Andra menungguku di pintu masuk fakultas dengan motor yang ditungganginya. Kafe Mawar adalah tujuan kami saat ini. Sintia bilang bahwa dia akan datang terlambat, sehingga aku memutuskan untuk makan dan mengobrol dengan Andra terlebih dulu, sembari menanti kedatangannya. Semakin hari, aku semakin dekat dengan Andra. Meski pun di depan Dion dan Nada kami selalu menyembunyikan kedetakatan kami, tapi kami selalu bermesraan tanpa sepengetahuan mereka.
Status hubunganku dengan Andra memang belum jelas, namun kami sudah seperti pasangan pacaran yang tengah kasmaran dan saling memberikan perhatian. Ketika memesan makanan dan minuman pun, dia sudah hafal dengan apa yang ingin kupesan. "Es kopi susu dengan gula aren kental dan kentang goreng yang gurih dan renyah 2 porsi," pesan Andra kepada pelayan kafe tersebut.
"Kok Kamu tahu sih Aku mau pesan itu?" ucapku heran.
"Pasti tahu dong, kan Kamu selalu memesan itu setiap kali kita bertemu," kata Andra.
"Benarkah? Aku saja tidak menyadarinya. Memang sesuka itu Aku sama kopi susu gula aren dan kentang goreng," balasku. Tak lama setelah pesananku dengan Andra jadi, Sintia pun datang.
"Hai, maaf ya telat. Wah, ini ya yang Kamu ceritain kemarin. Siapa namanya?" tanya Sintia yang baru datang.
"Andra," sambungku.
"Oh iya, Andra. Salam kenal Aku Sintia, sahabatnya Ayumi." Sintia memperkenalkan dirinya kepada Andra.
"Ganteng ya?" ucap Sintia.
Aku dan Andra hanya saling menatap dan tersenyum mendengar ucapan Sintia. Sintia memang orang yang ceplas-ceplos dan suka bercanda, sehingga aku hanya bisa mengimbanginya.
"Gantenglah, memangnya ada ya temanku yang jelek?" sambungku.
"Ada, itu si Jono. Kalau enggak jelek, ngapain Kamu nolak dia terus. Padahal dia sampai cinta mati sama Kamu segitunya. Sampai-sampai rela membelikan nasi goreng favoritmu malam-malam di tengah hujan," imbuhnya.
"Yeee ... siapa juga yang nyuruh. Itu inisiatif dia sendiri ya. Padahal dari awal sudah kucuekin, tapi tetap saja ngarep," jawabku.
"Namanya juga usaha," kata Sintia.
"Sudah ah ngomongin si Jononya. Kasihankan dia kegigit-gigit gara-gara kita omongin terus. Jadi bagaimana rencana kerjasama kita? Kerjasama Kamu dengan Andra maksudnya," ungkapku.
"Oh iya juga ya, maaf-maaf jadi kelupaan. Oke jadi begini, Ndra. Mungkin Kamu sudah tahu dari Yumi kalau Aku itu seorang selebgram, youtuber, influencer, model, dan masih banyak lagi. Nah selama ini bisa dibilang Aku mengelola media sosialku sendiri. Terlebih sejak Ayumi sibuk dengan kegiatan-kegiatan di kampus sebagai mahasiswa penerima beasiswa. Jadi mau enggak mau Aku harus banyak meng-handle semua sendiri untuk bikin video, ambil foto dan edit-edit biar cantik. Ada sih dibantu 1 orang lagi, tapi kami masih kualahan. Lagian, dia enggak begitu bagus kalau harus ambil gambar atau edit-edit gitu. Jadi Aku butuh Kamu untuk membantuku. Mau enggak, Ndra?" ungkap Sintia.
"Mau banget sih kalau Aku. Cuma apa Kamu yakin Aku bisa memenuhi harapanmu?" tanya Andra.
"Yakin-yakin aja mah, apa lagi yang merekomendasikan Yumi," jawab Sintia.
"Baiklah kalau begitu. Jadi apa saja yang akan menjadi tugasku?" tanya Andra kembali.
"Kebetulan Aku sudah menyiapkan kontrak kerja kita. Tolong dipelajari dan besok Aku akan ambil kontrak itu. Jadi Kamu ada waktu untuk mikir-mikir dulu," kata Sintia.
"Enggak usah, Aku cukup baca sebentar saja di sini. Sepertinya enggak perlu ragu sih untuk menandatangani kontrak kerjasama ini," kata Andra.
"Bagus deh kalau gitu Lebih cepat lebih baik," ucap Sintia.
