Mantan
Bab 5
"Aduh, sakit. Lepaskan aku, apa-apaan kamu. Kenapa kamu menahanku seperti ini?" teriak Joya kesakitan.
"Kamu mau mencuri, ya. Awas aja, akan aku adukan kamu ke polisi!" ancam Erik sambil membalikkan tubuh Joya.
"Kamu!" teriak keduanya berbarengan.
Erik langsung melepaskan tangan Joya, dia mundur dua langkah saking kagetnya. Joya mengelus tangannya yang masih terasa sakit sambil mengomel pada Erik.
"Dasar cowok aneh, kamu kira aku pencuri. Aku bekerja di sini mulai hari ini, tau!"
"Maaf-maaf. Aku minta maaf mbak ...." Erik tak tahu siapa nama gadis yang ada di hadapannya itu.
"Joya, namaku joya. Jangan panggil aku Mbak!" seru Joya.
Mendengar perkataan itu, Erik malah tertawa terbahak-bahak. Joya sendiri merasa perkataannya tak ada yang lucu.
"Mengapa kamu tertawa, kamu kira aku pelawak?" bentak Joya marah.
Erik menghentikan tawanya, kemudian meminta maaf lagi.
"Aku jadi ingat film anak-anak di tv, dia tidak mau dipanggil anak kecil. Kamu tahu kan film apa itu?" tanya Erik.
Joya berusaha mengingat, kemudian dia ikut tertawa jadinya.
"Ha-ha-ha, benar. Aku ingat. Jangan panggil aku anak kecil, Paman!" Joya mengulang kata-kata di film itu.
Erik terpana melihat Joya yang sedang tertawa.
"Ternyata dia cantik juga," batinnya.
_____
Satu jam kemudian, rapat telah selesai. Seno pun kembali ke ruangannya. Namun dia terkejut saat mendapati Erik masih berada di sana.
"Erik, kukira kamu sudah pulang," katanya dengan heran.
Erik kelihatan salah tingkah, dia yang mulanya sedang duduk di sofa sambil diam-diam mengamati Joya yang sedang serius bekerja langsung berdiri.
"Eh, Mas Seno. Sudah selesai rapatnya? Kok cepat?" tanya Erik mengabaikan pertanyaan Seno barusan.
Seno tersenyum melihat Erik yang sedang salah tingkah. Dia melirik Joya yang tetap fokus pada pekerjaannya.
Kemudian melihat Erik yang sudah bersiap untuk pulang. Setelah pamit pada Seno, Erik pun pulang ke rumah.
Sementara Joya yang kelihatan sedang fokus menarik napas lega. Sejak tadi dia harus berpura-pura fokus padahal hatinya berdebar tak karuan.
Joya baru tahu kalau cowok bernama Erik itu adalah putra bungsu keluarga Kusuma. Namun, Joya sedikit merasa heran. Erik sangat berbeda dengan ketiga masnya yang lain.
Jika ketiga masnya kelihatan sangat serius Erik malah terlihat santai dan seenaknya saja.
"Apa berkas yang saya beri tadi sudah selesai semua diperiksa, Joy?" tanya Seno.
"Eh, sudah, Mas. Berkasnya sudah saya masukkan ke lemari" jawab Joya.
"Bagus, sekarang kamu boleh istirahat. Yang lain juga sudah mulai istirahat," kata Seno sambil tersenyum.
"Iya, Mas. Terima kasih."
Joya pun keluar dari ruangan lalu pergi ke kantin yang ada di lantai bawah. Sambil menunggu pintu lift terbuka, Joya memperhatikan keadaan di sekitar lantai 5.
Sepertinya lantai 5 ini khusus untuk ruangan Direktur dan anak-anaknya. Joya tak melihat lalu lalang karyawan seperti dilantai bawah. Hanya ada dirinya dan beberapa staf yang Joya tahu bertugas sebagai asisten direktur dan anak-anaknya.
Pintu lift telah terbuka, Joya pun masuk ke dalamnya lalu menekan tombol lantai dasar. Pintu lift pun menutup dan mulai bergerak turun membawa Joya seorang diri di dalam lift itu.
Sementara di tempat lain, di tengah padatnya lalu lintas ibukota tepatnya. Erik tengah berjibaku dengan macet dan panasnya matahari siang itu. Namun, sepertinya dia tak begitu memperdulikan keadaan di sekitarnya.
Selain karena mobilnya dilengkapi dengan pendingin mobil yang membuat udara di dalamnya terasa sejuk. Dia juga tengah fokus memikirkan sesuatu.
Terkadang wajahnya serius, tak jarang seulas senyum tersungging di sudut bibirnya. Sepertinya dia tengah memikirkan sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.
"Joya," tiba-tiba dia menyebutkan nama Joya.
"Uhuk-uhuk." Joya yang tengah menikmati makan siangnya di kantin tiba-tiba tersedak sampai terbatuk-batuk. Dengan cepat dia meneguk air mineral yang ada di depannya.
"Siapa sih, iseng banget manggilin namaku!" omelnya setelah mereda.
Dua orang teman sekantor yang duduk di dekatnya menoleh, lalu saling menggedikkan bahu tanda tak peduli.
"Aku sumpahin biar itu orang batuk gak berhenti sampai terkencing di celana!" batin Joya.
