Liana sangat marah karena dia mencintai Tasya lebih dari anak laki-laki satu-satunya, Ferro. Tasya cantik, tinggi, dan pintar. Bisa dibilang, dia merupakan salah satu gadis tercantik di desa. Untuk membuatnya lebih cantik, Liana tidak tahan membiarkannya pergi bekerja, tidak peduli seberapa lelahnya dirinya dan suaminya.
Jika kulit Tasya menjadi kecoklatan dan tangannya menjadi kasar, apakah dia masih akan cantik? Tentu saja tidak.
Di mata penduduk desa, Tasya adalah gadis yang berperilaku baik, bijaksana, lembut, dan sopan. Meskipun dia tidak bekerja membantu ibu dan ayahnya, dia mengerjakan pekerjaan rumah dengan sangat baik. Dia juga sangat pandai dalam membaca.
Yang lebih menyenangkan adalah Tasya benar-benar cantik. Dengan wajah oval, mata aprikot, dan bulu mata melengkung, kulitnya tidak segelap gadis lainnya. Kulitnya putih dan lembut.
Liana mengincar putra kepala desa. Dia sangat menyukai Abimayu. Dia
selalu berpikir bahwa ketika Tasya lulus SMA, dia akan membiarkannya menikahi pria itu. Abimayu terlihat sempurna, memiliki kepribadian yang dingin, tapi dia tidak pernah membuat masalah.
Liana juga berpikir bahwa meskipun Abimayu tidak menyukai Tasya, tidak masalah Lagipula dia akan bergabung dengan tentara tahun ini. Jika tidak bisa mendapat Abimayu, masih ada Adipati yang bersekolah di SMA saat ini. Kedua putra kepala desa itu, semuanya sangat baik. Tasya dapat menikahi salah satu dari mereka untuk dapat memperoleh kekuasaan di desa.
Namun sekarang, Tasya malah terbukti mencuri uang di depan Abimayu. Liana sangat marah sampai napasnya sesak. Jika Abimayu pulang ke rumah dan memberitahu orangtuanya bahwa Tasya telah mencuri uang, itu pasti akan merusak reputasi Tasya di depan mereka.
Nenek Abimayu adalah yang paling berkuasa dan pemilih, tetapi suaminya memang luar biasa. Putra serta para cucunya sangat menghormatinya.
Tasya panik ketika mendengar bahwa Keluarga Sinaga tidak menyukai gadis dengan reputasi yang buruk. Dia memandang Liana dengan mata berkaca-kaca, "Ibu, apa yang harus aku lakukan? Aku sangat menyukai Adipati, jika dia tahu aku mencuri uang, dia pasti tidak akan menyukaiku lagi."
Liana menatap Tasya dengan mata tajam, "Lain kali kalau kamu mencuri uang, aku potong tanganmu!"
Setelah dimarahi, Liana mencerna kata-kata Tasya. Dia memandang anak itu. Apakah gadis ini menyukai Adipati?
Tasya berteriak saat ini, "Tidak, tidak akan lagi. Aku tidak akan mencuri uangmu lagi. Di hari ulang tahunku, temanku mengajakku makan malam dan memberiku gaun. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, aku… aku hanya ingin memberinya hal yang sama."
"Alasan macam apa ini!" Liana tidak pernah membiarkan orang mengambil keuntungan darinya. Dia kasar pada Tasya, "Teman sekelasmu memberimu sesuatu, ambil saja, kenapa harus dikembalikan? Apakah kamu bodoh? Tidak usah balas budi!"
Air mata Tasya jatuh, tapi Liana semakin marah, "Lima puluh rupiah itu aku dapat dengan susah payah, tapi kamu malah memberikannya kepada teman sekelasmu!" Liana menarik napas dalam-dalam dan berkata dengan sedih, "Bagaimanapun, kamu sudah ketahuan mencuri. Aku yakin penduduk desa akan heboh. Jika mereka bertanya dari mana uang itu berasal, bilang saja kamu terpaksa mengambilnya untuk membalas budi temanmu."
Tasya menatap Liana dengan air mata berlinang, "Tapi… apak Abimayu dan Anita akan mempercayainya?"
"Selama kamu bersikeras bahwa kamu tidak mencuri uangnya, mereka akan mempercayainya. Apa kamu benar-benar ingin dianggap oleh mereka sebagai pencuri?" Kemarahan Liana tiba-tiba meningkat lagi, dan dia menunjuk ke hidung Tasya, "Jika kamu tidak mengakui mencuri uang
Cantika yang akan ditertawakan sekarang!"
Ketika Tasya mendengarnya, dia terisak, "Cantika yang harus disalahkan."
Liana juga merasa bahwa ini adalah kesalahan Cantika karena telah menyebabkan rasa malu untuk Tasya di depan Abimayu. Jika bukan karena wanita jalang itu yang menggali lubang, Tasya tidak akan terjebak seperti ini.
