Kristina terjaga dari tidurnya karena bermimpi jelek saat tidur tadi ini aneh sekali tak biasanya ia seperti ini entah mengapa semua seperti dikendalikan oleh sang alam semesta hujan kembali turun untuk kesekian kalinya, perasaan si gadis memburuk saat menatap ke arah jendela. Kristina meneguk air liurnya kasar ia sangat kepikiran dengan sang Ibu yang membuat perasaannya tidak nyaman sama sekali, nalurinya mengatakan jika kedua orang tuanya tidak dalam keadaan baik. Jelas itu terpancar dalam raut wajah Ibunya ketika saat berada dalam mimpi, tanpa si gadis sadari air matanya luruh berjatuhan karena tak bisa menahan rasa rindunya.
Kristina tidak tau apakah ia bisa bertemu lagi atau tidak yang jelas saat ini ia tak dapat membendung itu semua, Marda selalu membuat harinya kian berat seakan semua yang dilaluinya bukan khayalan namun kenyataan. Itu yang membuat Kristina semakin sulit keluar dari sana: hanya karena berdasarkan titah bodoh yang menurut gadis tersebut tak berarti, Marda mengendalikannya dengan seenaknya. Apa pun yang dilakukannya pasti selalu mendapat perhatian dari para pengawal, helaan berat terembus begitu saja membuat yang ada di sampingnya menoleh cepat. "apa kamu sangat merindukan keluargamu?" tanya Marda yang hendak menghampirinya.
Kristina hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara yang jelas, "begitulah," lirih Kristina yang memandang langit. Kristina mengayunkan pedangnya dengan begitu lincah namun siapa yang menyangka jika gadis di depan ini memelajarinya dalam semalam saja, Marda menatap lurus memerhatikan setiap gerakan yang ditunjukan oleh si gadis. "aku selesai sampai di sini."
"Ada apa?"
"Lelah sekali berlatih seharian— semalaman maksudku." Marda cukup mengerti pada akhirnya Kristina tak bisa melalui ini dengan mudah sesuai apa yang diharapkan oleh perempuan di hadapannya itu, tetapi bagi sang Ratu itu hanya perkara waktu saja kemudian semua akan jauh lebih terasa mudah. Marda menghela panjang dan membiarkannya pergi begitu saja selepas latihan pedang Kristina mendudukan dirinya di bawah pohon pinus, Kristina bersenandung kecil lalu kepalanya terkena sebuah lemparan batu yang arahnya sama sekali tak ia tau. Penyergapan seorang perampok membuat Kristina mengalami kesulitan saat hendak kembali ke dalam istana, namun ketika hendak memutar arah salah satu dari mereka malah membuatnya ikut turun tangan. Toska merasa gelisah karena pikirannya selalu ke Mago entahlah ada dengannya bahkan saat pembelajaraan menjadi calon penerus Raja dia tak hadir, namun ayahnya tak mempermasalahkan hal tersebut. Hanya ada satu kendala saat ini ia tak bisa keluar dari kerajaan Labirin, bagaimana Toska bisa berdiam diri dalam istana seperti ini. Bahkan saat yang lain sedang ada perjamuan ia cuma bisa diam di dalam kamar saja, tak ada yang bisa dirinya lakukan, lagipula apa yang salah darinya.
Perasaan apa yang dimiliki Toska kenapa wajahnya sangat gundah, sang ayah melihat hal itu sontak saja menanyakannya. "hey, nak. Ada apa?" tegur Raja yang diam berdiri di belakang putranya.
"Ah, tidak. Aku hanya merasa cemas saja." hati-hati sekali pemimpin kerajaan Labirin ini saat hendak bertanya pada putra keduanya, tak heran kenapa ia bersikap baik dan bijaksana. Tak lama sebuah kereta kuda datang dengan sosok perempuan di dalamnya tidak hanya sendiri ia bersama beberapa tentara di belakangnya, itu Goerge tampak tersenyum penuh pada Raja Labi yang lagi memandangnya penuh tanya. Goerge tak banyak bicara hanya menjentikan jarinya di saat yang bersamaan para prajuritnya langsung bergerak cepat, Goerge sama sekali tidak berencana melakukan penyerangan pada kerajaan Labirin karena ia berharap bisa saling bekerjasama satu sama lain untuk menjatuhkan Mago. Kristina banyak membeli benda bagus di pasar kala itu bahkan topi sekalipun ia beli karena menurutnya motif kristal sangat menganggumkan, Marda menegurnya saat ada di belakang si gadis.