"Uhuk-uhuk!" Erik pun terbatuk tanpa henti di dalam mobilnya. Dia sampai harus menepikan mobilnya agar tak terjadi kecelakaan karena dia sedang tak fokus mengemudi.
Erik masih juga batuk sampai tak sadar celananya telah basah sedikit.
"Ya, ampun Erik. What happen with you?!" seru Erik seorang diri.
Tiba-tiba batuknya berhenti dengan sendirinya setelah celananya basah. Erik pun kembali melakukan mobilnya menuju ke rumah.
Sampai di rumah, Erik langsung berlari menuju ke kamarnya. Helen dan Dayu yang sedang duduk di ruang tengah merasa heran melihatnya.
"Kenapa dia, Yu? Masuk rumah gak ada salam, gak menyapa kita juga!" celetuk Helen dengan kesal.
"Gak tahu, Ma. Kebelet kali," jawab Dayu singkat.
Mereka pun kembali fokus menonton Drakor yang tengah mereka tonton tadi.
Erik telah mandi dan berganti pakaian. Kemudian di turun ke bawah, karena kamarnya memang berada di lantai atas. Di sebelah kakinya terdapat kamar Seno dan istrinya.
Di ujung lorong ada dua kamar, yakni kamar milik Riko dan Diki. Namun sekarang kamar itu kosong karena penghuninya telah pindah dan tinggal di rumah masing-masing dengan keluarga barunya.
Kamar itu akan berisi jika Riko dan Diki datang lalu menginap di rumah papanya.
Sementara di lantai bawah hanya ada tiga kamar yaitu kamar Heru, dan kamar tamu. Serta satu lagi di belakang milik pembantu mereka.
"Erik!" panggil Helena saat melihat Erik sedang menuruni tangga.
Erik menoleh lalu mendekati mama dan kakak iparnya.
"Ada apa, Ma?"
"Kenapa kamu tergesa tadi, sampai gak menyapa Mama dan Dayu?" tanya Helena.
"Kebelet, Ma," jawab Erik singkat. Dia mengelus perutnya, kemudian melihat ke ruang makan.
"Erik lapar, Ma. Kita makan, yuk!" ajaknya, kemudian berjalan lebih dulu ke rumah makan.
"Oh, iya. Sudah siang, ya. Pantas saja dari tadi perut mama udah demo minta diisi," kata Helena.
Helena menarik tangan Dayu yang masih terus tertawa karena ucapannya tadi. Mereka pun makan siang bertiga. Setelah selesai makan siang, Helena mengajak Dayu shopping ke mal.
"Ayo, deh, Ma. Kebetulan seragam Setya udah minta diganti," kata Dayu. Setya adalah anak sulung Seno dan Dayu. Sekarang Setya sedang berada di sekolah full day-nya.
"Ikut, dong, Ma! Aku bosan di rumah terus," Rajuk Erik agar diizinkan ikut mamanya ke mall.
Helena merasa heran dengan anak bungsunya ini, padahal dia bisa saja pergi sendiri ke mall tanpa harus bareng dengan mamanya. Namun, Erik malah memilih pergi dengan mama dan Kakak iparnya.
"Boleh, nanti kamu bantu mama bawa belanjaan, ya!" kata Helena dengan senyum jahilnya.
Sebenarnya Erik malas setelah mendengar perkataan mamanya. Namun dia benar-benar sedang bosan di rumah. Mau main keluar pun dja tak tahu ke mana. Akhirnya dia pun mengikuti Helena dan Dayu bersemangat masuk keluar toko sejak mereka tiba di mal tadi.
"Erik, kamu di sini juga?" Sebuah suara menyapa Erik membuatnya menoleh ke asal suara.
"Sarah! Kamu ...." Ucapan Erik terpotong karena Sarah--gadis yang memanggilnya tadi--memeluknya dengan erat.
"Aku kangen sekali, Rik. Kamu, apa kabar?" bisik Sarah semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku baik, sebaiknya lepasin pelukan kamu! Orang-orang pada melihat ke sini," kata Erik.
Dia berusaha melepaskan pelukan Sarah yang lengket seperti di lem saja. Sarah pun melepaskan pelukannya dengan wajah cemberut.
"Erik, aku, kan masih kangen," rajuk Sarah.
Dia berusaha memeluk Erik lagi, tetapi kali ini Erik berhasil menghindar. Namun, Sarah tak kehabisan akal. Sekarang dia memeluk lengan Erik dengan mesranya.
Erik pun berusaha melepaskan lengannya, tetapi kali ini tak berhasil. Akhirnya Erik mengajak Sarah ke tempat parkir. Di sana lebih sepi, jadi tidak akan ada yang peduli dengan mereka.
"Lepaskan aku, Sarah. Ini tidak boleh, diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi!" kata Erik sekali lagi saat mereka sudah tiba di tempat parkir.
"Erik, aku minta maaf. Aku ingin hubungan kita dilanjutkan kembali. Aku masih mencintai kamu, Rik," bisik Sarah di telinga Erik.
Sarah tahu kelemahan Erik, dia yakin kalau Erik tidak akan menolak permintaannya. Namun kali ini perkiraannya salah.
Bersambung.