Chereads / Heartbeat Symphony / Chapter 12 - Janji Temu

Chapter 12 - Janji Temu

Spontan saja, teriakan yang dikumandangkan Angga telah langsung membuat Lia mengurut keningnya akibat frustrasi. Kehadiran pemuda itu dengan mengendarai mobil mewah saja, sudah mengundang banyak perhatian orang. Dan sekarang, dia malah menambah heboh suasana dengan berteriak memanggil namanya sambil melambaikan tangan. Hingga tak dapat dihindarkan, seketika saja perhatian orang-orang menjadi tertuju ke arah Lia.

'Kenapa norak banget sih pake manggil segala' keluh Lia dalam hati, masih sambil mengurut keningnya.

"Gaessss, biasa aja kali ngeliatinnya. Horor banget tau nggak?!" protes sang gadis, ketika dirinya baru menyadari bahwa keempat sahabatnya secara kompak menatapnya dengan pandangan mata yang penuh dengan tuntutan penjelasan.

"Lia, kamu mesti jelasin ke kita. Tega ya kamu nggak cerita-cerita kalo mau ketemu cowok yang super duper ganteng. Dan fix, dia tajir!" kata Amanda sambil menahan suaranya agar tak menjerit saking excited-nya.

"Denger ya, itu bukan yang seperti kalian kira. Aku juga nggak tau kalo dia bakal dateng kemari. Padahal, janjiannya di Seteras Café. Intinya aku sama dia teman. Dia ngajak aku ketemu, buat ngobrol. Jangan bikin gosip yang nggak-nggak. Oke clear ya. Aku pergi dulu," terang Lia panjang lebar, lalu segera saja ia melangkah pergi untuk meninggalkan teman-temannya yang masih melongo lebar mendengar penjelasan tersebut.

Amanda hendak mengejar Lia, namun Bobby menahan lengannya. "Biarin aja. Nanti Lia juga cerita," ucapnya dengan bijak.

Pada akhirnya, mereka hanya menyaksikan Lia berjalan mendekat ke arah mobil Audi mewah berwarna hitam yang sudah menunggu. Sesaat si gadis memutar tubuhnya, lalu melambaikan tangan tanda perpisahan kepada teman-temannya.

"Sumpah deh, ganteng banget nggak sih itu cowok??!" tanya Amanda kepada Bobby dan Riyan dengan antusias. Namun sayang, dua pemuda itu sudah berjalan lebih dahulu menuju ke arah kendaraan masing-masing setelah membalas lambaian tangan dari Lia.

Kedatangan Angga yang mengendarai mobil Audi mewah itu, telah sukses membuat ciut nyali Bobby dan Riyan. Semangat mereka mendadak runtuh karena rasa minder yang mendadak muncul di benak keduanya.

"Heh!! Kalian, kok malah kabur sih!!" teriak Amanda sambil bergantian menghampiri Bobby dan Riyan yang terlihat lesu.

"Man, kita batal nongkrong ya. Aku mau pulang aja," kata Riyan sambil mengenakan helm-nya.

"Yaahhh, kok batal sih, Yan?? Bobby?" tanya Amanda kesal, bibirnya mengerucut tajam.

"Kan tadi aku udah bilang kalo disuruh pulang sama Ibuku."

"Laaahhhh, kalian kenapa sihhh?! Ya udah deh." Kesal, Amanda menyentak kakinya ke tanah. Lalu, memutuskan untuk menghampiri motornya sendiri.

---

Saat Lia berjalan mendekat ke arah Angga, pemuda itu langsung terlihat keluar dari mobil untuk menyambutnya.

"Seharusnya, kamu nggak perlu jemput aku. Kan aku udah bilang kalau kita ketemu di lokasi aja," kata Lia datar tanpa bisa menutupi kekesalannya.

"Ohhh, maaf. Eh kan maksudnya sekalian itu," jawab Angga malah menjadi kikuk ketika menatap mata Lia yang terlihat kesal.

"Tau nggak sih? Jadi pusat perhatian, lho," bisik Lia lirih. Namun berbareng dengan itu, sebuah senyum terlukis di bibirnya yang seketika saja membuat hati Angga menjadi menghangat.

