Mago sedang dalam keadaan tak baik saat ini entah mengapa setelah penyerangan yang dilakukan oleh Goerge membuat setiap kota mereka mengalami kenaikan ekonomi yang drastis, bukan itu saja pajak pun ikut naik dan mengakibat pedagang kecil banyak menerima kerugian. Seperti di desa Glass yang juga mengalami hal serupa, jelas Marda tak bisa menerima ini dengan benar sebab kotanya mengalami krisis karena ulah adik tak sedarahnya sendiri ... Marda sengaja menuangkan arak pada cangkir besi milik jendral kerajaan dan membuat sang jadi menjadi mabuk, namun ada satu kebenaran yang baru ia ketahui.
Bahwa ada pengkhianat di dalam istana dan itu baru di sadari jendral dan juga panglima perang kemarin lalu, ratu dari rakyat Mago itu berjalan lurus sembari memandang lurus ke arah luar dan meratapi nasib rakyatnya ke depannya kelak. "Goerge terlalu kejam pada kerajaan Mago maka dari itu ia sempat mengalami pengasingan." helaan demi helaan keluar dengan beratnya, sebagai ratu memang terlalu sibuk sama hal internal tapi perkara seperti ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Toska menatap cemooh Kristina yang lagi memakai pita agak jijik sebenarnya karena si gadis terus-menerus berkaca pada cermin dan menanyai penampilannya, mereka bahkan sama sekali tidak teralih cocok.
"Hal apa yang menurutmu pantas untukku?"
"Tidak ada," Kristina membelalak kemudian memukul lengan pemuda tersebut sedikit atmosfir yang keduanya rasakan. Untuk menutupi rasa gugupnya gadis di depannya itu jalan meninggalkannya jarang sekali ada moment seperti ini kepada mereka berdua, moment kebersamaan yang sangat langka. "kamu tidak pantas memakai apa pun, kecuali mahkota." Toska mengejeknya dan Kristina tau akan hal itu makanya si gadis tidak memedulikannya sama sekali berharap yang Toska katakan tidak benar.
"Apa dimatamu aku seperti penggila tahta?" pemuda yang berjalan mengikutinya itu hanya mendengung kecil lalu mendengkus geli, hey! dia tak benar-benar mengejeknya. Kenapa gadis ini selalu membawa segela hal ke dalam hati? apa tidak ada satu hal saja yang tidak Kristina pikirkan? "ah, benar. Kamu calon raja, melupakan kebenaran itu suatu kesalahan." Toska menghetikan langkahnya lalu menatap punggung Kristina yang mulai menjauh, apa seperti cara membalas Toska? jujur saja gadis di hadapannya itu jarang menggunakan kata mencela saat membalasnya. Sepertinya benar, Kristina tersinggung dengan ucapannya.
"Kenapa kamu begitu menyedihkan? memangnya apa yang kamu pikirkan tadi saat bicara seperti itu."
"Apa? tidak ada. Itu sebuah kebenaran." sanggah Kristina dengan cepat lalu kembali melanjutkan perjalanannya namun alih-alih melangkah Toska menahan lengannya agar berhenti mengalihkan pandangan serta topik pembicaraan, hal semacam ini yang paling tidak disukai Toska. "Kalau aku menyedihkan, kamu jauh lebih menyedihkan." balas Kristina lagi.
"Sudahlah Kika, kamu tak perlu berpikir seperti itu. Aku minta maaf." Toska diam sebentar lalu melanjutkan ucapannya dengan bergumam terlalu malu untuk memuji gadis di sebelahnya, "Kika, kamu cantik memakai apa pun." Kristina tidak mendengar dan malah sibuk memilih barang yang akan dikenakannya nanti saat perjamuan kerajaan Naekdu. Pastinya Kerajaan Labirin pasti bakal datang kepertemuan ini, dan yeah itu akan menjadi pertemuan bersejarah bagi dua kerajaan yang saling bersekutu.
"Maaf saja tidak cukup," pemuda yang berdiri memandang wajahnya dengan menundukan kepalanya itu menghela pasrah.
