Kristina akhirnya bisa bernafas lega karena dapat mengirimkan sebuah surat ke keluarganya walau bagaimanapun orang tuanya perlu mendapatkan kabar darinya, sudah terlalu lama ia meninggalkan keluarganya di sana. Gadis itu segera mengirimnya pada penjaga lalu memberikannya pada pengantar surat, gadis yang sudah memakai jubah itu langsung pergi ke ruang rakyat untuk menghadiri pertemuan para menteri ... ia tidak tau alasan apa yang digunakan Marda saat melakukan itu semua sampai-sampai rapat itu dirinya yang memimpin hingga kini Marda belum juga terlihat olehnya. Kristina mengatur pernafasannya lalu menyiapkan pidatonya yang akan ia sampaikan pada rakyat, senyumnya cerah dan tampak menawan kala itu.
Ketika sedang melakukan pidato perempuan yang memintanya melakukan itu semua berdiri dibelakang para mentri seraya mengulas senyum tipis, sangat senang melihat hasil kerja kerasnya selama ini bisa berada dipodium kerajaan. Perempuan itu langsung pergi selepas melihat ketakutannya tak terjadi pada Kristina, Marda baru bisa bernafas lega setelah melihat semuanya di depan matanya: perempuan yang kini duduk sembari membuka gulungan perintah itu mendongak menatap jendral yang menghadapnya penuh hormat. "ada apa jendral?" sang jendral memberi hormat lalu memberikan surat yang sudah dicap oleh kerajaan Naekdu untuk pengesahan pajak baru.
"Saya membawa perintah dari Yang Mulia Raja," Marda menerimanya lalu membacanya dengan saksama lantas tak beberapa lama setelah menyudahi membaca surat tersebut wajahnya berubah menjadi lebih serius dari sebelumnya. Marda jelas tak menyetujui kenaikan pajak ini namun buat apa kerajaan Naekdu memintanya melakukan penyelidikan ini.
Helaan terasa semakin berat kalau ingat akan seluruh pekerjaannya namun tak semuanya ia salahi karena memang sudah takdirnya menjadi seorang ratu, "apalagi? sudah semua, kan?" wajah Marda sama sekali tak menunjukkan rasa tertarik pada gulungan itu namun sebaliknya perempuan tersebut malah kelihatan kesal. Tetapi saat memandang ke arah kepergian sang jendral Marda sangat terlihat lelah dalam pelupuk wajahnya, tapi tak membuat pekerjaannya berkurang juga. Apa saja hal yang ia lewat dari dunia luar tentu cukup membuat batinnya merasa bersalah sebagai tanggung rakyat biasa. Marda selalu ingin keluar dari area kerajaan tapi ada saja yang melarangnya dari pihak keluarga kerajaan namun itu tak membuat dirinya tidak naik tahta, ia sendiri tak mau melakukan hal serupa ke Kristina.
Kristina menatap ke arah menteri lain yang sedang mengobrol, si gadis merasa bahwa merasa dirinya tidak dihargai namun tidak membuat Kristina juga merasa ada hal yang aneh dari pembicaraan mereka ... jadi gadis tersebut langsung bertanya pada menteri kabinet. "adakah hal yang bisa aku lakukan selain mendatangi perjamuan?"
"Tidak," ujar menteri yang beranjak dan pergi ke luar. "kamu akan banyak mengenal jika nanti sudah menjadi seorang ratu, kenali kerajaanmu terlebih dulu. Kami pamit." Kristina tercengang saat mendengar penuturan tersebut.
"Kenapa orang-orang di sini sangat tidak menyenangkan sekali," gerutu gadis yang melangkah ke belakang ruang pertemuan untuk menukar pakaiannya kembali. Ruang ganti seakan tak ada orang yang mengajaknya berbicara, "hey! aku bukan gadis pemarah!" salah satu dayang terkejut lalu terjungkal kebelakang.