Angga sempat khawatir kalau Lia sungguh-sungguh marah dan akan membatalkan rencana janjian mereka yang sudah disepakati.

"Ehehe, aku kira ... kamu bakal marah, Lia."

"Sedikit, tapi ya udah deh nggak papa. Ya gimana lagi. Kan kamu udah di sini, masa iya aku suruh pergi? Hihihi."

Angga menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil nyengir lebar seperti kuda. Tak lupa, dia meminta maaf kepada si gadis karena tak memberitahu lebih dahulu jika hendak datang. Setelah berbincang sejenak, mereka sepakat untuk berangkat menuju Seteras Café saat itu juga.

"Emmm ... yang tadi itu teman-temanmu?" tanya Angga sambil menyetir.

"Iya. Teman-teman gesrek. Fix besok aku bakal diinterogasi macam-macam sama mereka, hehehe."

"Waduuuhh, karena kedatangan aku tadi?" tanya Angga sedikit panik.

"Apalagi coba? Tapi tenang, mereka mah begitu. Heboh, kalau aku ada janji temu sama temen cowok. Soalnya jarang banget sih. Alias, momen langka, hehe …" terang Lia sambil menahan tawa.

"Eh, jarang? Maksudnya ... belum pernah dijemput cowok atau pergi sama cowok, gitu??" tanya Angga dengan tatapan heran yang tidak bisa disembunyikan.

"Iya, belum. Emang salahnya di mana, ya kan? Biasa aja gitu. Jangan heboh ahaha ..." Lia menanggapi dengan santai, sementara Angga hanya bisa tersenyum untuk menutupi keterkejutannya.

Sungguh, baru pertama kali ini, dia bertemu dengan seorang gadis yang belum pernah sekalipun dijemput oleh seorang laki-laki. Bagi Angga, hal tersebut adalah sesuatu yang tak biasa.

"Emmm ... kalau begitu, belum ... belum pernah eh maksudnya, punya pacar?" tanya Angga sedikit tergagap, khawatir pertanyaannya akan menyinggung perasaan Lia.

"Oh, belum hehe. Ya gimana ya, kan belum ada yang cocok, Ngga." Masih dengan santai, Lia menjawab demikian yang dibalas anggukan mengerti dari Angga.

Lagi-lagi, dia dibuat terkejut atas pengakuan dari Lia yang belum pernah sekalipun berkencan atau malah pacaran dengan siapapun di tengah zaman yang semakin modern ini.

Angga kehabisan kata-kata. Agaknya pikirannya harus nge-hang lantaran masih merasa tak percaya dengan apa yang dia dengar. Maklum saja, dia hidup di Ibukota di mana kebanyakan setiap wanita sudah berkencan atau menjalin kasih dengan lawan jenis. Mungkin saja memang ada gadis yang seperti Lia di lingkungannya, namun nyatanya Angga belum pernah beruntung dengan menjumpai sebelumnya.

---

"Nah, setelah ini, belok kanan," ucap Lia memberikan arahan yang seketika membuyarkan lamunan Angga.

"Oh, oke."

Tak berapa lama kemudian, mereka sudah tiba di tempat parkir Seteras Coffe Shop—tempat yang direkomendasikan oleh Lia, saat Angga meminta pendapat tentang tempat nongkrong padanya. Di mana lokasinya memang agak sedikit jauh dari kampus Lia.

Keduanya masuk ke Café tersebut yang langsung disambut oleh aroma kopi yang begitu nikmat. Angga bukan maniak kopi, tapi dia bisa menikmati minuman itu. Pun dengan Lia, yang juga menyukai minuman tersebut.

Angga tersenyum sambil mengacungkan dua jempol kepada Lia, sebagai isyarat kalau dirinya cocok dengan Coffe Shop yang direkomendasikan kepadanya.

"Thanks. Kita duduk di sana," ucap Lia, sambil berjalan menuju salah satu meja yang menjadi tempat favoritnya, jika datang ke tempat itu bersama teman-teman.

