Naga Api ini bernama Ignis, dan itu sempat membuatku terpikirkan Muraco sebagai Agitur Ignis. Apakah mereka memiliki hubungan satu sama lain? Seperti, keberadaan naga elemen akan memperkuat elemen Agitur. Jika demikian, bukankah akan sangat mengagumkan? Tapi, tentu akan sulit untuk menemukan dan bersahabat dengan naga. Apalagi, di buku yang sempat kubaca di perpustakaan Agitur, aku tidak menemukan hal yang seperti itu.
"Apa tidak ada cara untuk melepaskan rantai ini yang bisa dilakukan oleh seorang manusia?" tanyaku padanya. Sebagai hewan tertua, seharusnya ia mengetahui hal seperti ini.
"Hanya ada satu cara yang mungkin bisa kamu lakukan. Apalagi, kamu adalah Historian, jadi seharusnya kamu punya energi spirit yang lebih besar dari manusia pada umumnya," jelasnya.
"Bagus! Jadi, bagaimana?" tanyaku.
"Korbankan darahmu untuk membuat lingkaran sihir di atas kalung rantai ini, dan mengucapkan mantranya," sebutnya.
Aku mengangguk. "Oke. Mari kita lakukan!"
"Tapi," potong Ignis. "Ini akan menghisap banyak sekali energi dalam tubuhmu. Jika kamu Historian yang sehat, tubuhmu mungkin masih baik-baik saja. Tapi, ini beresiko untuk tubuhmu yang lemah."
"Oke."
"Eh?" Ignis menatapnya dengan matanya yang entah kenapa terasa seperti sedang kebingungan. "Kamu yakin? Kamu bisa saja mati."
"Ya, tentu saja," jawabku. Aku pun merayap ke punggungnya, lalu duduk di lehernya yang besar dan lebar itu. "Bagaimana bentukan lingkaran sihir itu? Aku tidak pernah melihat hal seperti itu bahkan di duniaku."
Ignis sempat diam, sepertinya ia ragu karena mengkhawatirkanku. Firasatku benar bahwa naga itu tidaklah jahat, selama kita bisa memahami mereka, sama seperti kita memahami hewan-hewan.
Setelah itu, Ignis pun menggambarkan lingkaran sihir di atas tanah dengan kukunya, dan aku menirukan apa yang ia buat semirip mungkin. Yah, hasilnya tidak begitu buruk, untunglah aku suka menggambar dan pernah mempelajarinya cukup serius.
"Frange quod animam meam mihi tenet, cum metrico, liber sum."
Seperti ada yang menyedot seluruh kesadaran dan energi di dalam tubuhku, seberkas cahaya bersinar putih keemasan dengan sedikit gurat merah seakan darahku ikut menguap. Kegelapan seakan menutupi pemandangan indah dari cahaya yang dihasilkan oleh lingkaran sihir dan mantra yang kuucapkan dengan sedikit terbata. Aku yakin, tubuhku terjun bebas dari punggung Ignis saat itu. Dan, kesadaranku hilang.
***
Ketika aku membuka mata, suasana di dalam goa ini begitu hening dan tenang. Aku langsung bangkit dan melihat ke sekelilingku. Aku kira, aku telah melewatkan sesuatu karena kehilangan kesadaran akibat menggunakan energi spirit untuk melepaskan rantai sihir yang mengikat Ignis. Tapi, ternyata masih sama, kecuali kenyataan bahwa Ignis sudah terbebas.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya seorang perempuan yang sepertinya masih berumur awal 20 tahun. Suaranya lembut, tenang, dan terasa hangat.
Aku menatapnya dari atas sampai bawah. ia duduk dengan posisi bersimpuh di belakangku. "Astagah!" seruku. Aku langsung membalikkan badan menghadapnya. "Maaf, aku merepotkanmu sampai tidur di pangkuanmu."
Perempuan itu menggeleng sambil tersenyum. "Sebenarnya, kamu siapa? Tidak ada manusia yang bisa berbicara dengan naga, bahkan manusia yang menggunakan sihir pun tidak ada kalau bukan terikat pada bangsa kegelapan," ungkapnya.
Aku menatap semua perempuan yang ada di belakangnya. Mereka menatapku takut, tapi juga penasaran. Tentu saja, manusia yang bisa menggunakan sihir karena mengikat kontrak dengan makhluk kegelapan adalah hal yang cukup berbahaya bagi sesama manusia. Aku juga tidak bisa terus menutupi kebenaran, apalagi untuk bisa menarik kepercayaan mereka agar mau mengkuti rencana yang kubuat bersama Ignis.
"Namaku Ayana Athenia. Aku adalah Historian."
"Hah?" seru mayorias orang-orang.
"Benarkah Historian telah datang?"
"Kenapa Historian kali ini anak-anak dan perempuan?"
"Benarkah dia Historian?"
