Chereads / Historia: Ayana Athenia's Journal / Chapter 16 - Enam-belas

Chapter 16 - Enam-belas

Memang hanya makluk kegelapan yang bisa menjadi penyihir. Mereka mendirikan sebuah negara sendiri, negara khusus untuk mereka yang dapat menggunakan sihir. Di sana, ada akademi penyihir juga untuk memfasilitasi makhluk kegelapan yang dapat menggunakan sihir, yaitu makhluk kegelapan yang memiliki darah Bangsa Iblis.

Pemimpin Menara Sihir memiliki wujud Bangsa Centaurus, ia bernama Bartlett. Ia adalah penyihir terkuat di dunia sejak umur 100 tahun - ya, bangsa Kegelapan memiliki umur yang lebih panjang dibanding manusia. Pembawaannya seperti dewa, bercahaya, menakjubkan hanya dengan keberadaannya, dan berwibawa sekali. Siapapun akan langsung jatuh cinta dengannya.

Ia tidak datang sendirian, ia datang bersama empat sayapnya yang merupakan tangan kanannya. Werewolf bernama Elliot, vampir bernama Annabelle, elf bernama Dryas, dan drow bernama Lex. Masing-masing memiliki kekuatan sihir yang berbeda-beda, keahlian berbeda-beda. Mereka adalah calon Pemimpin Menara Sihir berikutnya.

"Kamu lemah sekali, Nona Historian," ungkap Bartlett saat ia baru saja tiba di samping kasur. "Dengan tubuh seperti ini, kamu menggunakan lingkaran sihir yang tidak bisa dilakukan oleh manusia. Walaupun kamu datang dari dunia yang berbeda, bukan berarti kamu tidak memiliki darah iblis."

Aku tidak tahu ia sedang menyanjungku, atau ia sedang menghinaku. "Bagaimana cara pembuktian yang akan kalian lakukan?" tanyaku. Aku tidak mau menanggapi ucapannya sebelumnya, bagiku itu tidak penting. "Apakah aku harus membuat lingkaran sihir, merapal mantra, atau sejenisnya? Jika iya, kalian boleh membunuhku saat ini juga." Ya, aku tidak akan bisa bertahan hidup jika melakukan hal yang sama. Aku bahkan belum bisa bergerak dari kasurku selain menggerakkan kepala dan tangan.

"Sudah tahu tubuhmu lemah, kamu masih nekat melakukannya? Kamu sepertinya tipe yang tidak berpikir panjang akan tindakan yang kamu lakukan," sahut Elliot.

Aku berdecak. "Apakah Penyihir memang bermulut pedas dan menyebalkan seperti kalian?" tukasku sinis.

"Hei, jangan samakan aku dengan mereka. Aku berbeda," ujar Annabelle. "Mereka seperti itu karena panik saja, tolong jangan diambil hati."

"Panik?" tanyaku bingung.

"Historian yang bisa menggunakan sihir itu hanya pernah ada dalam sejarah satu kali, yaitu Historian pertama. Tapi, catatan tentang dirinya pun tidak banyak di perpustakaan Menara Sihir. Karena itu, ini cukup mengejukan kami. Kami belum punya pengalaman langsung seperti ini," jelas Lex. "Jika terbukti kamu manusia yang bisa memiliki sihir, itu artinya kamu banyak diberkati oleh Tuhan."

"Aamiin," balasku. "Jadi, aku harus apa?"

"Kami akan membuat lingkaran sihir, lalu kami akan menaruhmu di tengah-tengahnya. Kami akan merapalkan mantra, dan kamu tidak perlu melakukan apa-apa," jelas Bratlett. "Jika kamu memiliki darah Iblis, maka asap berwarna hitam akan keluar dari tubuhmu. Jika kamu manusia, kamu akan memiliki asap berwarna merah."

Aku mengangguk. "Ada satu hal yang aku bingungkan," ungkapku. "Apakah Malaikat itu ada? Bukankah, ada Iblis, ada Malaikat?" tanyaku.

"Setiap Historian diberkahi Tuhan kekuatan dewa dan dewi, di mana dewa dan dewi itu adalah keturunan Malaikat," jelas Lex. "Malaikat sama seperti Iblis, bisa menggunakan sihir. Tapi, karena Historian hanya diberikan 'berkat', bukan memiliki darah keturunannya, maka seharusnya tidak bisa menggunakan sihir."

"Berarti, Historian pertama memiliki darah Malaikat?" tanyaku.

"Ya, benar," jawab Elliot. "Mungkin kamu pun sama," tambahnya.

"Apa yang akan terjadi kalau itu benar?" tanyaku.

"Asap yang keluar dari tubuhmu akan berwarna putih dan merah, bahkan bisa juga merah muda," jawab Bratlett. "Jika kamu adalah keturunan malaikat, maka kamu bukan sekedar Historian."

"Maksudnya?" tanyaku.