"Lantas?" Kristina tersenyum misterius sungguh gadis ini benar-benar membuat Toska bisa kehilangan akalnya jika berada di dekat Kristina terus-menerus, tingkah yang tak terduga. Kristin membisikan sesuatu yang jelas membuat jantung Toska tidak berhenti berdebar, entah mengapa akhir-akhir ini ayahnya dengan Marda sering sekali meminta dirinya mengajak Kristina berkeliling Mago. "kamu mau aku membelikan seluruh pasar?! Apa kamu gila!!" protes dari sang pemuda tentu saja tertolak secara kilat. Bukan hal aneh berbelanja bersama wanita namun hal yang bisa dikatakan aneh adalah saat ia diminta menutup pasar cuma buat satu gadis saja, Kristina masih mengulas senyum tipis lalu kembali berjalan ke arah berlawanan. Mau tak mau Toska mengikuti keinginan dari Kristina namun dengan syarat bahwa si gadis tidak boleh memaksanya seperti beberapa menit lalu, raut senang gadis di depannya itu turut mengukir senyum manis sang pangeran. Toska benar-benar membelikan barang yang ada dipasar bagaimana tidak? pemuda yang berjalan belakangan itu hanya menunjuk apa pun yang Kristina katakan dan dengan mudah ia mengatakan pada pengawalnya buat membeli itu semua.
"Terima kasih."
"Buat?"
"Segalanya," senyum Kristina membuat Toska terpaku lalu memandanginya dalam diam. Pemuda itu mengangguk tanpa memberikan respon suara apa pun menggunakan suara pelan lelaki itu memeluknya dan sontak saja membuat si gadis terkejut karena aksi itu, ini sedang dalam keadaan normalkan? lalu kenapa Toska merengkuhnya seakan-akan bakal ada perang besok.
"Kamu tidak usah berlebihan begitu, memangnya apa yang aku lakukan padamu?" Kristina seketika tergagap waktu Toska mengatakannya, wajah si gadis memias lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain membuat Toska yang ada dibelakangnya bingung sama sikap Kristina.
"Apanya yang berlebihan? memangnya tidak boleh mengatakan terima kasih!" ketus gadis yang lagi memasuki area istana kala itu, bahkan si pemuda tidak terlihat keberatan akan protesannya tersebut ... Toska tergelak renyah lalu mengusap kepala Kristina dan berbalik menuju gerbang istana, ia menoleh sekilas dan kembali berjalan ke arah kudanya. Kristina menghela nafasnya pelan dan memasuki area istana yang kemudian diikuti oleh para dayang di belakangnya, sempat terkejut tapi itu tak membuat si gadis menurun rasa senangnya. Marda berdiri dari duduknya saat Kristina ada di dalam ruangan penyembah tapi tak membuat hati gadis itu merasa kesulitan saat mendapatkan rentetan pertanyaan retoris dari ratu di hadapannya, Marda menghela tak habis pikir sama tingkah anak muda seperti Kristina.
"Perlu kamu tau, kamu sedang berada kerajaan Mago bukan dimensi manusia." ucapnya yang berlalu pergi begitu saja tanpa mau mendengarkan penjelasan dari Kristina terlebih dahulu.
"Terus apa bedanya jika sedang di rumah, hufft. Merepotkan sekali sih," keluh dari Kristina yang kemudian masuk ke dalam kamarnya. Kristina menatap sekeliling kamar istana itu jauh lebih besar dari kamar aslinya namun apa guna ia mendapatkan hal ini jika kehidupannya hanya seputar perang saja, bahkan ia tak bisa keluar tanpa pengawalan prajurit. Marda menggeleng perlahan saat mendengar ocehan dari Kristina tapi itu cukup menghiburnya, tak lama setelahnya perempuan yang melengang keluar itu meminta si gadis untuk bersiap buat berlatih di halaman ... cuma beberapa menit dari biasanya mereka latihan itu janjinya. Kristina tidak yakin akan hal itu hanya saja membuat pikirannya berpacu pada satu hal saja, kali ini Marda ingin ia melakukan apa sampai-sampai harus ke halaman.