Chereads / Mago / Chapter 3 - 3

Chapter 3 - 3

Berhenti berkegiatan bukan hal bagus nyatanya ada di dalam kamar membuat Kristina seperti orang bodoh dan apa ini? magisnya hanya terhenti di pemberhenti waktu saja, apalagi ia selalu mengikuti kelas sihir dan itu tentu saja selalu membuat si gadis mengantuk. Marda tampak sengang dan memanggilnya ke halaman istana sang ratu tampak serius dalam melatihnya, perempuan itu sama sekali tidak terlihat senyum bahkan dianggap bengis sama para muridnya.

Marda sama sekali tidak menunjukkan keramahannya bahkan setelah Kristina datang dan menyapanya dengan kalem, tetap tak menunjukkan rasa ketertarikan terhadap dirinya dan setelah itu barulah ia memulai semua pelajarannya sore ini. Marda benar-benar tak mau bicara dengan siapa pun, "Kika tunjukkan kehebatanmu!" tegas perempuan itu. Kristina agak tergagap saat mendengar namanya ia belum benar-benar menguasai mantra sihir sedikit khawatir dengan kemampuannya yang memalukan itu, Kristina hanya bisa berlindung dengan kemampuan seadanya saja.

"Apa harus aku sekali? Masih banyak yang lain." gumamnya pelan tetapi ia tetap berjalan menghampiri yang telah memanggilnya, perempuan itu— Marda tak sekali saja membiarkannya bernafas. Kristina mengatur mafas ia tidak boleh karena umurnya masih panjang maka dari itu si gadis tak boleh mati muda, Kristina menghindari serangan secara beruntun membuat Marda agak kesulitan. Marda benar-benar lihai dalam menyerang bahkan tak hanya sekali saja sang ratu melakukan itu serangan tersebut sampai hampir membuat Kristina terkapar di atas tanah, setelah selesai Marda menghampirinya lalu mengulum bibirnya ketika memandang wajah gadis di depannya kelihatan lebih lelah darinya. Apa ia terlalu berlebihan tadi sehingga membuat gadis itu kelelahan seperti ini, Kristina melengos saat melirik kedatangan dari Marda, saat ini suasana sangat canggung. "bisa tidak kamu bersikap santai?! Tadi itu keterlaluan sekali!!" protes Kristina yang hanya dibalas dengan tawa merdu.

"Memang kamu maunya seperti apa dan bagaimana? Jika kamu maunya aku melakukan hal yang sama dengan dunia asalmu, maaf tidak bisa." pungkas Marda yang agak sedikit sebal sama sikap protes Kristina, gadis itu bahkan tak melakukan apa pun lagi setelahnya.

"Ya gak seperti itu juga si, ya sudah lupakan." Marda menghela panjang dan melengang memasuki area istana, Marda sangsi dengan kegagalan yang ia dipertaruhkan oleh sang ratu. Perempuan itu tak mau mempertaruhkan segalanya hanya karena seseorang tak dikenal tetapi berbeda dengan Kristina, ia yang memilihnya lalu apalagi selanjutnya jika bukan penobatan Putri Mahkota. Marda sudah menyiapkan segalanya hanya tinggal menunggu waktu dan pencarian calon raja baru, ia telah berpikir matang dalam melakukan hal ini dan juga Kristina pasti akan lebih direpotkan karena hal ini tak akan mudah baginya ... perempuan yang sedang berdiri menghadap ke arah jendela itu mendengkus keras. Apa yang akan ia lakukan berikutnya? Apa ia harus melepaskan jubahnya sekarang dan menggantungnya. "hey! Kamu!" teriak Kristina memanggil Toska dengan tidak sopan.

Toska enggan menoleh dan pengawalnya hendak menegur tetapi urung dilakukan. "gak bisa manggil dengan benar ya? Aku memiliki nama." ujar Toska capek sama sikap Kristina, akan tetapi gadis di belakang tersebut tak mau mengerti. Kristina memutar bola matanya malas lalu melangkah beriringan dengan pemuda disebelahnya tak sampai satu detik mereka berdiam diri, di detik berikutnya keduanya saling melempar ejekan. "Kika kamu tuh apa si! Manusia kurang adab!" Kristina membelalak dan memukul keras kepalanya.

