Di Oslo semua tampak sama saja saat musim Semi dan Dingin akan tetapi ada satu tempat yang membuat anak itu menarik perhatian sebuah pintu dimensi yang jarang orang ketahui letaknya tak jauh dari jalan bersalju menuju hutan pedalaman, herannya pintu itu tampak berdebu dan usang gadis itu menolehkan kepalanya ke kanan lalu ke kiri, ia tampak seperti menunggu sesuatu namun tak tau apa yang ia tunggu lagi. Gadis itu seperti tengah melamun kemudian membuka pintu tersebut sempat menoleh kembali dan Sang Ibu memanggilnya untuk membersihkan kamar yang berantakan, ditutupnya pintu tersebut dan berlari menuju jalanan sepi Oslo, gadis itu meraih sepedahnya yang semakin ia tinggal semakin membeku di pohon pinus itu, gadis berambut hitam ke abu-abu itu bersenandung kecil dan melangkahkan kakinya santai.
Gadis itu lantas menaruh ponselnya di atas nakas di zaman seperti ini dia tentu tak percaya dengan hal-hal seperti itu magis dan dunia lain itu tak ada hanya akan menambah beban pikirannya saja nanti jika dirinya terus memikir hal yang konyol seperti itu bahkan di saat orang lain fokus pada pendidikan ia hanya terpaku dengan apa yang dijalaninya, gadis itu tentu tak ingin itu terjadi padanya karena merasa semua akan membuat dirinya rugi sendiri, "ibu sedang apa?" tegur gadis itu yang melengang masuk ke dalam dapur.
"Apa kau sudah membersihkan kamarmu?!" omel perempuan tua yang ada di hadapannya bola mata memutar menyambut omelan Sang Ibu yang membuat gadis tersebut malas. "Kristina Kim!! Dengar tidak?!" sembur Sang Ibu yang merasa jengkel akan tingkah putrinya. Gadis yang merupakan asli kota gingseng itu tak pernah sedikitpun melayani omelan Ibunya karena ia hanya akan menambah masalah saja jikalau membalas omelan perempuan tua itu, dengan suara terkekeh kecil gadis tersebut mengangguk dan membersihkan kamarnya memang kadang kala ia menghiraukan perintah Ibunya akan tetapi gadis itu tetap saja mematuhinya. Gadis itu sudah lama menjadi seorang peselancar es, ia memiliki usia yang cukup muda dan juga mempunyai finansial yang cukup berselang beberapa bulan gadis tersebut mengalami banyak perubahan, namanya di kenal dan tak lagi berada di pedalaman kota Oslo: walau begitu gadis ini tak melupakan pintu yang sudah ditemukannya. Gadis itu menarik rasa penasaran untuk kembali ke hutan tersebut tak ada yang harus ia khawatirkan dari semua perjalanannya kali ini akan termasuk dalam rasa takutnya ketika gadis itu membuka pintu tersebut, gadis ini membuka pintunya dan dikejutkan dengan pukauan tanpa kata dari dirinya. Ia tak bisa berkata apa pun saat melihat banyak labirin di hadapannya hanya dengan satu cara ia bisa mengetahui tempat apa yang sedang ia lihat itu, gadis itu berusaha menemukan ujung dari labirin ini namun ia akui tidak mudah menemukan ujungnya.
"Aku sepertinya harus kembali ke kota," gumam gadis itu pelan yang menyerah karena lelah mencari jalan untuk masuk ke sana saat hendak berbalik ia justru melihat sebuah cahaya dipenghujung jalan tak jauh darinya, "cahaya apa itu?" lirih gadis tersebut yang merubah pikirannya. Gadis itu tetap berjalan sehingga matanya kembali dibuat terpaku pada satu obyek yang bahkan ia tau ini nyata atau tidak, anak perempuan itu menatap sekeliling taman dan tanpa sengaja dirinya menabrak sesuatu di sana, sebenarnya itu tak membenarkan dirinya untuk memercayai seseorang yang tak dirinya kenal namun entah mengapa naluri kecilnya mengatakan bahwa perempuan yang menyambutnya itu adalah orang baik. Gadis itu tak langsung memercayainya begitu saja: ia pun berjalan mengikuti perempuan dari belakang gadis tersebut dibuat benar-benar terkejut dengan semua yang berhubungan dengan hal magis terlebih lagi di dunianya ia tak memiliki seorangpun teman, perempuan tampak tersenyum lalu mengayunkan tangannya seraya memanggil nama yang sudah jelas bukan namanya, gadis ini terlihat bingung dengan nama itu.
