat penuh arti. Ia tak ingin merusak suasana dengan memberikan kesempatan pada Yoan untuk membiarkan pria itu menatapnya terus.

Yoan yang hanya terpana melihat keanggunan Jihan yang berbalut baju shanghai itu terus mengikuti langkah Jihan melalui kedua bola matanya. Tak beberapa lama ia kemudian tersadar dan menyesali kenapa ia harus bertemu Jihan ketika sedang bersama Vina. Sudah pasti Jihan makin tak mau lagi bertemu dengannya.

Shit! Kenapa juga gue harus ketemu elo dengan keadaan kaya gini sih? Yoan mengumpat dalam hati.

Vina yang menyadari bahwa kekasihnya itu belum menyentuh makanan yang ada di depannya lantas membuyarkan lamunan Yoan. "Hei, sayang. Kenapa belum dimakan? Ntar dingin malah nggak enak loh. Makan gih." Vina menyenggol lembut lengan Yoan.

Tanpa menjawab pertanyaan Vina, Yoan mulai memakan makanan pertamanya hari itu. Karena kondisi perutnya yang sedang tidak baik, Yoan hanya makan sedikit. Ditambah pula dengan bertemu Jihan hari ini, membuatnya makin tidak nafsu makan. Matanya terus mengikuti kemana Jihan berjalan dengan lihai di atas high heel yang dikenakannya. Ingin sekali ia memeluk gadis itu, yang tampak makin mempesona dibalut baju tradisional tionghoa berwarna merah. Riasan make up membuat kecantikan Jihan terpancar. Semakin ia melihat Jihan, semakin pula ia ingin memiliki gadis itu, memeluknya erat di dalam dekapannya.

***

Seperti biasa, Jihan bergegas pulang menuju tempat kerja selanjutnya setelah menyelesaikan pekerjaannya di restoran. Ia ingin cepat-cepat meninggalkan mall agar tidak berpapasan dengan Yoan yang juga telah pergi dari restoran. Kali ini ia memilih menggunakan lift untuk turun. Biasanya Jihan sengaja menggunakan eskalator agar bisa sedikit bersantai melihat-lihat area mall, karena memang membuatnya jalan memutar dibandingkan ketika naik lift.

Sesampainya di luar kawasan mall, Jihan segera berlari ke arah halte busway yang tidak jauh dari mall. Setelah berdesak-desakan, akhirnya ia bisa juga masuk ke dalam bus yang sedang melaju di jalur khususnya tersebut.

Jihan larut dalam pikirannya sendiri. Ia masih terpikirkan perihal tadi bertemu dengan Yoan dan pacarnya itu secara tak sengaja. Menurut Jihan, pacar Yoan tadi sangat cantik dan sepertinya mempunyai pekerjaan bagus. Dilihat dari penampilan dan cara bicaranya, tampak seperti wanita berpendidikan tinggi. Wanita itu sangat sopan. Mana bisa dibandingkan dengan dirinya yang tidak ada apa-apanya ini. Ia merasa Yoan lebih pantas bersama wanita itu ketimbang dirinya. Jihan menghela napas. Ia mulai merasa rendah diri sekaligus iri. Ia juga merasa bersalah pada wanita yang merupakan kekasih Yoan itu. Ia merasa bersalah telah jatuh cinta pada kekasih orang lain. Sebagai manusia biasa, ia sangat mencintai Yoan. Namun, sebagai sesama wanita, tak mungkin ia tega menghancurkan hati wanita lain. Kini ia mulai berpikir untuk segera melupakan Yoan, walaupun terasa sulit.

Di tempat lain, Yoan juga berkutat pada pikirannya. Sekarang Jihan telah melihatnya bersama Vina. Secepatnya ia akan berencana mengakhiri hubungannya dengan Vina yang telah satu tahun lebih dijalani secara terpaksa. Sama halnya dengan Vina, awalnya Yoan juga berpikir bahwa seiring mereka menjalin hubungan, maka akan tumbuh benih-benih cinta. Namun Yoan tetap tidak menemukan rasa itu pada dirinya. Apalagi setelah ia bertemu kembali dengan Jihan, membuatnya semakin mantap untuk mengakhiri hubungan. Untuk saat ini ia akan terus mengejar Jihan apapun yang terjadi. Sekarang ia sudah mengetahui dimana dan kapan biasanya Jihan bekerja di restoran tadi tempat mereka bersantap.

Maafin aku Vina. Kamu boleh benci sama aku. Kamu juga boleh mukul aku sepuas hati. Tapi aku nggak bisa terus terperangkap dalam hubungan kita ini. Aku nggak mau ngasih kamu harapan palsu lagi. Hati aku cuma untuk satu orang. Jihan.

Yoan memutuskan akan berbicara terus terang besok pada wanita yang selama ini menjadi kekasihnya. Ia berharap Vina mau mengerti dan melepaskannya. Semoga.

***