"Kak, ayolah, Kakak gak mungkin gini terus. Kakak cantik kok, bisa dan pantas dapatkan yang lebih baik. Apa yang kurang, Kakak cantik, body kayak gitar spanyol, sexy dan hot. Kok mau-maunya diginiin sama Denes?"
Saat ini dua orang kakak beradik tersebut bertemu di mansion Jinan. Lebih tepatnya Lyra paksa sang kakak. Jikalau orang itu tak datang, ia kasih tahu ke ayah dan ibu mereka bahwa Denes selingkuh.
Pengantin baru, masih hangat-hangatnya aja udah selingkuh, apalagi kalau umur pernikahan mencapai satu atau dua tahun?
Denes pikir, nikah itu hanya hitungan jari?
Seumur hidup!
Kecuali maut atau hal buruk yang buat pernikahan tersebut tak bisa dipertahankan. Salah satu contohnya sekarang, selingkuh.
"Denes gak selingkuh Ra. Sekretarisnya yang kecentilan."
"Terus Kakak terima?"
Lyra tak habis pikir. Otak kakaknya udah konslet?
Atau jangan-jangan, saking cintanya ke Denes sampai rela mau diapain pun?
Istilahnya santuy aja. Aku cinta kok ke dia. Makan tuh cinta sampai mampus.
Balas dendam Lyra tak berhubungan ke sang kakak yang diselingkuhi. Ia harus buat kak Jane sadar. Kasihan kak Jane jadi boneka. Iya kalau barbie, ia malah Anabel, boneka hantu itu lho.
Ironis.
Mati rasa, kurang lebih begitulah perumpamaan yang tepat.
Jane sibuk makan cemilan yang tersedia. Entah apa isi pikiran orang itu, Lyra pusing!
"Kak, udah jebol belum?"
Atensi Jane beralih. Ia memperhatikan sang adik dari atas sampai bawah. Sudah setara nih, gen mereka sama. Baik ia dan adik sama-sama cantik.
Defenisi indah unlimited keluarga mereka.
"Dua hal yang aku pikirkan sekarang soal perubahanmu, Ra. Walau kamu gak nanya, biar Kakak kasih tahu. Negatif dan positif."
Jane berhenti bicara yang membuat Lyra bedecak. Udah kepalang kepo nih. Kok digantung?
Gak asyik ah.
Saking keponya gak ingat lagi soal pertanyaan 'udah jebol atau belum.' Lyra harus pastikan ucapan sang kakak terlebih dahulu.
"Kak lanjutin, aku mau dengar."
Tuh, si 'kecil' Lyra udah ngerengek seperti anak umur lima tahun.
"Sabar, Kakak selesain makan kue dulu."
Sehat gak sih kak Jane-nya Lyra?
Apa jangan-jangan salah makan?
Dari dulu Lyra tahu sih Jane suka makan berbagai macam kue. Tapi gak begini juga. Tak tepat.
Sekitar lima belas atau tidak duapuluh menit kemudian Jane pun akhirnya selesai. Lyra udah beku bermetamorfosis jadi patung saking lama nunggu.
Untung sih dia ikutan makan, kalau gak, sudah tumbuh lumut disekitar badan.
Berdehem sebenar, lalu setelahnya Jane pun berucap.
"Aku suka kamu perhatian ke aku. Terima kasih untuk semuanya. Tapi disini aku yang berposisi sebagai kakak, bukan kamu. Oke, Kakak mulai dari hal negatif, sejak awal kakak ilfeel sama kamu. Aku dan Ibu cantik dan Ayah tampan. Nah kamu jelek gimana ceritanya?"
"Cara setiap orang untuk menjatuhkan yang sebenarnya buat saudaranya bangkit beda satu sama lain. Well, orang berubah-ubah. Begitupun kakak. Walau kakak senang akhirnya kamu memperbaiki penampilan, gak pendiam dan tertutup, kakak masih ilfeel juga sih. Kan aku ngerasa tersaingi."
Jane membuat jeda sebentar sebelum akhirnya melanjutkan kembali. Senyum hangat yang bagi Lyra aneh bertengger manis di wajah sang kakak. Batin Lyra berteriak 'Kak Jane sehat atau gak? Yang ngomong itu kak Jane atau bukan!? Kok aku gak kenal!?'
"Yang posesif, kamu pikir aku sebegitu bodoh? Gak. Sampai sekarang aku masih perawan. Yang aku lakukan adalah manfaatin keluarga Alkhair Corp. But, kalau dia tulus, aku gak masalah sama dia sampai ajal menjemput. Saat malam pertama pernikahan, aku dan Denes buat beberapa berjanjian."