"Biasanya, Historian tidak ikut campur urusan Menara Sihir. Tapi, jika kamu memiliki darah Malaikat, kamu harus ikut andil dalam kehidupan Penyihir di Menara Sihir, di samping pekerjaanmu sebagai Historian. Kamu akan mendapatkan akses yang lebih luas dari Historian lainnya. Pangkatmu di Menara Sihir setara dengan Tuan Bratlett," jelas Lex.

"Oh, menarik," tanggapku datar. "Semoga saja aku hanya manusia biasa."

"Ya, semoga saja," tanggap Bratlett.

***

Mereka menyiapkan ruangan luas dan besar di paviliun itu, seperti aula tapi tidak sebesar aula. Bukan hanya orang-orang dari Menara Sihir, tapi ada keempat Agitur, Duke Arsenio, Kaisar Arthur, dan banyak bangsawan penting dari Equattoria yang turut hadir. Bahkan, ketika aku dibawa masuk ke dalam aula itu oleh Ellior yang menggendongku di atas kedua tangannya, ternyata ada bangsa-bangsa kegelapan yang turut hadir, termasuk Kaisar Beltzaar, Gildeon Xanth dari Bangsa Monster berwujud asli garuda emas yang kini berwujud manusia.

Gugup, tentu saja. Bagaimana pun juga, ada puluhan pasang mata yang menatap ke arahku dengan beragam emosi, entah itu penasarna, entah mengintimidasi, entah menghinaku. Sungguh, aku tidak menyangka bahwa menjadi Historian bisa semembebankan ini. Hanya karena aku berbeda - benar-benar berbeda dari Historian lainnya - aku sampai dipertontonkan seperti ini.

Tanpa alas, aku bahkan hanya memakai gaun putih polos seperti gaun tidur ini. Elliot membaringkanku di tengah-tengah lingkaran sihir, lalu ia meninggalkanku sendirian di tengah-tengah ruangan yang terasa dingin ini, baik udara maupun lantainya. Katanya, aku tidak perlu melakukan apapun kecuali meneteskan sedikit darahku di atas lingkaran. Itu artinya, aku harus melukai jariku.

Lex memberikanku sebuah belati kecil sebelum Elliot membawaku ke tengah-tengah lingkaran sihir yang digambar menggunakan bahan seperti pasir lembut ini. Aku pun menggoreskan sedikit ujung jariku dengan belati yang tajam ini, lalu meneteskannya di atas lantai yang menjadi kertas untuk menggambarkan lingkaran sihir.

"Nona Aya, apakah kamu sudah siap?" tanya Bratlett.

Aku mengangkat tangan kananku dan mengacungkan ibu jariku. Sepertinya aku belum bisa bicara dengan suara keras agar terdengar sampai ke tempatnya. Secara, ini belum ada tiga hari semenjak aku membuka mata.

Aku melihat Bratlett berdiri di luar lingkaran sihir yang searah dengan kepalaku, lalu Elliot dikananku, Anabelle di kiriku, Dryas di arah kaki kanan, dan Lex di arah kaki kiri. Aku yakin, ada bentukan bintang di dalam lingkaran sihir ini.

"Invisibilis oculo, videndum sit sanguis. O Angeli et Demones, ostendite veritatem," sebut Bratlett dengan suara yang bulat dan keras, lalu keempat sayapnya mengikuti apa yang ia ucapkan. Mereka mengucapkannya sebanyak tiga kali, lantas berhenti ketika aku mulai merasa ada yang berbeda dengan tubuhku.

Tubuhku terasa hangat dari punggung, padahal sebelumnya lantai ini terasa sangat dingin. Kehangatan itu menjalar masuk ke dalam tubuhku, melingkupi seluruh organ, dan sesuatu seperti merembes keluar dari kulitku. Aku membuka mata lebar-lebar, lalu menoleh ke kanan dan kiri. Aku yakin aku tidak salah dalam melihat. Ini bukan warna yang aku harapkan.

"Malaikat... Dia berdarah malaikat!"

"Dia Historian yang mengemban status sama dengan Historian I."

"Dia sungguh anak perempuan kecil yang menanggung beban tugas yang berat."

Dan, aku masih bisa mendengar kalimat-kalimat lainnya. Orang-orang saja terkejut, apalah aku yang harus mengalaminya. Sungguh, aku tidak menduga akan menjadi seperti ini. Sepertinya, Tuhan senang sekali mempermainkan hidupku.

"Dengan ini, saya, Gildeon Xanth Kaisar Beltzaar, dan -"

"Saya, Arthur Amwolf selaku Kaisar Equattoria," sambung Kaisar Arthur, "Menyatakan bahwa Ayana Athenia adalah Historian dengan darah Malaikat mengalir di dalam tubuhnya."

"Dengan ini, Ayana Athenia turut andil dalam permasalahan di Wilayah Beltzaar dan Wilayah Equattoria, dan Negara Sihir," sambung Kaisar Gildeon.

Oh, astagah!