Toska bersembunyi dibalik pilar istana jangan sampai Goerge melihat dirinya di istana ini, "apa aku tak salah melihat? Kenapa ia seperti sedang merencanakan sesuatu yang jahat?" salah satu pelayan melewatinya tanpa melihat ada dirinya. Toska segera bergegas ke pelabuhan untuk menaiki kapal agar bisa menyampaikan berita yang di dengarnya saat berada di kerajaannya, Mago perlu mengetahui aliansi ini. Marda seperto tengah memerhatikan anak perempuannya sendiri sampai-sampai banyak yang mengatakan bahwa keduanya sangat serasi sebagai ibu dan anak, Marda hanya tersenyum ketika mendengarnya.
Toska terengah saat menemukan Kristina ada di dalam pasar dengan refleknya sang pangeran memeluk tubuh kecil Kristina. "ada apa kamu datang sepagi ini?" tegur Kristina yang agak heran. Toska agak lega sekarang ia bisa menceritakan apa yang terjadi pada kerajaannya, Marda memerhatikannya dalam diam namun tetap bersikap biasa.
"Hanya untuk membuat semuanya seperti nyata, aliansi ini dibuat oleh pangeran Goerge."
"Apa maksudnya? Apa maksud semua yang dilakukan oleh pangeran Goerge," Kristina menggumamkan itu seakan tak dapat di dengar oleh siapa pun. Ketiga terdiam sembari menatap kosong topi tersebut, Toska lupa jika ia tadi membawa kuda dan ditinggalkan begitu saja.
"Kamu tenang kita bakal siasatin ini semua ya." ungkap pemuda tersebut lalu menatap lurus wajah elok Kristina, bahkan sesaat ia merasa sangat menganggumi wajah itu. Jujur saja tidak semudah itu buat Kristina tenang dan melupakan apa yang menimpanya kemarin lusa, karena dirinya sadar bagaimana resikonya saat kelak penobatan terjadi. Marda setuju dengan strategi dari Toska, ayah harus segera diberi tahu jika terlambat Goerge akan melakukan apa pun semaunya bahkan mengambil hak rakyat. Toska segera mengirimkan surat pada kedua kerajaan lalu meninggalkan Mago setelah menyelesaikan tugasnya, sang pangeran kembali menyamar dan tak bisa dikenali orang lain. Gaun megah yang dipakai oleh Kristina membuat orang disekitar merasa terpesona bahkan saat menolehkan kepalanya sekalipun, walaupun dalam perjamuan itu Marda memang berniat untuk memperkenalkan Kristina pada yang lain.
"Rakyatku sekalian aku perkenalan Penerus Tahta selanjutnya, Yang Mulia Putri Kristina. Sambut dengan hangat!" Kristina hampir tersandung dan jatuh namun gadis yang berjalan ke arah podium itu bisa menyeimbangkannya. Ini salah satu rencana yang Toska katakan namun tak ada satu pun yang tau bahkan Goerge sekalipun, Marda memanfaatkan waktu sebaik mungkin dan bergegas mengirim pasukan ke Labirin. Toska sepertinya serius dengan rencananya buktinya ia sudah mempersiapkan segalanya demi pemberontakan ini, tak sedikit orang yang terlibat dalam rencananya bahkan sang ayah mendukung dan tidak beraliansi pada Goerge. Hanya tinggal menghitung hari sebelum pembalasan Mago dilakukan dan Goerge meragu dalam beberapa waktu akan sesuatu yang tak nyata, Toska juga mencadangkan rencananya kalau-kalau dirinya kalah dalam pertempuran ini.
"Pasti sudah dimulai acara perjamuannya dan aku yakin pangeran Goerge datang." tukas Toska dengan penuh keyakinan.