Tak lama setelah membaca isi keseluruhan kontrak, Andra menandatangani kontrak perjanjian kerjasamanya dengan Sintia. Di tengah percakapan tentang jadwal pemotretan dan edit-edit video, Sintia bertanya kepada Andra, "Kamu sudah punya pacar?"
Andra menatapku, begitu pun sebaliknya. Kami saling bertatapan, saling mengerti bahwa kami sama-sama bingung harus menjawab bagaimana. Aku buru-buru menjawab, "Kenapa tanya begitu? Memang pengaruh kalau punya pacar atau enggak?"
"Ya ngaruh banget dong!" tegasnya.
"Ngaruhnya apa coba?" tanyaku kembali.
"Jadi kalau Andra sudah punya pacar, kemungkinan besar akan lebih ribet. Bisa jadi ceweknya cemburuan, jadi meskipun kerja profesional tapi nanti baper dan cemburu enggak jelas," jelasnya.
"Iya juga sih. Aman kok, dia enggak ada pacar," ungkapku.
Sintia membalas, "Kok dari tadi Kamu yang jawab sih Yum? Biar Andra langsung saja kenapa memang?"
"Ya enggak apa-apa. Kebetulan Aku tahu, jadi Aku coba bantu menjawab saja. Hehehe ...."
Beruntung Sintia tidak curiga tentang hubunganku dengan Andra. Jadi aku tidak perlu menjelaskannya lebih jauh lagi. Karena hubungan kami pun memang belum jelas. Takutnya, belum-belum akan mengganggu proses kerjasama antara dirinya dengan Andra.
Besok saja jika memang semuanya sudah jelas, aku akan menceritakan semuanya kepada Sintia. Kalau kata artis-artis sih go public. Biar semua orang tahu sekalian.
"Yum, Kamu Sabtu besok balik enggak? Balik saja nanti pulangnya bareng Aku. Karena Aku juga mau pulang ke rumah minggu ini," ajak Sintia.
"Boleh sih, tapi Aku kepingin pulangnya Jumat malam saja. Biar lama di rumahnya. Kamu bisa, enggak?" balasku.
"Hmmm ... lihat nanti dulu ya. Enggak berani janji Aku. Besok Kamis Aku kabari ya," ungkapnya.
Sintia pamit terlebih dulu, tinggal aku dan Andra yang tertinggal. Andra bertanya kepadaku, "Jadi, siapa itu Jono?"
"Kenapa? Kamu penasaran dengan Jono?" tanyaku kembali.
"Penasaran saja, kok sampai segitunya Kamu menghindarinya," ungkap Andra.
"Namanya juga enggak suka, jadi kalau didekati teruskan jadi semakin enggak nyaman," jawabku.
"Jadi begitu. Terus kalau Aku yang mendekati Kamu risih juga enggak?" candanya.
"Kalau risih, mana mungkin Aku memberikan kesempatan?" kataku.
"Oh, jadi seperti itu. Jawabnya enggak perlu pakai malu-malu segalalah," goda Andra padaku.
Di tengah percakapanku dengan Andra, tiba-tiba aku melihat Dion dan Nada memasuki Kafe Mawar. Seketika aku membelakangi mereka, menutup wajah dengan buku menu yang ada di meja. Andra bertanya, "Kamu ngapain tutup-tutup muka pakai buku menu?"
"Ssst … ada Dion sama Nada. Kabur yuk!" ajakku.
Belum sempat kami berdiri, Nada sudah melihatku. "Yumi!" teriak Nada memanggilku. Dia langsung menarik Dion yang tengah berdiri di sampingnya dan duduk bersamaku dengan Andra. "Nah lo, ketahuan ya. Kalian sudah berani keluar bareng," ungkapnya. Muka memerah saking malunya, kepergok jalan berdua dengan Andra oleh Dion dan Nada.
"Masak kalah dengan Kamu dan Dion," jawab Andra kepada Nada. Aku kaget karena Andra akan berkata demikian. Aku pikir dia akan tetap mengelak dan sembunyikan kedekatannya denganku dari mereka berdua. Ternyata malah sebaliknya.
"Jadi benar, Kamu mencoba mendekati Ayumi di belakangku?" tanya Dito terlihat agak keberatan.
"Iya, maaf selama ini Aku menyembunyikannya dari kalian. Karena memang hubungan kami belum sejauh yang kalian pikirkan," jelas Andra.
"Terserah apa katamu sajalah, Ndra. Ternyata selama ini Kamu hanya berpura-pura," ungkap Dion merasa kecewa. Dion pergi meninggalkan kami keluar dari Kafe Mawar. Sementara Nada hanya berdiri, berdiam diri dan merasa kebingungan atas sikap Dion terhadap Andra.