Liana marah, "Aku akan memberi pelajaran padanya!"
——
Saat ini Dinar menyelinap ke dapur Sukma. Sukma sedang beristirahat di tempat tidur. Maya duduk di depan pintu dan tertidur sambil bersandar di kusen pintu. Dinar memanfaatkan ini untuk pergi ke dapur dan membawa panci berisi ayam itu. Setelah berdebat dengan Cantika, dia tidak pulang sama sekali, tapi justru sembunyi sambil menunggu kesempatan.
Melihat Cantika sedang memberi makanan pada sapinya, Dinar tersenyum. Setelah menunggu, tampaknya sekarang ayam di panci itu sudah hampir matang, jadi dia datang dan membawa ayam itu pulang. Ketika dia sampai di rumah, Liana selesai memarahi Tasya.
Liana keluar dari rumah dan melihat Dinar kembali dengan panci berisi ayam. Dia tercengang sejenak, "Ibu, ini…"
Dinar menatap tajam ke arah Liana, "Apa yang kamu lakukan di sini? Cepat ambil mangkuk dan sendok untuk makan ini. Jika kamu diam saja, Cantika akan mengambilnya!"
Ketika Liana mendengarnya, dia tahu apa yang sedang terjadi. Ibunya telah mencuri ayam itu. Dia pun bergegas mengambil mangkuk dan memanggil seluruh keluarganya. Seluruh keluarga itu seperti hantu kelaparan, berkumpul mengelilingi meja. Tanpa basa-basi, mereka langsung meletakkan piring dan sendok kosong di depan masing-masing.
Cantika pertama-tama mengeluarkan ayam itu dari air mendidih, kemudian merendamnya dalam air dingin selama beberapa menit. Setelah agak dingin, dia memasukkannya ke dalam larutan berisi irisan jahe, daun jeruk, daun bawang, kecap dan sebagainya. Dia merebusnya lagi hingga mendidih.
Panasnya terkontrol dengan baik, kacangnya sudah matang, ayamnya juga sudah empuk. Rasanya enak, seperti sesuatu yang belum pernah dimakan mereka semua.
Dinar berseru saat makan, "Aku tidak menyangka jalang itu bisa membuat makanan enak!" Di sela makan, dia memberi ayam pada Ferro. Dia jahat, tapi dia sangat mencintai cucunya.
Sebelum Ferro lahir, Dinar sakit parah, dan dia tidak sehat setelah menemui banyak dokter. Setelah Ferro lahir, penyakitnya sembuh tanpa bisa dijelaskan. Suatu hari dia sedang bermain di rumah kepala desa dengan Ferro di pelukannya. Ada tempat meramal di dekatnya. Dia meminta peramal tersebut untuk membaca nasibnya. Peramal itu mengatakan bahwa berkah yang diperoleh Dinar itu diberikan oleh cucunya.
Setelah memikirkannya bolak-balik, Dinar merasa bahwa peramal itu sangat akurat. Jika bukan karena cucu Ferro datang ke dunia untuk membawa berkah, dia akan mati karena sakit. Sejak sembuh dari penyakit itu hingga saat ini, dia jarang sekali sakit lagi. Dia
menghubungkan semua hal baik dengan Ferro. Baginya, Ferro merupakan hidupnya.
——
Ketika Cantika kembali dari kandang, dia pergi ke dapur untuk melihat bagaimana ayam yang sedang direbusnya. Begitu dia memasuki dapur, pancinya hilang. Wajahnya tiba-tiba berubah. Dia langsung berbalik dan berjalan menuju rumah Liana.
Cantika bergegas masuk, dan dia melihat keluarga itu sedang makan dengan nikmat. Saat melihat keluarga itu sedang asyik, Cantika mengambil ayam yang tersisa. Tidak satupun dari mereka menyadari apa yang sedang terjadi.
"Cantika, apa kamu sudah gila?" Dinar bereaksi lebih dulu. Dia menoleh dan menatap Cantika, "Aku belum kenyang!"
Mata Cantika seperti obor. Dia menatap tulang di atas meja, gemetar karena marah. Keluarga sialan ini makan sampai kenyang, sementara ibu dan adik perempuannya masih lapar.
Cantika menatap mata Dinar seolah-olah hendak memakannya. Namun, Liana dan yang lainnya tidak bisa memakan ayam lagi karena pancinya sudah dibawa pergi oleh Cantika. Mereka memandang Cantika dengan tatapan penuh kebencian, tanpa rasa bersalah karena mencuri dan tertangkap.
"Nenek, aku masih ingin makan ayam." Ferro sedang dalam tahap
pertumbuhan, nafsu makannya sangat baik. Dia melihat langsung ke arah hidangan di pelukan Cantika.
Dinar mencintai Ferro seperti hidupnya. Mendengar bahwa cucunya masih ingin makan, dia berteriak pada Cantika, "Gadis jalang! Jika Ferro ingin makan, bawa ke sini!"