Strategi
Bab 19
Erik melangkah dengan ringan memasuki hotel tempat dia menginap. Hatinya merasa senang karena sudah berjumpa dengan Joya dan mengetahui sebenarnya apa yang terjadi.
Dia tak menyangka jika Sarah adalah dalang dibalik semuanya. Namun,dia tak bisa bertindak gegabah karena menurut Joya, Sarah mempunyai banyak anak buah yang setia padanya.
Mereka akan melakukan apa pun perintah dan keinginan dari Sarah. Mengenai hal itu, Erik percaya. Sebab, Erik tahu kalau papanya Sarah itu mempunyai seorang teman dekat yang merupakan anggota mafia yang berkuasa di kota Jakarta.
Erik yakin kalau Sarah menyuruh mereka untuk menculik Joya dulu. Untuk itu, Erik tidak akan menceritakan tentang pertemuannya pada Sarah.
Seperti permintaan Joya tadi, Erik akan berpura-pura belum mengetahui semuanya. Dia akan tetap menutup mulut sampai saatnya tiba.
Erik tiba di kamarnya yang masih kosong tak berpenghuni itu. Rupanya Heru dan yang lain belum kembali dari kantornya Harun. Erik bersyukur, sebab dengan begitu dia bisa berpura-pura sedang tidur di kamar hotel.
"Pasti sebentar lagi mereka akan tiba, aku harus berpura-pura sedang tidur saja," kata Erik lalu naik ke atas tempat tidur dan berbaring sambil memejamkan mata.
Benar saja, tak beberapa lama terdengar suara orang sedang berbincang memasuki kamarnya. Erik bisa mendengar kalau itu suara Heru dan yang lainnya yang baru saja tiba.
"Erik!" seru Seno sambil menarik selimut yang dipakai Erik.
Erik berakting seolah baru bangun tidur.
"Ada apa, sih, Mas. Mengagetkan orang tidur saja," omel Erik.
"Kamu itu yang ada apa? Pamit sebentar malah enak-enakan tidur di sini!" seru Seno mulai emosi.
Seno tak suka jika Erik sudah mulai bertingkah kekanak-kanakan. Erik memang masih suka berbuat hal semaunya.
Heru yang mendengar suara gaduh dari dalam kamar bergegas masuk diiringi dengan Sarah yang memang masih bersama Heru sejak tadi.
"Ada apa ini, kalian mau membuat Satpam datang dan mengusir kalian karena berbuat keributan di sini?" bentak Heru.
Erik melirik pada Heru dan tersenyum tipis melihat kehadiran Sarah.
"Bagi, dengan begini Sarah tidak akan banyak bertanya lagi," batin Erik senang.
"Ini, Pa. Lihat anak kesayangan papa ini. Kita capek-capek rapat di kantor dia malah enak-enakan tidur di hotel," adu Sno pada Heru.
"Sudah-sudah, gak usah diperpanjang lagi. Mungkin Erik memang benar-benar lelah dan ketiduran," sahut Heru mencoba menenangkan Seno.
Heru ingat akan kata-kata Erik di telepon tadi. Dia yakin kalau Erik tak benar-benar ketiduran di hotel.
"Tuh, kan, Papa! Selalu membela anak manja ini, jadi dia terus bertingkah seenaknya," keluh Seno.
"Seno, papa bilang sudah, ya, sudah. Jangan diperpanjang lagi!
Seno mendengkus mendengar titah dari Heru yang berarti itu tak boleh dibantah sedikitpun.
Heru menoleh pada Sarah yang masih berdiri di sampingnya menyaksikan kejadian tadi.
"Sebaiknya Sarah kembali ke kamar aja, ya. Nanti kita bertemu waktu makan malam," kata Heru pada Sarah.
"Baiklah, Om. Kalau begitu, aku kembali ke kamarku dulu, ya," pamit Sarah.
Dia pun kembali ke kamarnya yang terletak di depan kamar Heru dan anak-anaknya. Sepeninggalnya Sarah, Heru menarik selimut yang masih dipegang Erik dengan erat.
"Cepat turun sekarang dan katakan rahasia apa yang akan aku ceritakan pada Papa!" ucap Heru membuat Seno, Riko dan Diki heran.
"Rahasia apa, Pa?" tanya mereka bersamaan.