"Ouh ya?! Siapa namamu?! Aku bahkan tidak tau!!" pekik Kristina agak sewot dengan raut tengil Toska yang semena-mena, gadis yang lagi menatapnya jengkel itu hanya dibalas dengan sentilan di dahi kemudian ulasan senyum samar. "Jangan kamu pikir aku gak bisa bela diri! Bisa ya!" Toska tergelak mendengar apa yang ia dengar lalu mengusap air bening yang keluar dari pipinya, laki-laki tersebut juga tak mengatakan bahwa si gadis tak pandai bela diri.

"Tak ada yang bilang seperti itu?" malu sekali rasanya saat Toska berkata seperti itu. "namaku adalah— nanti juga kamu tau," lanjut anak raja itu.

"Hey! Pendusta!" teriak Kristina yang merasa geram sama tingkah Toska. Sungguh di luar dugaan sekali anak laki-laki itu bahkan saat di dalam istana sekalipun dia tak bisa untuk tak dibuat merasa jengkel, tadinya Kristina berniat untuk mengajaknya berkeliling setelah melihat bagaimana perlakuan sang pemuda hal itu ia urungkan. Kristina lekas berjalan ke arah istana dan bertemu semua orang yang ada di istina, "di istana ada siapa saja ya? Aku tidak pernah bertemu orang-orang kerajaan." Marda tersenyum melihat kedatangan Kristina dari dalam jendela besar di istana, lorong berwarna gelap itu seakan mencerminkan hati sang ratu. Marda menoleh ke belakang lalu menghela panjang pada saat dua dayangnya datang dari arah kiri tubuhnya, sang ratu masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dia urus setelah memantau Kristina, Marda sendiri merasa tertarik dengan kehidupan gadis tersebut ketika memilihnya sebagai ratu pengganti kelak. Marda keluar dari ruangannya lalu menatapi para prajurit yang datang bertugas buat mengawalnya saat jendral menemuinya perempuan itu tak terlihat senang karena pasalnya ada perampokan dipemukiman warga desa, saat hendak melihat ke sana tiba-tiba terjadi pemberontakan yang sudah pasti direncanakan. Sang ratu lekas pergi ke arah paviliun ibu suri lalu memeriksa benda pusaka apa saja yang hilang, sang ratu memang ingin menemui Kristina akan tetapi itu Marda batalkan karena ada urusan yang lebih mendesak daripada hanya sekadar berbincang cantik.

Lorenzo tetap mencoba menghubungi Kristina namun selalu tidak aktif dan mati, apa saja yang dilakukan oleh perempuan tersebut selama ini kenapa susah sekali dihubungi. Dan apa saja kegiatannya kenapa sangat lama tak menemuinya, Kate memandang wajah Lorenzo yang terlihat agak muram dan tidak bersemangat entah mengapa perempuan itu merasa teman laki-lakinya tengah memeikirkan sesuatu, "apa yang kamu pikirkan?" Lorenzo sama sekali tidak menjawab dan malah membalas dengan hembusan berat. "mungkin saja kekasihmu pergi jalan-jalan. Nanti juga kembali." akan tetapi Lorenzo benar-benar pesimis dengan hal itu.

"Sebaiknya kamu pulang gak bagus jika tetangga melihat kita seperti ini," ucapnya dengan nada agak canggung mau tidak mau Kate berjalan pergi meninggalkan Lorenzo yang masih duduk termenung di lantai atas. Lorenzo bergegas langsung ke arah garasi untuk bertemu dengan kedua orang tua Kristina namun niat tertunda ketika ia mendapat panggilan dari kampus, lelaki itu menghela nafas kemudian berbalik arah.

Kristina berteriak pada pengawal saat mendapati kamarnya terkunci dari luar, bukannya si gadis betah malah tambah tidak betah. Kristina menghela kesal lalu mengeluar ponselnya yang rupanya tidak sinyal di sana, "berguna sekali aku membawa benda ini!" gerutu sang gadis merasa sangat sial.