"Kika," gadis itu langsung menoleh cepat tak buruk juga saat di dengar seenggaknya anak perempuan itu tak mendapatkan panggilan aneh saja, gadis tersebut duduk lalu menghela panjang pada saat perempuan yang memanggilnya itu memberikan sebuah kamar. Rupa-rupanya harinya baru akan dimulai esok hari dan saat ini dirinya hanya diperkenankan untuk beristirahat saja, jangan lupa suasana keduanya yang sangat canggung berharap ada sesuatu esok pagi. "Sebelumnya saya meminta maaf karena telah membawamu ke sini akan tetapi ini karena saya tak ingin kekuatanmu di salah gunakan oleh pihak lain," gadis itu merasa ada yang aneh dengan pendengarannya. Ia hampir saja terbatuk lalu memuntahkan semua isi makanannya begitu saja bukan berarti ia ingin hal tersebut sontak membuatnya terkejut secara mendadak, perlahan langkahnya memundur lalu enggan menerima hal tersebut.
"Aku belum mengatakan apa pun padahal," ujar gadis itu yang menghela pendek dan langsung beristirahat agar tubuh jauh lebih fresh keesokan harinya. Kristina mengerlingkan pandangannya ke sekeliling kota asing itu, entahlah dirinya sekarang ada di mana dan mengapa tempat itu terasa sangat terpencil dari peradaban manusia bahkan perempuan yang menampungnya tak menanyakan sesuatu mengenai dirinya dan dari mana asalnya, perempuan berumur dua puluh dua tahun serasa tak ada yang ingin anak itu lakukan. Saat namanya tertera di depan papan putih yang dirinya tak tau apa sebutannya, gadis yang kini berjalan ke arah depan agar bisa melihat lebih jelas lagi sebelum semua yang terjadi akan terlambat, "sebenarnya di mana tempat ini? Kenapa sangat asing."
"Negeri ini di sebut dengan negeri Walpurgis dan kamu ada di halaman kerajaan Mago," sahut salah anak laki-laki yang tepat berada di belakangnya.
"Wal— wal—", jeda sebelum gadis yang tengah berdiri dengan bingungnya menyebutkan nama asing itu, "persetan dengan itu. Kamu tau bagaimana cara aku bisa kembali ke tempat asalku?" tanya Kristina pada sosok laki-laki tersebut ia malah seperti orang yang aneh, Kristina susah menyebutkan nama laki-laki di depannya itu lalu menghela panjang saat mengetahui namanya hanya tediri dari dua suku kata saja, dan itu membuat gadis tersebut terkejut.
"Nama kamu siapa?"
"Kris—" ucapannya terpotong saat seorang perempuan memanggilnya. Perempuan yang sama, yang telah memberikannya tempat tinggal di area istana, perempuan yang membuatnya terjebak di negeri itu.
"Kika!" panggilnya sekali lagi. gadis itu menghela kesal lalu melengos pergi begitu saja tanpa menyadari ada aura jahat yang mengelilinginya, laki-laki yang mendengar namanya itu seketika menyunggingkan senyum asimetris dan memandang kepergian Kristina begitu lamat, "sebaiknya kamu jangan dekat-dekat dengannya." tegur perempuan itu yang membuat kerutan di dahi gadis di sampingnya tercipta begitu sempurnanya, gadis itu benar-benar tak mengerti mengapa dirinya sangat di jaga oleh pihak kerajaan.