"Kalian duduklah dulu, aku akan menceritakan semuanya."
Erik pun menceritakan kembali apa yang disampaikan oleh Hindun tadi.
Reaksi Heru dan yang lain juga sama seperti reaksi Erik tadi siang. Merasa tak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Kamu sedang tidak mengarang cerita, kan, Rik?" tanya Seno memastikan.
"Aku sudah bertemu dengan Joya dan ibunya. Mereka lah yang menceritakan hal ini kepadaku," sahut Erik.
"Kurang ajar sekali si Sarah itu. Papa yakin dia dibantu oleh teman papanya yang anggota mafia dan preman itu," kata Heru kesal.
"Kita harus bertindak, Pa. Ini tak bisa dibiarkan!" kata Riko tak sabaran.
"Kita harus bersabar dan menunggu saat yang tepat, Mas. Kalau tidak, para preman suruhan teman papanya Sarah itu akan menghancurkan Joya dan ibunya juga usaha kita. Itu ancaman Sarah pada Joya. Makanya dia memilih kabur menjauh dari kita."
Heru dan yang lain sekarang paham dan mengerti maksud dari Erik. Mereka tahu bagaimana kejam dan liciknya anggota mafia yang berkuasa di kota Jakarta itu.
Tidak hanya para pejabat, beberapa oknum polisi juga menjadi salah satu pendukung kejahatan mereka.
"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Seno.
"Untuk sementara kita berpura-pura belum mengetahui kebenarannya saja. Aku akan memikirkan bagaimana caranya mengungkap semua kelicikan Sarah sebelum hari pernikahan kami digelar nanti.
Baik Heru, Seno Riko dan Diki setuju dengan usulan dari Erik. Tak ada jalan lain, hanya itu satu-satunya jalan agar mereka bisa aman dari ancaman anggota itu.
_____
Seminggu kemudian, Erik sedang berbincang dengan Heru dan Seno di ruangannya. Mereka sedang membahas hasil pertemuan dengan Harun Minggu lalu.
Heru menyerahkan tanggung jawab memimpin pekerjaan di Surabaya pada Erik. Selain melatih Erik agar lebih mahir, Heru juga berharap Erik bisa lebih dekat lagi dengan Joya yang menyamar sebagai Tasya di sana.
Harun juga sudah mengetahui rencana mereka dan mendukung sepenuhnya rencana tersebut.
"Erik, temani aku ke butik ya. Hari ini kita akan melakukan fitting baju pengantin kita!"
Sarah yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kantor Erik langsung berbicara tanpa melihat siapa yang ada di sana.
Heru hanya bisa menggeleng kesal melihat kelakuan calon menantunya itu.
"Sarah, jaga sikap kamu selama di kantorku. Kamu gak lihat kalau aku sedang sibuk!" bentak Erik marah.
"Oh, ada om Heru ternyata, kami boleh pergi sekarang, kan, Om?" tanya Sarah tak peduli dengan kemarahan yang ditunjukkan oleh Erik barusan.
Heru menarik napas sebelum menjawab Sarah.
"Sebenarnya saat ini kami sedang membahas hal yang penting bagi perusahaan. Namun, terserah Erik saja. Dia lebih memilih pekerjaan atau kamu," jawab Heru sambil melirik Erik.
Dia ingin tahu, apakah Erik bisa tegas pada Sarah atau tidak.
"Bagaimana, Rik. Om Heru memberi kamu kebebasan untuk memilih." Sarah berbicara sambil tersenyum menggoda.
Dia begitu yakin kalau Erik akan memilih dirinya. Namun, dia harus menahan malu karena ternyata yang terjadi tak sesuai dengan harapannya.
"Aku memilih melanjutkan pekerjaanku bersama Papa dan Mas Seno. Kamu tunggu sampai aku selesai atau pergi sekarang sendirian saja!" ucap Erik tegas.
Heru dan Seno tersenyum puas mendengar keberanian Erik pada Sarah. Sementara wajah Sarah mendadak memerah, dia merasa kecewa. Namun, dia tak bisa berbuat karena masih menghargai Heru sebagai calon mertuanya.
"Baiklah, aku akan menunggu kamu di luar. Kira-kira jam berapa kalian akan selesai?" tanya Sarah putus asa.
"Lihat saja nanti, aku juga belum tahu," jawab Erik cuek.
Bersambung.