"Baiklah," ujar salah seorang dayang yang memberikan pakaian gadis itu, Kristina menghela pelan dan mengangguk lalu menyuruh beberapa dayang keluar dari sana. Kristina dian sebentar lalu melirik yang lainnya karena menunggu perintah darinya agak aneh sebenarnya saat orang lain menunggu perkataannya keluar sebagai titah, "kami membawakan camilan untuk Yang Mulia Putri." Kristina menoleh cepat kemudian membiarkannya masuk. Marda melangkahkan kakinya masuk ke kediaman Kristina saat dalam perjalanan sang ratu mencuri dengar obrolan para menteri tentang calon ratu baru, apa ia terlalu gegabah sampai-sampai Kristina tidak mendapat penghormatan dari petinggi kerajaan.
"Apa yang kalian bicarakan?" tegur Marda.
"Tidak ada," rasanya ada yang tidak benar dengan sikap salah menterinya. Marda memincingkan maniknya tak percaya agak sedikit heran sama cara bicara menteri saat menjawab pertanyaan terlalu gugup seperti ini, namun rasanya masih bisa masuk akal alasannya. Ketika ingin menanyakan lebih lanjut mengenai pertemuan yang baru saja di ada kan, mendadak menteri Satu hendak buru-buru pergi.
Hari ini Toska melatih kemampuan bertarungnya dengan Panglima perang, namun saat sedang istirahat pemuda seperti ingin mengunjungi Mago entah ada apa perasaannya tidak nyaman sekali. "Ada apa Yang Mulia?" Toska tidak langsung menoleh tapi ia hendak berpikir kalau sesuatu sedang terjadi di sana tapi tidak, bahkan semua tampak baik-baik saja tak sesuai dengan apa yang ia bayangkan sebelumnya. Toska menghela kesal kemudian melangkah keluar dari area latihan sembari menggenggam ujung pedangnya, dua mata panah siap meluncur mengenai pelipisnya: pemuda itu dengan sigapnya menahan serangan tersebut.
"Aku rasa ada pemberontakan sekarang ini, mungkin itu tidak disadari oleh ratu tapi aku yakin ini ulah dari pangeran Goerge. Karena tak terima pasukkannya dikalahkan oleh kerajaan kita," ucap Toska pada jendral kerajaan. Tidak sampai di situ saja para prajurit kerajaan juga mulai melakukan siasat yang pangeran mereka minta walau begitu tetap saja tak sedikit orang yang terlibat dalam penyusun strategi perang ini, Toska mengirimkan pesan melalui burung dara yang diterima oleh pemerintahan Mago.
"Ada kabar burung!" teriak salah seorang prajurit.
Kabar yang datang menyebar begitu cepatnya maka dari itu para tentara yang hadir turut menyiapkan ahli persenjataan mereka, tak disangka juga rupa-rupanya Goerge belum mau menyerah hingga saat ini mereka sudah berkali-kali melakukan perlawanan. Marda bahkan sampai menyerahkan tahta jauh lebih cepat kepada Kristina, gadis yang lagi menyusun strategi perang tersebut terkejut ketika menteri Satu berkhianat kemudian menjual informasi dalam kerajaan.
"Hanya dalam semenit kabar itu menyebar, luar biasa." takjub Goerge yang sedang memantau keadaan.
Kristina berbisik saat melihat para menteri yang berkhianat padanya, "jangan lakukan apa pun, tunggu perintah My Lady." ujarnya dengan nada pelan. "aku hanya akan mengatakannya sekali lalu sisanya terserah pada kalian." Kristina pergi selepas memberikan arahan. Marda menghela panjang saat melihat gulungan kertas itu kian menumpuk pada meja kamarnya, bahwa sesungguhnya dirinya bosan melihat tumpukkan kertas tersebut.
"Aku harap tak ada lagi yang memberikan gulungan perizinan padaku," lirih perempuan tersebut yang tak berselang lama seorang dayang berteriak padanya agar segera keluar dan memeriksa keadaan sekitar. Marda bukan tak mau memeriksanya namun untuk apa diperiksa jika seluruh area istana baik-baik saja, bahkan kediaman Putri Mahkota juga tak terjadi apa pun: perempuan tersebut enggan berkelana dimusim seperti ini. Toska berharap semua berjalan dengan lancar dan tidak terjadi apa pun, setelah akhirnya Kristina pergi ke medan perang barulah Goerge masuk ke area istana dan mengacaukan pasukkan yang ada.