Chereads / Mago / Chapter 2 - 2

Chapter 2 - 2

Ibu begitu khawatir dengan putrinya yang tak pulang selama beberapa hari ini bagaimana bisa gadis itu tak pulang selama beberapa hari sedangkan kuliahnya sudah akan dimulai sebentar lagi perempuan baya tersebut benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya, terhadap Kristina. Tak sedikit usaha yang orang tuanya lakukan agar Sang anak ditemukan dalam waktu dekat, pencarian tersebut dimulai begitu telah terbit matahari pagi, pencarian terus dilakukan hingga waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 siang seharusnya pencarian itu dihentikan akan tetapi kedua orang tuanya tak mau mengambil risiko besar, meskipun mereka berada di kota tetapi satu keluarga itu tak merasa lengkap karena anak mereka belum ditemukan sampai detik ini.

Tak ada yang bisa dilakukan saat ini bahkan Kristina sendiri juga merasa sangat lelah akan semua hal penantiannya untuk pulang cuma ada di dalam bayangannya saja, gadis yang berjalan mengelilingi area istana itu hanya bisa memandang langit seraya menghembuskan nafasnya panjang, "dalam kehidupan kita cuma dikasih dua pilihan." sahut Marda sembari tersenyum manis dengan pakaian ksatria miliknya, "hidup atau mati. Dan saat kematian menjemput tak ada yang bisa memisahkan jarak antara surga juga nereka, hidup memang rumit tapi kerajaan ini hanya butuh satu hal, ya itu ratu baru." gadis itu tak mengerti tujuan Marda memberikan informasi tersebut.

"Siapa ... kau?" Marda tersungging tipis dan mengusap kepala si gadis dengan pelan. Sang ratu tak menjawabnya ia hanya berbalik lalu pergi, "apa aku bisa keluar?"

"Tentu," jeda sebelum Marda melanjutkan langkahnya dan menunggangi kuda. "kau bisa keluar kapan saja ... karena kerajaan ini milikmu. Milik kita berdua."

"Apa maksudnya? Hey! Aku belum selesai bicara." gadis itu mengembuskan nafasnya kasar lalu membalikan tubuhnya dan berjalan dengan santai sambil menikmati similir angin yang menerpa wajahnya, "bagaimana caraku kembali? Dan siapa perempuan itu bukankah dia yang menolongku kemarin?" persetan dengan itu semua gadis ini berpikir untuk lebih cepat menemukan cara agar bisa kembali pada keluarganya dan segera menceritakan semua yang terjadi padanya, tapi nyatanya tidak dirinya malah semakin terjebak dengan dunia tak dikenalnya itu. Marda sama sekali tak berniat membantunya sama sekali hanya memberikan tempat tinggal dan itupun jauh dari rumah rakyat, Kristina menumpukan kepalanya pada tangan yang terkepal sangat kuat ia merutuki nasibnya yang jadi seperti seorang pengemis jalanan, bahkan hanya untuk makan saja gadis itu harus menunggu kedatangan salah satu prajurit.

Marda berjanji akan melakukan segala cara agar segera menobatkan Kristina sebagai ratu baru di kerajaan itu, Goerge hanya menyeringai kecil kemudian menolehkan kepalanya pada salah satu dayangnya dan dengan cepat pemuda itu melempar satu benda yang berarti dalam istana, "apa yang bisa dilakukan sama ratu di istana yang megah ini kalau ratunya sendiri menolak untuk menikah dan lebih memilih untuk mencari pengganti dari kaum manusia." Marda menghela panjang pada adik tirinya, tidak ada yang tau jika Goerge merupakan anggota keluarga kerajaan akan tetapi gelar pangerannya terbuang saat ia mengalami pengasingan ... apa yang dimaksud sama Goerge adalah Kristina namun Marda tak mau berburuk sangka dan meninggalkan tempat itu.