"Wah, kayanya kamu sering dateng kesini," kata Angga saat melihat gerak-gerik Lia yang memang terlihat tak asing dengan tempat itu.

"Iya, bareng sama temen-temen biasanya," jawab Lia, lalu duduk di kursi yang sudah di pilih. Diikuti oleh Angga yang juga langsung duduk berseberangan dengannya.

"Kalo sama cowok?" seolah sadar dengan apa yang diucapkan, sedetik kemudian Angga langsung meralat ucapannya. "Oh sorry, Lia. Hehehe maksudnya kamu sering ke sini bareng teman-teman. Begitu ya?"

"Iya, Ngga. Ya pokoknya kalo nongkrong biasanya di sini. Sahabatku pada doyan kopi dan dari sekian banyak tempat yang ada di daerah sini, yaa ... di sini sih yang paling nyaman dan kopinya punya banyak varian yang bisa di pilih dan udah pasti enak. Kondusif juga buat ngerjain tugas bareng. Kecuali kalau salah satu dari kita bikin ulah, hehe." Panjang lebar Lia menjelaskan kepada Angga.

"Wah, keren banget. Oh ya, kita belum pesen apa-apa, nih."

"Nggak papa, habis ini kita pesen. Yang penting duduk dulu. Kalo enggak gitu, nanti tempatnya diambil sama orang lain. Ini daftar menu kopi, snack atau mau makan besar juga ada. Silakan dipilih, nanti biar yang aku bawa ke depan." Lia mengambil lembaran daftar menu yang sudah tersedia di meja tersebut.

Sementara menunggu Angga memilih menu, Lia mengambil ponselnya yang ada di dalam saku. Karena, benda itu terus menerus bergetar dan sukses membuatnya penasaran.

Lia pikir, notifikasi yang masuk merupakan pesan atau panggilan penting dari orang rumah. Namun ternyata, itu semua berasal dari Group Chat Geng SS yang merupakan kepanjangan dari Geng Selamat Sukses. Sudah macam karangan bunga saja bukan?

Lia membaca chat dari atas sampai bawah. Rupanya ketiga temannya sedang ribut karena Bobby dan Riyan mendadak saja seperti berubah sikap, saat melihat Angga dan mobil Audinya tiba-tiba saja mendarat di depan mereka. Karena sepertinya, hal itulah yang telah membuat mental dua bocah lelaki itu amblas.

Amanda; dengan sekuat tenaga dan menggebu-gebu, berusaha memberikan semangat kepada mereka untuk jangan berubah jadi loyo. Karena, suatu saat mereka juga pasti akan menjadi orang sukses seperti nama Geng mereka. Lagipula, mereka belum tahu siapa Angga sebenarnya. Dengan kocak malah ia mengatakan kalau bisa saja, mobil mewah itu hanyalah merupakan sebuah kendaraan sewaan saja.

Kemudian dengan bertubi-tubinya Amanda memanggil nama Lia dan me-mentions di setiap chat yang Amanda kirim. Seakan, gadis tersebut sedang meminta pertanggungjawaban atas kedatangan Angga yang sudah membuat Bobby dan Riyan down.

Sontak saja hal tersebut membuat Lia tak mampu lagi menahan tawanya. Dengan tak dapat tertahan lagi, ia pun terkikik geli sambil menutup mulutnya.

"Sumpah! Nggak jelas banget, sih. Hihihi."

Angga yang sedang sibuk memilih menu, mendadak perhatiannya beralih ke arah Lia. Sesaat, dipandanginya si gadis yang sedang tertawa sendiri sambil menatap ponselnya itu. Lalu tanpa ia sadari sendiri, sebuah senyum tipis terlukis di bibir Angga. Setelah itu, dia memutuskan untuk kembali membaca menu sambil berpura-pura untuk tidak melihat pemandangan yang sedemikian menggetarkan hatinya.

"Hihihi, dasar geng somplak!" celetuk Lia, lalu diiringi tawa renyah yang sudah tak mampu dia bendung lagi.

"Lia, apa sih? Rasanya seru banget?" tanya Angga sambil menyodorkan buku menu pada si gadis.