Dan, masih banyak ucapan-ucapan lainnya yang menguatkan kecurigaan mereka terhadapku. Aku tidak menyalahkan mereka atas apa yang mereka pikirkan. Bahkan, itu adalah hal yang wajar. Jadi, untuk membuktikannya, aku pun membuka bajuku dan memperlihatkan buku Historian yang aku sembunyikan di sana. Saat itu, orang-orang pun terkejut dan tak bisa berkomentar lebih jauh lagi.
"Saat ini, Agitur dan pasukan dari kekaisaran dalam perjalanan untuk menyelamatkan kita. Tapi, aku juga butuh bantuan kalian jika kalian memang mau keluar dari sini dan kembali ke rumah kalian," kataku.
"Apa yang bisa kami lakukan?" tanya perempuan baik hati yang meminjamkan pangkuannya untukku.
"Aku dan Ignis - naga ini - akan memberontak keluar dan mengalahkan para pemberontak. Aku butuh kalian untuk berteriak seheboh mungkin untuk mengelabui para pemberontak, agar mereka berpikir bahwa Ignis telah memakan kalian. Lalu, Ignis akan keluar dan mengamuk bersamaku, sementara kalian tetap di dalam goa dan tunggu sampai bantuan datang," jelasku.
"Tapi, apakah kamu bisa melawan mereka? Kamu masih kecil, kamu perempuan. Meskipun kamu Historian, kamu tidak akan bisa bertarung melawan ratusan makhluk kegelapan hanya dengan seekor naga," ungkap perempuan lainnya yang tampak lebih dewasa.
Aku mengangguk mantap. "Tenang saja. Aku ini diberkahi Dewi Perang. Aku akan baik-baik saja. Lagipula, bantuan akan segera datang," jelasku. "Omong-omong, berapa lama aku tidak sadarkan diri?" tanyaku.
"Hanya beberapa menit saja," jawab perempuan pertama.
Aku menganggukkan kepala, lalu berdiri dan bergerak menghampiri Ignis. Aku rasa, ini waktu yang tepat untuk memulai renana kami.
"Apa kamu akan melakukannya sekarang? Tapi, kamu baru saja sadarkan diri. Manusia yang menggunakan sihir pasti akan kehilangan banyak sekali tenaga, dan itu pasti memberatkan tubuhmu," kata perempuan lainnya.
Aku berhenti di depan Ignis dan berbalik untuk menghadap mereka. "Kalian terlalu khawatir. Aku akan baik-baik saja." Aku tersenyum lebar, lalu kembali menghadap Ignis. Namun, sejujurnya aku pun sangat ketakutan dan khawatir. Aku tahu bahwa tubuhku tidak baik-baik saja, dan aku pasti akan segera pingsan jika aku bertarung lebih dari 15 menit.
"Kamu membutuhkan waktu untuk beristirahat lebih lama, Historian," kata Ignis ketika aku mulai merayap menaiki lengannya untuk bisa tiba di punggungnya.
Aku terkekeh-kekeh. "Agar segera selesai, lalu aku bisa segera bertemu keempat Agitur, kemudian kami pergi ke Kekaisaran Equattoria dan menghadiri pesta peresmian Kaisar Equattoria yang baru, sekaligus memperkenalkanku secara resmi sebagai Historian. Akan ada makanan enak di sana."
Ignis bergerak untuk berdiri. Beberapa tahanan mulai menunjukkan ekspresi ketakutan. "Kamu sungguh manusia yang aneh, Ayana Athenia."
Aku tertawa. "Banyak yang berkata demikian," tanggapku.
Ignis pun bergerak ke arah pintu goa yang tertutup batu besar, dan hal itu membuat para tahanan dengan teriakan ketakutan mereka mulai bergerak layaknya cicak menempel di dinding goa untuk menghindari tubuh Ignis yang sangat besar ini. Sampai semua tahanan berada di bagian goa yang terdalam untuk bersembunyi dan menunggu sampai bantuan datang, Ignis hanya berdiri menghadap pintu goa.
"Sudah siap?" tanya Ignis padaku.
"Aku selalu siap," jawabku. Aku pun berdiri di punggung Ignis, berbalik menghadap para tahanan yang sudah bersembunyi di bagian goa yang terdalam. "Kalian, mulailah berteriak."
GROAARR!!!
Raungan Ignis pun berhasil membuat goa ini bergetar seperti akan runtuh. Para tahanan pun mulai berteriam dan menjerit dengan sangat menghayati. Well, aku yakin mereka benar-benar terkejut dan ketakutan mendengar raungan Ignis yang sangat keras itu.
Ignis pun mulai menghentakkan kaki dan ekornya, membuat goa ini seakan-akan gaduh untuk benar-benar menipu para pemberontak di luar sana bahwa Ignis sedang mengamuk membabi-buta melahap para tahanan yang mereka bawa untuk persembahan.
"Ayo, Ignis. Kita keluar."
"Sesuai permintaanmu, Lady Historian."
BRAKK!!
Hanya dengan satu hentakan kaki Ignis pada batu yang menghalangi mulut goa, batu besar itu pun hancur lebur dengan sangat menakjubkan.
"Wow!" gumamku kagum. Tidak kusangka bahwa naga ternyata sekuat ini.