Kristina menghela panjang saat berada dipinggir pedesaan ia hanya menendang krikil kecil setelah apa yang dirinya alami tak banyak yang berubah sama keadaan saat ini, Toska duduk di atas dahan pohon seraya memainkan batu giok permata merah miliknya, "kenapa ya hidupku malah jadi luntang-lantung!" gerutu si gadis seraya mendengus kasar, Toska menggeleng kepalanya pelan sembari tergelak dari atas sana. Toska bahkan menurunkan satu rantingnya agar bisa menggoda Kristina akan tetapi wajah cemberut dari gadis itu tak bisa membuat sosok di atas sana menahan rasa gelinya, "siapa si yang mengerjaiku!"

"Memangnya kenapa kalau aku?" sahut Toska pelan namun gak kedengaran sama gadis di bawahnya, sepenting apa dirinya hingga mau di dengar seperti itu. Persiapan sayembara di kerajaan akan segera dibuka akan tetapi Marda belum melakukan upacara apa pun selama seharian, Kristina mengerutkan keningnya ketika melihat Marda berdiri di depan balai rakyat dengan penampilan yang elegan. Toska memutar bola matanya malas saat memandang Kristina yang tengah menguap lebar, gadis ini tampak bosan dan tak bersemangat sama pidato dari ratu mereka. Kristina masih tampak tak mengerti dengan semua ini akan tetapi pemuda yang ada di sampingnya yang selalu memberikan penjelasan padanya, bahkan Marda tak pernah mengatakan tentang istananya selama ia berada di sana.

"Kamu bilang apa?"

"Tidak ada," helaan nafas berat lagi-lagi keluar dari indra penciuman gadis itu. Toska sama sekali tidak membuatnya tenang sampai detik berikutnya Toska kembali bersua. "apa yang harus aku lakukan biar kamu bisa keluar?" tanya Toska sembari menatapnya dalam, Kristina agak salah tingkah saat ditatap seperti itu. Maniknya berbinar saat mendengar hal itu Kristina tak tau harus senang atau sedih jika ia keluar dari tempat ini akan tetapi nanti ia bisa bertemu kembali dengan kedua orang tuanya, Toska terlihat serius dan di menit berikutnya lelaki itu tertawa lepas menertawakan reaksi dari Kristina.

Marda tersenyum lalu melambaikan tangannya pada setiap orang yang menyapanya seusainya berpidato di atas podium, diam-diam Goerge mengepalkan tangannya lalu melengos pergi dari hadapan sang ratu. "apa bagusnya perempuan itu? lebih bagus lagi kalau aku yang menjadi pemimpin." gumam Goerge yang tampak sebal sama Marda padahal ia yang lebih mampu dan dirinya sudah berkeluarga, tetapi ia malah terasingkan seperti ini.

"Sudahlah, kamu juga gak akan bisa melakukannya jika tidak dibantu sama kak Marda." ujar Paulin dengan lembut kepada suaminya, "lagipula apa artinya istana jika hidup kita gak bahagia?" Goerge berdecak kesal saat mendengar perkataan dari istrinya itu. Seharusnya Paulin membantunya bukan kenapa malah menjatuhkannya seperti ini, "suamiku, aku mengatakan seperti ini untuk kebaikan kita semua." Goerge melengangkan kakinya pergi dan tak peduli dengan semua ucapan istrinya. Kurang sabar apa Paulin sebagai istrinya walaupun mereka bertemu dengan cara yang tak terduga sekalipun, Paulin sebenarnya wanita yang baik dan ramah sama rakyatnya nasibnya saja yang sial mendapat suami seperti Goerge ... pemuda tamak.

Ibu sakit dan itu karena merindukan putrinya polisi menghentikan seluruh pencariannya: benar-benar tak akan dilanjutkan lagi sampai ayah tak tau harus bagaimana lagi buat menemukan Kristina. "kamu jangan sakit, bu. Nanti Kristina tidak akan senang melihatnya," ujar ayah yang tengah mengompres tubuh ibu karena demamnya yang tinggi.

"Ibu cuma mau anak ibu saja," ayah menghela kasar. Harus bagaimana lagi laki-laki itu mengatakan pada istrinya agar tidak terus menerus membebani pikirannya dan lagipun itu takkan membuat Kristina balik ke mereka kalau ibu besar kepala seperti ini, justru memperburuk kesehatan ibu saja.