"Geng SS. Ulahnya bikin ngakak aja," sahut Lia dengan wajah berbinar, lalu menerima buku menu tersebut.

"Geng SS??" Angga mengerutkan kening bingung. "Screenshoot, isn't?" sambungnya lagi sok enggres.

"Haa? Hahaha. Oh iya juga ya, SS bisa diartikan Screenshoot juga. Hihi, astaga aku baru kepikiran, lho."

"Lah, bukan ya?"

"Hehe, bukan. Nama group aku, kok. Anak-anaknya yang tadi berdiri di parkiran kampus, pas kamu dateng."

Sejenak, Angga mengingat-ngingat momen itu dan tak butuh waktu lama baginya untuk mengingat momen tersebut.

"Ohhhh … iya, aku inget. Memangnya mereka kenapa sampe bikin kamu ketawa ngakak kaya tadi? Jadi kepo hehe."

"Insecure pas liat kamu dateng bawa Audi, hahaha."

"Ohhhh, kalo kamu insecure nggak?"

"Buat apa?" bukannya menjawab, Lia malah balik bertanya yang seketika saja membuat Angga tersenyum. Baginya, tanggapan si gadis sudah sangatlah cukup untuk menjawab pertanyaan yang dia sampaikan.

"Niatku kan berteman. Selama dia bisa dibilang baik, mau bawa BMW, Ferari, atau odong-odong sekalipun … nggak masalah, Ngga. Dan lagi, kenapa harus insecure atau minder? Kita sederajat kok," jawab Lia bijak, sambil tersenyum.

"Aku suka pemikiran itu," sahut Angga dengan sorot mata bangga.

"Oke. Ini udah semua, kan? Aku kesana bentar ya." Timpal si gadis setelah melihat mereka selesai memilih untuk memesan makanan.kemudian, Lia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke arah kasir untuk menyerahkan daftar menu yang mereka pesan.

"Oh Angga Vanilla Latte, pengin juga, sih. Tapi … short macchiato aja, deh," gumamnya lirih. Dan setibanya di depan kasir, Lia langsung memesan minuman yang diinginkan.

Kasir yang sedang bertugas, ternyata paham terhadap Lia karena sering datang ke Coffe Shop tersebut bersama dengan teman-temannnya. Dengan ramah, dia mengajak Lia untuk mengobrol sejenak sambil menulis dan memproses pesanan si gadis.

Lia yang notabene memang gadis ramah dan mudah bergaul, tentu saja menyambut obrolan itu dengan antusias. Bahkan, secara hormat dia memperkenalkan diri.

Saat sedang asik berbincang, pintu dari Coffe Shop itu terbuka dan menimbulkan bunyi bergemerincing dari lonceng-lonceng kesil yang dipasang di atasnya. Sebagai penanda jika ada pelanggan yang datang.

Lia menoleh ke arah pintu tersebut, lalu tanpa diduga, netranya bertumbuk pada sosok yang ingin dia jauhi. Tatapan itu hanya berlangsung beberapa detik saja, karena secara hampir bersamaan keduanya saling mengalihkan perhatian untuk menghindar.

"Makasih ya, Kak," ucap Lia ramah, lalu bersiap untuk kembali ke tempat duduknya.

Langkah kaki Lia mendadak berhenti saat melalui ekor mata, dia melihat jika Ana hendak kembali keluar dari Coffe Shop tersebut namun tak jadi dilakukan karena terhalang oleh seseorang.

Penasaran, Lia akhirnya menoleh agar bisa melihat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi. Rupanya, Ana bertabrakan dengan seorang laki-laki. Setelah sejenak diamati, nampaknya mereka saling mengenal satu sama lain.

Mereka berbincang sejenak, lalu tatapan Ana malah beralih ke arah Lia. Namun sorot matanya terlihat ketakutan. Bahkan wajahnya berubah menjadi pias. Namun karena Lia merasa jika hal tersebut tidaklah penting, dia pun memutuskan untuk kembali ke tempat duduknya.

"Kenapa, Lia? Kok mukanya jadi kusut?" tanya Angga keheranan.

***