"Dia bersikap buruk ke kamu Ra. Aku gak terima sebab dia buat aku jijik. Awalnya gak rela sih pacar aku bakal nikah sama kamu. Secara kan aku lebih cantik. Nah kamu, oke, gak usah aku sebutin. Pokoknya gak bagus."
Jane tersenyum lihat wajah merengut Lyra. Masih seperti dulu, saat mereka kecil. Lyra dan Jane bermain dan salah satu pasti kesal ataupun cemberut. Yang jelas harus ada yang kalah dan menang.
Hubungan mereka tak jauh-jauh dari yang namanya persaingan. Lebih tepatnya Jane yang menciptakan suasana tersebut.
Ia tak 'suka' ke sang adik sejak dari kecil.
"Jadi?"
Lyra bertanya saat lihat sang kakak kembali fokus makan kue. Apa-apaan sih, kalau gitu kapan selesai?
Gak ada jalan keluar sama sekali.
Lyra kepengen ambil itu kue biar kakaknya fokus hanya ke ia seorang.
"Em, ya begitulah. Kamu harus lebih hati-hati, aku bukan orang lemah yang harus kamu kasihani, sayang. Lebih baik fokus ke urusan masing-masing."
Lyra serba salah. Tak mengerti maksud perkataan kakaknya. Berbelit-belit.
Sadar pikiran Lyra tidak nyampai, Jane pun terkekeh. Ia harus jelaskan lebih detail rupanya.
"Aku nikah sama Denes untuk ambil harta doang Ra. Kalau gak bisa, ya udah, aku ambil kesempatan buat usaha sendiri. Berkat berjanjian kami, sekarang aku fokus ke butik. Ya kemungkinan buat menjalani rumah tangga pada umumnya 50:50. Saat salah satu dari kita gak tahan, bisa cerai. Lalu aku udah dapat yang aku mau."
Oh, Lyra ngerti sekarang. Pantas aja kakaknya masih baik-baik aja. Toh gak benar-benar nikah. Tapi... kenapa Lyra terlibat?
Denes kok sebegitu mudah buat perjanjian kayak gitu?
Ada yang gak beres.
Lyra anak baik, Denes aja brengsek gak ketulungan.
"Yakin Kak, kalau ditipu gimana? Terus walaupun Kakak udah punya butik sekalipun, tetep aja kita masih dibawah mereka. Kalau ingin hancurin tinggal jentik jari. Hubungan macam apa sih yang kalian jalanin?"
Jane bersmirik. Adiknya lurus banget pemikirannya. Dasar orang itu memang gitu sih. Lalu kemudian, Martin yang ngajarin aneh-aneh.
Ini namanya friend with benefit. Sama-sama untung, walau pada akhirnya bisa juga mereka saling mencintai. Bertahan sampai akhir menjemput.
Hubungan yang digantung, kira-kira begitulah.
"Tahu friend with benefit, sebab kami udah nikah, namanya geser dikit jadi saling untung. But, cuma kontrak doang, Denes berharap aku bisa ngasilin keturunan buat dia. Saat aku berhasil, itu bisa dijadikan alat tukar. Barter."
Rahang Lyra hampir jatuh. Dihadapannya sekarang benar sih orang yang disebut Lyra kakak?
Bukan friend with benefit lagi, tapi jual rahim. Lantas, yang sang kakak bilang soal membentuk koloni baru itu apa?
"Semua sebatas kepura-puraan sayang. Kamu jangan ganggu kakak. Kalau berhasil, bisa kok aku sama Denes benar-benar nikah. Kami saling cinta, cuman Denes orangnya memang brengsek. Doain ya aku bisa ngubah sikap buruk orang itu. Dia gak terlalu percaya cinta, yang dia pikirin cuman senang-senang."
Kalau gini sih, posisi dia dan sang kakak sama. Berjuang agar padangan hidup sang suami berubah. But, kalau begini, kemungkinan jatuh terbuka lebar.
Keduanya akan kalah entah kapanpun itu.
"Kak, kalau gitu kita gak benar-benar hidup sebagai perempuan. Kita gak dianggap."
Eh, Lyra salah ngomong!
Respon Jene tersenyum misterius. Sudah ia duga, Martin bukan orang yang mudah takluk ke sembarang individu. Kalaupun tertarik hanya sebatas penasaran.
"So, kamu juga istri gak dianggap?"
Jane semakin bersmirk nakal. Hal yang buat Lyra ingin tenggelamkan sang kakak ke dasar bumi!
Mungkin atau tidak perubahan rencana...?
*****